Tuesday, October 30, 2012

UNTITLED


Oleh: Halimah Sa'diyah*

Ijinkan debu ini
Menari-nari di antara pusaran beliung
Bukan terbawa,
Tapi membawa beliung pada helaan angin yang tenang, tentram.
Yang sama dengan utusmu
Rahmatan lil’alamin.
                                               
                                  25 februari ‘11

*Halimah Sa'diyah
adalah Mahasiswa di Fakultas Adab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Monday, October 29, 2012

Sunday, October 28, 2012

Bias-bias Sufisme dalam Kitab Tafsir Al-Alusi


oleh: Taufik Umar*

Sudah hampir menjadi dalil aksiomatik bahwa tak ada teks, apapun bentuknya, yang hadir tanpa ada hal yang mengonstruknya. Ia selalu terkait dengan ruang dan waktu yang melatarbelakanginya, dalam konteks ini tak terkecuali Alquran yang diturunkan 13 abad silam. Alquran, yang memiliki jargon sebagai teks shâlih li kull zamân wa makân, pada akhirnya memunculkan banyak sekali perspektif sehingga dapat dibaca dari berbagai perspektif yang berbeda-beda dan pada akhirnya melahirkan banyak sekali produk penafsiran, termasuk di antaranya tafsir Al-Alûsî, Rûh al-Ma’ânî fî tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîm wa Sab‘ al-Matsânî.

Al-Alûsî sebagai seorang mufasir yang menghasilkan produk penafsiran memiliki nilai urgensi dan signifikansi tersendiri. Dewasa ini tafsir Al-Alûsî disebut-sebut sebagai tafsir yang sarat akan nilai-nilai sufisme. Tentu hal itu bukan merupakan hipotesis belaka, karena dalam beberapa penelitian yang ada, cukup banyak ayat-ayat yang dikutip melalui perspektif sufisme. Hal itu bisa saja diapresiasi mengingat bahwa Al-Alûsî pernah berguru pada seorang ulama tasawuf kenamaan, Muhammad Bahâ’uddîn an-Naqsyabandî. Akan tetapi, dalam sudut pandang yang lain, adz-Dzahabî memiliki silang pendapat yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, di mana adz-Dzahabî memosisikan Tafsir al-Alûsî sebagai produk penafsiran yang bersumber pada ra’y jâ’iz (ijtihad tafsir yang diperbolehkan).

Friday, October 19, 2012

Thursday, October 11, 2012

[BUKU] Mafia Three In One


Judul Buku: Mafia Three in One
Penulis     : Muhammad Mahrus
Terbit       : November 2011
Penerbit   : Matapena


“Kisah inspiratif tentang santri kritis. Anti kemapanan. Punya cara belajar unik. Tidak disukai pengurus pondok, namun disayang sama Mbah Kyai. Novel tentang sisi lain santri yang berbeda dengan pandangan orang pada umumnya.”
Fina Af’idatusshofa, penulis novel “Just for You, Ustadz” [terbitan Matapena].
Santri Sekolah Alternatif Qoryah Thoyyibah Salatiga Jateng.


“Meski ada kata-kata kiasan yang belum familier bagi saya, ceritanya menarik dan tidak membosankan.”
Dani Indra Kusworo, mahasiswa Jurusan Komputer dan Sistem Informasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, anggota Matapena Rayon Yogyakarta.


“Mengungkap pesantren dari sisi lain, bahwa fisik terkurung tidak serta merta menutup pikiran kritis santri akan dunia luar. Beberapa ‘scene’ dari novel ini perlu mendapat perhatian serius dari pembaca.”
Hasyim Syafiq, santri PPHM al-Mahrusiyyah Lirboyo Kediri,
anggota Matapena Rayon Kota Kediri Jatim


“Yap. Novel yang bagus. Banyak mengandung nilai-nilai agama yang perlu kita teladani.”
Icha Aryani, pelajar SMA I Cilacap,
anggota Matapena Rayon Institut Agama Islam Imam Ghozali Cilacap Jateng.


“Cerita yang menarik. Santri yang hobi melanggar, namun punya kepedulian sosial yang tinggi. Ketika saya membaca novel ini, saya merasa sayalah yang ada di posisi genk MAFIA ini. Ada “genk” di pesantren! Benar-benar mengesankan!”
Mina Hapadoh, koordinator rayon Matapena Tasikmalaya Jabar


“Hmm, novel yang memikat hati. Luar biasa. Tak hanya menyajikan suasana mondok-nyantri dengan segala kronik konyolnya. Tetapi juga member hikmah bagi pembaca. MAFIA yang sangat istimewa, mampu berpola lebih dari santri lainnya. Kesimpulan dari novel ini adalah BERPIKIR. Berpikir. Berpikirlah maka aka nada rahasia di balik itu semua.”
Fikri Mubkers, anggota Matapena Rayon IPPNU Gresik Jatim

Monday, October 8, 2012

Guru Cermin: Kesaksian Seorang Murid


Oleh: Muhammad Hilal*

Namanya adalah Ismail Muadz, salah seorang guru Madrasah Tsanawiyah.

Dia adalah salah satu guru kegemaran saya, sebab gaya mengajarnya adalah bercerita. Seperti murid-murid yang lain, menyimak mata pelajaran itu membosankan, bikin mengantuk pula. Tapi berkat cerita-ceritanya, ruang kelas menjadi menyenangkan secara ajaib, apalagi guru satu ini pandai mengolah cerita menjadi tuturan yang lucu, tentu kami selalu betah di ruang kelas berlama-lama.

Bertahun-tahun kemudian barulah saya sadar betapa bercerita itu adalah salah satu strategi pendidikan, salah satu cara menanamkan nilai kepada anak-anak. cara ini adalah tradisi lama, sudah berlaku sejak manusia belum mengenal tulisan tangan, dan selama itu pula strategi ini diakui keampuhannya. Bahkan Alquran pun menggunakan strategi ini untuk menyampaikan nilai-nilainya yang agung.

Dasar kami yang masih anak-anak waktu itu, seorang guru pun akan mendapat predikat favorit asalkan lulus persyaratan tertentu: pintar bercerita lucu. Kalau ada seorang guru yang mengajar hanya lurus-lurus saja, berpusat pada buku diktat, tak pandai melucu, jangan harap kami akan kerasan di kelas. Guru yang satu ini berhasil lulus persyaratan yang kami bikin.

Saturday, October 6, 2012

Historical Accountability


Oleh: Ahmad Atho’ Lukman Hakim*

Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (11) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Q.S : Al-Baqarah 11-12).

Jika ada penguasa mengklaim dirinya telah berbuat yang baik untuk bangsa: bahwa kebijakan ini adalah demi masa depan masyarakat yang lebih baik, padahal yang yang terjadi justru sebaliknya, mereka melakukan kerusakan di muka bumi, kebijakan yang mereka hasilkan justru menimbulkan ketidakadilan ditengah masyarakat, maka orang-orang yang demikianlah yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat yang tertera di atas. Dalam ayat lain Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujarat 6)

Secara bebas ayat tersebut dapat pula kita tafsirkan sebagai berikut: jika penguasa yang telah nyata otoriternya dan menulis sebuah sejarah, maka wajib bagi kita untuk bersikap kritis dan melakukan penyelidikan investigatif agar kita dapat berlaku adil dan tidak merugikan siapapun.  Sejarah adalah ingatan kolektif yang dikontruksikan. Adagium yang selama ini dipercaya adalah “sejarah ada di tangan penguasa”. Dengan kekuatan sejarahlah kekuasaan dibangun. Bahkan keimanan kita pun dikukuhkan dengan sejarah.

Thursday, October 4, 2012

Duri Di Matamu

Oleh: Halimah Sa'diyah*



1
Aku berdoa kau tak pernah tahu
Meski sangsi berkelindan di hati

Ada mata yang diam
Diam memandang wajah bak arca Manjali

Ada mata yang diam
Diam memandang wajah berpendar cahaya

Ada mata yang diam
Diam tercenung pada wajah berbintang

Ada mata yang diam
Menemu duri di dalam bintang

Mata yang diam
Diam tertusuk duri

Dan kau tahu
Bintangmu, bintangmu
Durimu, duriku

II
Mataku kau jerat lagi pada sebuah sore
Sebuah sore di tengah ilalang

Kau gerak-gerakkan rambut panjangmu yang tergerai
Mengerling juga pada mata

Matamu seolah tersenyum
Mengikuti irama bibirmu yang ranum

Senyum tak terjadi pada mataku
Terkesiap menemu duri
Yang belantara antara kerlingan senja

Kemana senyummu yang indah?
Mataku meraba di tengah ilalang

 *Halimah Sa'diyah
adalah Mahasiswa di Fakultas Adab
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Powered by Blogger.

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top