Monday, July 14, 2014

Pada Titik Takdir


photo credit: here

Oleh: Muhammad Madarik

Hampir lima tahun yang lalu peristiwa yang amat menyayat hati Ila, panggilan akrab Akilah, itu terjadi. Setiap kali kejadian itu hadir di pelupuk mata, setiap kali itu pula butiran bening yang mengalir di pipi Ila tak kuasa dibendung. Perempuan yang mulai kelihatan menua karena sakit yang dideritanya sedikit demi sedikit merenggut paras ayunya, kendati sisa-sisa kecantikan wajahnya tidak dapat didustakan oleh siapapun yang memperhatikan dengan seksama.

Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan,
Sayang engkau tak duduk di sampingku, kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan di tanah kering bebatuan
oo ooh oo ooh

Tubuhku terguncang dihempas batu jalanan
Hati tergetar menambah kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti saksi gembala kecil menangis sedih
ooh

Kawan coba dengar apa jawabnya ketika kutanya mengapa
Bapak ibunya telah lama mati ditelan bencana tanah ini
Sesampainya di laut kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

Barangkali di sana ada jawabnya mengapa di tanahku terjadi bencana
Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita 
yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita 
coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang
oo ooh oo ooh

Di atas kursi roda, Ila duduk sambil melihat langit-langit ruang tamu dengan tatapan kosong. Masa lalu itu kembali terngiang di antara sisi-sisi pikirannya bersama suara Ebiet G. Ade yang mendayu dari tape recorder di sampingnya.
Powered by Blogger.

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top