Wednesday, December 10, 2014

Dekadensi Budaya Bangsa

8:00 AM

[sumber]
Oleh: Muhammad Ilyas 

Budaya merupakan segala sesuatu cipta, karya, dan karsa manusia yang didapatkan dari belajar. Proses belajar tidak hanya berhenti pada proses imitasi belaka, tetapi ada modifikasi, inovasi, dan lain-lain.  Jika sesuatu cipta, karya, dan karsa tidak didapat dari proses belajar dan hanya bersifat reaktif saja maka tidak disebut budaya, misalnya hasrat manusia untuk makan, minum, berpasangan, dan lain-lain. Hal itu hanya disebut sebagai insting manusia saja. 

Pengertian budaya terkadang direduksi menjadi tari-tarian, senjata tradisional, makanan khas daerah, upacara adat, dan lainnya sehingga terdapat penyempitan makna. Padahal hal tersebut hanya sebagian dari kebudayaan. Lebih luasnya lagi kebudayaan meliputi segala yang berkaitan dengan ide, artefak, dan aktivitas. Jadi segala ide, artefak, dan aktivitas yang dilakukan oleh manusia dan diperoleh dari proses belajar dinamakan kebudayaan.


Indonesia merupakan negara kepulauan yang dimulai dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri dari berbagai macam-macam ras, suku bangsa, bahasa daerah, agama, dan kepercayaan yang beragam. Masing-masing daerah mempunyai keunikan tersendiri, misalnya di Pulau Sumatra terdapat tarian  khas yang berbeda dari daerah lain, karena pengaruh kultur, geografi dan interaksi sosial. Pulau jawa dikenal dengan nilai kesopanan, atau unggah-ungguh yang memang dipegang erat. Hal ini juga berpengaruh terhadap hasil kebudayaan seperti tarian yang memang bernuansa lembut. Pulau Kalimantan juga menawarkan hasil kebudayaan yang tidak kalah pentingnya, misalnya suku Dayak dengan pakaian adat dan sistem berburu yang ia miliki. Pulau Papua dengan penduduk berkulit hitam yang menempati di sana menjadi daya tarik tersendiri akan keeksotikan budaya Papua. Begitu pula dengan pulau Indonesia lainnya yang begitu banyak keragaman budaya. 

Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa setiap tempat memunyai keunikan dan daya tawar tersendiri. Masing-masing daerah mempunyai nilai-nilai yang memang dijunjung tinggi dalam kelompoknya. Daerah satu dengan daerah yang lain tidak bisa dipaksa dengan menerapkan nilai partikular yang berada di tempat lain, tetapi bisa disiasati agar mengaplikasikan nilai yang universal, seperti kejujuran, tanggung jawab, simpati, toleransi dan lain-lain. Jadi setiap daerah tersebut mempunyai kearifan lokal atau Local Wisdom yang perlu untuk dikembangkan oleh penduduk masing-masing daerah agar menjadi sesuatu yang bernilai.

Macam-macam budaya yang ada di Indonesia juga dapat dielaborasi agar menjadi nilai yang ideal. Misalkan kebudayaan yang multi tersebut digabung dan diambil nilai baiknya. Contoh, kebudayaan Jawa digabung dengan kebudayaan Bugis, hasil kebudayaan yang nanti akan menjadi nilai yang baru, seperti halnya kita bisa mengambil spirit orang Bugis yang berpendirian teguh, kerja keras, dan lain-lain, serta kita mengambil kebudayaan Jawa yang andap asor. Sehingga jika dielaborasikan kita menjadi manusia yang berpendirian teguh, kerja keras dan pantang menyerah, tetapi kita juga mempunyai sikap yang santun, mengasihi terhadap sesama. Hal seperti itu yang memang nantinya akan menjadi sebuah keniscayaan bangsa Indonesia.

Seiring dengan berjalannya waktu, kebudayaan Indonesia mengalami permasalahan serius. Anak muda jarang sekali untuk belajar kebudayaan bangsa, berkembangnya teknologi yang tidak diimbangi akan rasa cinta terhadap budaya sendiri, masuknya budaya westernisasi dan globalisasi yang merusak kepribadian bangsa, dan lain-lain. Anak muda menganggap jika ia belajar budaya sendiri menjadi suatu yang ketinggalan zaman dan tidak ideal. Kurangnya kepercayaan diri menjadi suatu permasalan tersendiri. Generasi muda merasa malu jika menggunakan produk dalam negeri, dan sebaliknya mereka merasa banggga jika mereka menggunakan produk impor.

Berkembangnya teknologi komunikasi juga ikut andil terhadap dekadensi budaya Indonesia. Banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menggunakan teknologi komunikasi ini menyebabkan mereka menjadi individualistik dan jarang berinteraksi langsung dengan orang lain. Sehingga rasa kekeluargaan sedikit menurun pada generasi muda. Selain itu sifat egois juga timbul dalam perkembangan anak muda kita, misalnya tawuran antar pelajar, kekerasan, dan lain-lain. Kekerasan tersebut bisa dipicu oleh tayangan di televisi yang menggambarkan kekerasan sehingga banyak anak-anak yang mengidentifikasikan dirinya seperti apa yang ia tonton.

Perkembangan teknologi komunikasi juga berakibat tidak mengenalnya anak-anak Indonesia terhadap kebudayaan sendiri karena media jarang mengekpose kebudayaan lokal, tetapi sebaliknya sering menampilkan kebudayaan asing. Hal ini akan berakibat fatal, anak-anak tidak tahu akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia sehingga mereka akan lebih senang dengan kebudayaan asing.  

Berkembangnya budaya westernisasi juga menjadi permasalahan. Banyak masyarakat Indonesia yang berlebihan meniru kebudayaan barat tanpa diikuti kecintaan yang lebih terhadap kebudayaan sendiri. Mereka suka berpenampilan ala barat dibandingkan dengan berpenampilan kebudayaan khas daerah. Contoh dari permasalahan ini adalah banyaknya masyarakat yang sudah meninggalkan pakaian adat, seperti kebaya, dan pakaian tradisional lainnya. Mereka lebih suka dengan fashion yang ditawarkan oleh barat. Selain itu makanan tradisional sudah mulai ditinggalkan, seperti cendol, gudeg, dan lain-lain. Bahkan yang terjadi sebaliknya yaitu berkembangnya makanan cepat saji. Hal ini akan merusak tatanan sosial bangsa Indonesia karena masyarakat harus dipaksa untuk mengikuti gaya kehidupan barat yang memang tidak cocok dengan kepribadian bangsa.

Selain itu dalam berperilaku masyarakat Indonesia sudah banyak meninggalkan kearifan lokal masing-masing daerah. Gaya hidup barat sudah terlampau jauh diadopsi, sehingga menimbulkan shoc culture, misalnya budaya kumpul kebo atau pasangan yang belum diikat oleh tali perkawinan, dalam sistem ini orang bisa hidup serumah layaknya pasangan orang yang sudah menikah. Hal seperti ini tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Bila hal ini dibiarkan akan berakibat kekacauan sosial, karena selain melanggar norma sosial juga melanggar norma agama.

Lagu daerah juga banyak ditinggalkan oleh generasi muda, mereka lebih senang dengan aliran lagu yang berasal dari barat. Padahal tidak semua aliran musik dari barat itu sesuai dengan kepribadian bangsa. Jika kita bandingkan, lagu daerah merupakan lagu yang memang sesuai dengan kebudayaan dan kebiasaan masing-masing daerah. Karena dalam penciptaan lagu masing-masing daerah tersebut dilandasi filosofi yang kuat. Misalnya lagu daerah yang menyampaikan nilai kerjasama, tolong-menolong, kerja keras, cinta, dan lain-lain. Jadi lagu daerah tersebut mempunyai nilai khas yang tidak sama dengan yang lain. Berbeda halnya dengan lagu modern yang hanya berdasarkan landasan pragmatis, sehingga ada disorientasi nilai yang akan disampaikan.

Arus globalisasi juga menyumbang dekadensi kebudayaan. Budaya asing yang tidak terfilter dengan baik akan mengakibatkan bangsa Indonesia yang tercerabut dari akarnya. Apalagi dalam tahun 2015 akan diadakan perdagangan bebas kumunitas ASEAN. Negara anggota ASEAN akan bersaing dalam perdagangan, sehingga dimungkinkan kebudayaan asing lebih intens untuk masuk ke negara kita. Hal tersebut menjadi suatu dilema bagi bangsa, disatu sisi negara kita harus membuka diri untuk International disisi lain kita harus mempertahankan eksistensi negara kita. Pro dan kontra terhadap kebijakan ini menjadi sesuatu yang menarik. paling penting dalam situasi ini masyarakat harus bisa mempertahankan kebudayannya.

Selain permasalahan yang dipaparkan diatas, ada sesuatu yang menurut hemat penulis menjadi suatu yang urgen yaitu tentang mentalitas. Suatu bangsa yang besar adalah bangsa yang mempunyai mentalitas mumpuni. Karena mentalitas akan berpengaruh pada pola pikir masyarakatnya, misalnya masyarakat akan mengidentifikasikan diri mereka seperti apa ia fikirkan. Sehingga setiap perilaku masyarakat tersebut mencerminkan apa yang ia fikirkan. Jika seseorang mempunyai metalitas yang rendah maka ia akan berperilaku rendah, begitu juga sebaliknya jika seseorang mempunyai mentalitas yang besar ia akan melakukan sesuatu yang besar.

Urgennya mentalitas bangsa ini juga berpengaruh terhadap kepercayaan diri untuk menggunakan kebudayaan sendiri. Karena jika tidak disertai mentalitas yang besar maka bangsa indonesia akan minder dengan kebudayaanya. Dan akan lebih bangga bila menggunakan kebudayaan bangsa lain. Mentalitas juga berfungsi untuk membangun karakter bangsa Indonesia yang nantinya membentuk karakter yang bermartabat dan kebudayaan yang tidak diremehkan oleh bangsa lain. Mentalitas yang baik juga akan membentuk masyarakat yang tidak rendah diri, sehingga masyarakat bisa mengekplore kebudayaannya.

Keseluruhan masalah yang dipaparkan diatas akan berakibat  tercerabutnya kebudayaan Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia bisa kehilangan jati diri. Akibatnya banyak masyarakat yang mengadopsi kebudayaan asing. Dan terjadi distorsi anggapan bahwa kebudayaan asing merupakan sesuatu yang superior dan kebudayaan bangsa sendiri dianggap menjadi sesuatu yang inferior. Pada akhirnya kebudayaan Indonesia akan hilang dari peradaban, atau akan di akui oleh bangsa asing karena bangsa sendiri sudah tidak mempelajari lagi.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, masyarakat Indonesia harus sadar dan mempunyai rasa memiliki terhadap kebudayaan bangsa. Porsi penayangan televisi harus lebih banyak mengekpose budaya lokal dari pada kebudayaan asing. Selain itu masyarakat harus membentengi diri dengan cara memfilter kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian masyarakat. Hal ini bisa tercapai dengan penanaman menset masyarakat tentang pentingnya mengembangkan kebudayaan sendiri. Selain itu masyarakat Indonesia harus mewariskan terhadap generasi muda agar bisa mempelajari, sehingga generasi muda bisa melanjutkan warisan budaya. Hal ini bisa direalisasikan dengan memperbanyak sanggar kebudayaan. Selain itu generasi muda harus diberi penyadaran yang komprehensif agar tidak terpengaruh  oleh kebudayaan bangsa lain. Pentingnya membangun mentalitas bangsa agar tidak merasa rendah terhadap kebudyaan lain, sehingga masyarakat indonesia bangga dengan kebudayaannya sendiri.  Pada intinya generasi muda harus bisa menjadi agen untuk mempertahankan kebudayaan bangsa agar tidak tergerus oleh zaman.

Secara keseluruhan dalam era global ini kita harus bisa membentengi diri agar tidak banyak terpengaruh oleh kebudayaan asing. Kita harus mengembangkan kebudayaan sendiri agar bisa bersaing dengan kebudayaan asing. Masyarakat Indonesia bisa menerapkan local wisdom pada masing-masing daerah, sehingga mereka bisa mandiri.  Walaupun demikian bukan berarti semua kebudayaan asing tidak baik dan rancu dengan kebudayaan bangsa, memang ada sebagian kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sehingga perlu adanya filter untuk memilah mana kebudayaan yang baik dan kebudayaan yang tidak baik.  

Mempertahankan suatu tradisi lama yang bijak dan menerapkan sesuatu kebiasaan baru yang baik merupakan hal yang diharapkan oleh segenap bangsa Indonesia. Dengan adanya konsep ini maka akan terjadi sinkronisasi antar budaya, sehingga jika ada sesuatu tidak saling menyalahkan antara kebudayaan baru dan kebudayaan lama. Pada akhirnya akan menemukan kebudayaan yang ideal bagi bangsa Indonesia dan kebudayaan tersebut bisa menjadi pendorong sebagai terciptanya bangsa yang bermartabat. []

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top