[sumber gambar] |
Oleh:
Muhammad Zaini
Pondok pesantren menjadi sebuah lokus yang memiliki budayanya tersendiri, ia menempatkan diri sebagai bagian dari sub-kultur di tengah gejolaknya kebudayaan nusantara. Di dalam perjalanan dinamika pondok pesantren terjadi bermacam-macam kontak interaksi dan hubungan yang tidak sama dengan lingkungan seperti biasanya yang terjadi di masyarakat. Hal ini disebabkan pondok pesantren mempunyai sebuah paradigmanya tersendiri yang tidak terpengaruh secara langsung dengan tuntutan zaman. Bahkan dalam kesehariannya pondok pesantren mempunyai cara tersendiri dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, dan mempunyai ciri khas tersendiri dalam membentuk mental serta sikap para santrinya agar tertanam dan tumbuh jiwa agamis dan nasionalis.
Sistem
pembelajaran tradisionalis di dalam pondok pesantren tidak sama dengan
sistem-sistem pembelajaran konvensional pada umumnya. Dalam sistem pembelajaran
pondok pesantren yang yang tradisionalis ini, pondok pesantren tidak hanya
mengajar pengetahuan saja, akan tetapi bersamaan juga dengan pengajaran etika
dan spritual. Karena pada dasarnya para santri yang diajarkan di dalam pondok
pesantren adalah pembelajaran yang mengajarkan norma yang harus dipegang bagi
pelajar dan pengajar. Dalam ajaran kitab tersebut, dipercaya seorang guru
adalah seorang wasilah atau penghubung antara duniawi dan ukhrowi, sehingga
seorang guru yang mengajar menjadi bernilai sakral oleh para santri, oleh
karena itu santri dalam proses pembelajarannya tidak diperbolehkan bertindak
menyimpang kepada gurunya, seperti kitab ta’lim wa muta’alim dan adabu
ta’lim wa muta’alim. Ada sebuah hadits nabi yang mengatakan bahwa ridho
Allah ada pada ridho orang tua, dan murka Allah ada pada murka orang tua. Nah,
berkaitan dengan hadits nabi tersebut, guru menjadi konotasi dari orang tua,
yang statusnya menjadi pengganti dari orang tua asli. Jadi dalam diri guru
terdapat manifestasi spiritual, dan etika. Begitu sedemikian komplek proses
pembelajaran yang mampu menerapkan niali intelektual, nilai moral dan bahkan
spritual.
Sistem
sosial yang di bangun dalam pondok pesantren juga tersendiri, yang dalam hal
ini juga bisa di umpamakan sebagai miniatur lingkungan islam. Dimana sang kyai
menjadi garda terdepan dan panutan entah sebagai guru, kepala pesantren serta
manifest spritual. Yang perlu diketahui juga bahwa bukan pondok pesantren
namnya kalau tidak ada yang namanya santri. Oleh karena itu posisi santri
sebagai penganut dari apa yang dianut (Kyai), murid serta makmum dari kyainya.
Sistem kultur sosial pesantren demikian, telah menjadi ciri khas corak hidup
bermasyarakat islami ala pesantren. Oleh karena itu fungsi pesantren bukan
hanya menjadi praktek belajar mengajar saja, akan tetapi praktek sosial yang
dilebur dalam budaya gotong royong dan praktek kepemimpinan yang demokrasi.
Sebenarnya
kebutuhan dalam dunia pendidikan itu tidak hanya bersumber dari kepuasan dalam
hal intelektual saja, tetapi kebutuhan kecerdasan emosional dan spritual yang
tak kalah pentingnya juga harus diingat. Sebagaimana terjadi di sebagian
sekolah umum yang hanya mengutaman basic intelektual semata, walaupun dalam
praktek kesehariannya tak jarang sekolah umum melaksanakan berbagai ritual
keagamaan, tapi pada dasarnya dalam lingkup sub-kultur di pondok pesantren
lebih efektif menjalankan ritual keagamaan yang dilakoni oleh para kyai dan
santrinya.
Pondok
pesantren mempunyai peran ganda dalam ranah intern dan ekstern. Pada lingkup
intern pondok pesantren menjadi wadah pendidikan bagi para santri dalam
penggodokan diri mereka menjadi Insan Kamil, sedangkan dalam ranah
ekstren pondok pesantren menjadi lembaga pertahanan dalam melestarikan budaya
para pendahulunya yaitu para alim ulama dan leluhur terdahulu di tengah
lingkungan masyarakat. Hal ini berbeda jauh denga islam kanan yang tidak
mengakui wilayah teritorialnya sebagai kenyataan budaya, dan mereka hanya
mengakui ajaran pandangan agamanya sebagai sumber pokok ajaran yang tidak bisa
di otak atik atau tidak bisa dinegosiasi lagi dengan kultur masyarakat sekitar.
Ada kecenderungan yang eksklusif terhadap realita, yang tidak sama dengan
pondok pesantren yang sifatnya lebih inklusif pada realita. Hal ini yang
menjadikan sistem yang ada dalam pondok pesantren lebih efektif diterima dan mengena
ke hati para santri dan masyarakat.
Tak
jarang dalam praktek keseharian pondok pesantren pondok pesantren yang silang
transformasi dalam kegiatan pondok pesantren. Biasanya para santri diutus oleh
kyainya untuk mengajar di lingkungan jauh maupun sekitar pesantren, sebagai
proses serta pengalaman sebelum mereka terjun ke kampungnya masing-masing.
Demikian halnya dengan masyarakat yang sering kali dilibatkan dalam kegiatan
internal pondok pesantren yang mengandung nilai sosial agamis, seperti pengajian
umum, bakti sosial dan lain sebagainya.
Jika
kita flashback sejarah yang silam, sangat banyak dari para santri serta kyai
yang mempunyai peran aktif dalam membela negara. Seperti tokoh religius di
Indonesia yang sangat kita kenal K. H. A Wahid Hasyim yang melibatkan diri
menjadi salah seorang panitia sembilan untuk merumuskan Pancasila. Ketika itu
dikenal dengan sebutan Resolusi Jihad yang dipelopori oleh Hadrotus
Syaikh K.H. M Hasyim Asy’ari, sebagai deklarasi perang kepada penjajah dengan
membangun gerakan militer pesantren, seperti Laskar Hizbullah, Mujadihin dan
sebagainya. Semua ini menjadi bukti konkrit sumbangsih pesantren terhadap tanah
air Indonesia yang tidak bisa dilupakan begitu saja.
Sebenarnya
yang harus juga kita pahami adalah tentang ajaran presiden pertama kita yaitu
Soekarno tentang Nasionalisme. Nasionalisme ini sebenarnya telah diajarkan di
dalam kitab-kitab kuning, yang sering kali dikatakan bahwa kitab kuning hanya
berisi tentang pedoman beragama saja, akan tetapi kitab kuning juga memuat
prinsip Nasionalisme yang kalau diistilahkan dalam bahasa kitabnya yaitu Hubbul
Wathon (Cinta tanah air). Jadi sudah jelas dalam prakteknya, pondok
pesantren memiliki wilayah inter dan ekstern yang keduanya tidak bisa
dipisahkan. Karena keduanya memuat semangat Keislaman dan keindonesiaan
(Nasionalisme). Itulah kenapa pondok pesantren mempunyai andil besar dalam
kemajuan islam khusunya di Indonesia serta dalam mewujudkan cita-cita
kemerdekaan indonesia dan keutuhan NKRI. Wallahu a’lam.[]
0 komentar:
Post a Comment