[foto: wawan] |
Oleh: Irham Thoriq
Dunia berjalan begitu cepat. Di era Jurnalisme dot com, portal berita berlomba menjadi yang tercepat dalam menyajikan fakta. Akurasi dan kelengkapan berita menjadi hal penting kesekian yang dikesampingkan.
Dunia berjalan begitu cepat. Di era Jurnalisme dot com, portal berita berlomba menjadi yang tercepat dalam menyajikan fakta. Akurasi dan kelengkapan berita menjadi hal penting kesekian yang dikesampingkan.
Di
era ini, ucapan para pesohor tentang apapun bisa dengan mudah menjadi berita.
Hanya dengan tiga paragraf tulisan, gumaman para tokoh seringkali nangkring di headline
portal berita. Kelengkapan serta kedalaman semakin ditinggalkan oleh sebagian
penganut jurnalisme dot com. Meski, media cetak juga bisa saja meninggalkan dua
hal ini.
Di
tengah yang cepat itu, kita membutuhkan oase. Karena saya yakin, di tengah
kesibukan masyarakat modern dan kelas pekerja, masih banyak orang yang mau
menghabiskan waktunya bermenit-menit untuk membaca laporan jurnalisme yang
panjang dan mendalam.
Di
sinilah, jurnalisme tentang cerita manusia dan kemanusiaan menjadi penting di tengah
hujan informasi yang sepotong-potong. Kita membutuhkan informasi tentang
manusia yang menginspirasi. Yang bangkit dari kejatuhan, atau yang jatuh dari
kesuksesan. Bukan jurnalisme “katanya”, yang saat ini kian digandrungi.
Biasanya,
model tulisan seperti ini disebut dengan features yang banyak membahas
tentang manusia atau kemanusiaan. Beberapa waktu lalu, saya membaca tulisan
tentang perjuangan Christie Damayanti, seseorang yang terkena stroke di umurmya
yang kurang dari 40 tahun.
Christie
bisa kembali bangkit setelah dia menuliskan cerita tentang penyakit yang dia
alami. Melalui Kompasiana, perempuan yang berprofesi sebagai arsitek ini
menceritakan suka dukanya. Sudah ada ribuan cerita yang dia tuliskan dan
mendapat apresiasi dari pemilik akun kompasiana.
Dalam
suatu kesempatan, Christie mengatakan kalau dengan menulis, harapan untuk hidup
selalu muncul. Karena, dari tulisannya itu, banyak sahabat yang belum pernah
dia kenal sebelumnya memberi semangat. Karena tulisan-tuliasannya juga, Cristie
permah diganjar penghargaan oleh kompasiana.
Tentu
saja, menulis dengan keadaan stroke bukan hal mudah bagi Christie. Hanya untuk
mengetik, tangannya sulit digerakkan. Tiga hari penuh harus Cristie habiskan
untuk merampungkan satu artikel. Empat hari setelah itu, Cristie menimbang
tulisannya layak dibaca orang atau tidak.
Dan
ternyata, dengan menulis, Cristie bisa berbagi tentang apa yang dialami,
komentar pun mengalir deras. Dan yang terpenting lagi, Cristie menjadi
tahu banyak orang yang senasib dengan dirinya.”Menulis membuat saya sadar bahwa
saya memang cacat. Lalu kenapa? Saya tetap ingin berguna sebagai manusia,” kata
dia sebagaimana ditulis Panajournal.com. “Kenyataan menjadi jelas setelah
dituliskan karena tidak ada lagi yang ditutup-tutupi,”.
Begitulah
cerita tentang manusia bisa memberi inspirasi di tengah semakin tak
manusiawinya kehidupan. Mengutip istilah jurnalis senior, Farid Gaban, jurnalisme
harus menyuarakan yang tidak bersuara.
Yang
tidak bersuara ini bisa datang dari mana saja. Bisa seperti Christie yang
di tengah keterbatasannya masih bisa berbuat sesuatu. Atau bisa dari petani,
nelayan, pedagang dan yang lain.
Pada
akhirnya, menyuarakan yang tidak bersuara adalah perjuangan agar wacana tidak
didomonasi oleh satu pihak. Tidak didominasi oleh konglomerat, pejabat dan
wakil rakyat. Dari orang-orang itu, kita kerapkali hanya diberi janji dan
miskin inspirasi.
Harapan
bisa datang dari mana saja, termasuk dari yang selama ini suaranya jarang kita
dengar.[]
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
ReplyDeleteJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)