Oleh: Muhammd Madarik
Penulis: Khoiron ibn Bdr. H. Busri Abdul Halim
Judul: Tashil al-Mubtadi' fi Fahm al-Ilm al-Nafi' bi al-Ilm
al-Nahw
Penerbit: Kirisufi, Jogjakarta
Tahun Terbit dan Cetakan: 2016, 1
Tebal Buku: 185 Halaman
Sesuai dengan namanya, buku ini menyimpan banyak hal positif bagi
pembacanya, di antaranya memudahkan para pelajar pemula memahami Ilmu Nahwu.
Bahasa Arab dengan seluruh disiplinnya, termasuk Ilmu Nahwu itu sendiri,
merupakan sesuatu yang dibutuhkan setiap orang (dan di dalamnya kalangan
santri). Tetapi ketidakmampuan menyelami ilmu-ilmu yang bermutiara bahasa Arab
bagi para pemula, seperti diakui oleh penulis buku ini, membuat enggan untuk
berusaha. Bahkan, klaim salah satu santri Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I
Ganjaran Gondanglegi Malang itu, tidak sedikit dari mereka berputus asa.
Latar inilah yang melandasi buku ini disusun. Tentu faktor
keterpanggilan lubuk penulisnya, menjadikan buku ini diberi judul "Tashil
al-Mubtadi' fi Fahm al-Ilm al-Nafi' bi Ilm al-Nahw," di mana makna
yang terkandung di dalamnya tidak terlalu berjarak dengan keinginan penulis.
Sekilas membaca, penikmat buku ini yang dengan gampang menemukan benang merah
antara judul dan isi akan berani menyematkan kecerdikan penulisnya.
Tema Nahwu sebetulnya bagian dari pokok pembahasan klasik dalam
dunia pesantren. Tanpa mengurangi azas manfaat buku ini, orang-orang pesantren
telah mengenal materi nahwu sejak awal. Di dunia pesantren dikenal kitab-kitab
yang menguraikan tentang gramatika Arab semisal Al-Jurumiyah, Mutammimah, Al-Amrithi,
atau kitab kelas atas seperti Alfiyah dan kitab-kitab syarh-nya.
Namun, kehadiran buku ini tidak saja menambah perbendaharaan khzanah kitab
kuning, tetapi menjadi salah satu pilihan para pemula memahami Ilmu Nahwu.
Karena buku cetakan pertama ini menyuguhkan ringkasan materi Nahwu yang sangat
mudah dimengerti.
Kemudahan-kemudahan yang terdapat dalam buku ini bisa dilihat dari
uraian-uraian yang begitu singkat tetapi memuat definisi yang padat. Sehingga para
pemula cepat menangkap isi dan pengertian-pengertian, bahkan bentuk penjelasan
yang simpel ini mampu menghantarkan mereka untuk mengingat-ingat isi materi.
Kemudahan itu juga dapat ditilik dari skema-skema yang dibuat
penulisnya. Melalui skema tersebut hafalan inti-inti materi dengan gampang
dilakukan tanpa harus diangan-angan terlebih dahulu. Tentu cara begini sangat
membantu para pemula lebih mengerti.
Di samping itu, contoh-contoh yang ada cukup melengkapi
uraian-uraian. Apalagi tamsil yang dimaksud (محل الشهيد) diberi garis bawah, sehingga dengan enak
para pemula menunjuk lafadz yang dituju. Seperti soal salah satu dari
macam-macam isim yang menjadi fa'il yaitu isim mufrod
dengan contoh: يتعلم محمد النحو [Hal. 36].
Buku ini kian bertambah bobot ilmiahnya setelah dicermati terdapat
beberapa contoh-contoh yang diambil dari ayat al-Qur'an atau syair Arab. Hal
ini misalnya bisa dibaca pada contoh:
قل إن كنتم الله فاتبعوني يحببكم الله [Hal. 138].
قد كنت احجو ابا عمرى اخا ثقة # حتى المت بنا يوما ملمات
[Hal. 87].
Penulis buku ini juga tidak memperkering penjelasan materi Nahwunya
dengan mengambil landasan uraian dari dasar-dasar lain. Cara yang pasti
memperkokoh validilitas dalam buku ini bisa diteropong, misalnya, dari
penjelasan tentang lafadz-lafadz yang bisa menjadi maf'ul bih:
في ظاهر اشارة ومضمر # مصدر او موصول او مجرور
[Hal. 105].
Dari sisi pendidikan, contoh-contoh yang dituangkan dapat
disisipkan manjadi bahan penanaman moralitas, motivasi, atau tema lain yang
berkaitan dengan pendidikan karakter.
Ini bisa ditemukan misalnya dari contoh:
ما كسول طلبة العلم في المعهد
[Hal. 35].
فلا تعدد المولى شريكك في الغنى # ولكنما المولى شريكك في العدم
[Hal. 87].
اراد الأستاذ ان يقرا تلاميذه القرآن كل يوم
[Hal. 105].
Tambahan keterangan yang terselip di beberapa bab memperkuat
penjelasan semakin terang bagi para pemula. Tambahan demikian diperlukan pada
penjelasan yang kurang memadai untuk dimengerti, apalagi penjelasan-penjelasan
yang diuraikan dinilai memuat materi agak sulit. Hal ini seperti contoh:
Keterangan tentang lafadz "ajma'u" (اجمع) [Hal.
98].
Keterangan tentang munada jumlah yang terletak setelah
"ya" [Hal. 128].
Satu hal yang sering dijumpai oleh para pemula, dan termasuk juga
santri lama, adalah persoalan yang berhubungan dengan jamak taksir.
Dengan buku ini, persoalan jamak katsrah, qillah, qiyasi
dan sima'i yang seringkali menjadi problem tersendiri sedikit bisa
terjawab. Lebih-lebih lagi, penulis buku ini menguraikan jamak taksir
dalam bentuk skema yang praktis [Hal. 165-172] diharapkan mampu menolong para
pemula memahami lebih dalam lagi.
Hal yang menjadi sebuah daya tarik tersendiri ialah buku ini
dilengkapi dengan "Rumus I'rab dan Makna-makna Jawa/Madura/Indonesia"
[Hal. 174-179]. Uraian rumus-rumus diskemakan secara teratur, sehingga para
pemula dapat menelisik poin per poin secara mudah, ketika membutuhkannya.
Seperti sudah maklum, pemaknaan lafadz per lafadz (istilah dalam pesatren: ngesahi)
merupakan bagian dari kegiatan memahami isi kitab kuning hampir di semua
pesantren. Sementara ini banyak santri menggunakan simbol untuk menandai
kedudukan lafadz dari posisi nahwu diinspirasi oleh kreativitas masing-masing,
sehingga rasa bingung terkadang dialami oleh santri baru tatkala menghadapi
kondisi demikian. Buku ini tampil menyuguhkan alternatif cara pemaknaan lafadz
bagi santri yang belum kenal sama sekali terhadap seluk beluk memaknai teks
dalam kitab kuning.
Buku ini nyaris tidak memiliki kekurangan, terutama bagi para pemula,
dalam memahami ilmu alat membaca kitab kuning. Tetapi seandainya buku ini
ditulis dengan huruf latin bahasa Indonesia, maka tentu tidak saja lingkungan
pesantren yang menikmati sajian dalam buku ini, namun penuntut ilmu di luar
pagar pesantren bisa mempelajari Ilmu Nahwu dari buku ini.
Kemudian pada beberapa halaman, terdapat tulisan menumpuk, baik
garis skema maupun huruf-hurufnya. Tentu hal ini cuma kesalahan non teknis yang
merupakan bagian dari pekerjaan percetakan, tetapi cetakan kedua dan seterusnya
bisa dijadikan pertimbangan untuk diperbaiki karena beberapa kesalahan ini
cukup mengganggu bagi para pemula.
Di luar itu semua, kehadiran buku ini lebih dari cukup untuk
membuat keluarga besar pondok pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi
Malang merasa bangga dan bahagia. Sebab setidak-tidaknya buku ini diandaikan
mampu melecut kalangan para santri untuk termotivasi melahirkan karya ilmiah
yang terbukukan. Buku ini merupakan tonggak awal bagi kalangan pesantren
mengikuti jejak sang penulis. Alhasil, buku ini diimpikan mampu menjadi
pancingan di dalam lingkungan PPRU I dan pesantren seputar desa Ganjaran agar
aktivitas menulis bagi para santri lebih bergairah lagi.[]
0 komentar:
Post a Comment