Saturday, October 6, 2012

Historical Accountability

7:33 PM


Oleh: Ahmad Atho’ Lukman Hakim*

Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (11) Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (Q.S : Al-Baqarah 11-12).

Jika ada penguasa mengklaim dirinya telah berbuat yang baik untuk bangsa: bahwa kebijakan ini adalah demi masa depan masyarakat yang lebih baik, padahal yang yang terjadi justru sebaliknya, mereka melakukan kerusakan di muka bumi, kebijakan yang mereka hasilkan justru menimbulkan ketidakadilan ditengah masyarakat, maka orang-orang yang demikianlah yang dimaksudkan oleh Allah dalam ayat yang tertera di atas. Dalam ayat lain Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Al-Hujarat 6)

Secara bebas ayat tersebut dapat pula kita tafsirkan sebagai berikut: jika penguasa yang telah nyata otoriternya dan menulis sebuah sejarah, maka wajib bagi kita untuk bersikap kritis dan melakukan penyelidikan investigatif agar kita dapat berlaku adil dan tidak merugikan siapapun.  Sejarah adalah ingatan kolektif yang dikontruksikan. Adagium yang selama ini dipercaya adalah “sejarah ada di tangan penguasa”. Dengan kekuatan sejarahlah kekuasaan dibangun. Bahkan keimanan kita pun dikukuhkan dengan sejarah.


Memori atau ingatan sudah menjadi perbincangan dalam bidang filsafat sejak lama. Sejak zaman Plato (471-347 SM), mengingat, dalam bahasa Yunani anamnese, memiliki makna yang sangat dalam. Anamnese ini berkaitan dengan teori idealisme Plato yang menyatakan bahwa eksistensi yang hakiki adalah dunia Ide. Dalam teori Plato anamnese adalah suatu cara untuk menemukan kesejatian dari dunia ini sehingga memperoleh pengetahuan yang hakiki.

Agustinus (354-430 M) membahasakan ingatan dengan memoria. Menurut filosof ini memoria inilah yang mendorong manusia untuk mengaktualkan gambaran-gambaran yang pernah dia peroleh semasa hidupnya. Memoria ini bagaikan cahaya batin yang dapat menangkap sesuatu yang tersembunyi pada manusia, pada gilirannya dapat mendatangkan stimulan manusia untuk berbuat.

Demikian pula Henri Bergson, meski memilah ingatan ada dua kategori, yakni ingatan mekanis dan ingatan murni, pada dasarnya ia hampir sama dengan Agustinus bahwa ingatan berfungsi sebagai stimulan dan pemilah bagi kesadaran manusia. Hal yang sama juga ditemukan dalam pemikiran Paolo Friere yang menekankan proses “mengingat” realitas sosial dimasyarakat agar terbentuk kesadaran kritis. Dengan demikian, sebagai pembentuk jati diri yang baru “mengingat”, sebagaimana ditegaskan Adorno, adalah masalah cara atau perspektif agar dapat memaknai secara baru masa lalu dengan lebih positif tentuya.

Mengingat tidak hanya mempengaruhi perilaku pada level individu bahkan juga bisa beroperasi pada wilayah  publik. Adalah Bennedict Anderson, seorang indosianis asal Australia, yang menyatakan bahwa sebuah bangsa dalam terbentuk karena imajinasi masyarakatnya (imagine community). Sebuah bangsa, bagi dia, adalah shared memory tentang jati diri mereka sendiri sehingga memungkinkan mereka bersatu.

Karena bisa mempengaruhi ruang public, maka ingatan terkadang dipolitisasi untuk tujuan-tujuan hegemonik penguasa. Dengan mempermainkan ingatan publik penguasa berharap kuku kekuasaannya dapat menancap lebih tajam. Orde baru, misalnya, ingatan publik dikontruksikan sedemikian rupa untuk meligitimasi kepentingan-kepentingan kekuasaannya. Umpamanya, monumen Pancasila sakti yang dibangun untuk mengenang Pahlawan Revolusi adalah upaya membenarkan wacana yang dibangun Orde Baru bahwa dirinyalah yang membawa perubahan dari penyelewengan Pancasila yang dilakukan oleh Rezim sebelumnya, terkhusus oleh PKI. PKI dianggap tidak Pancasilais dan dianggap musuh bangsa. Fakta sejarah bahwa pencetus Pancasila, Sukarno, yang terpengaruh oleh konsep Marxisme yang nota bene menjadi landasan utama ideologi PKI sama sekali diabaikan.

Kontruksi ingatan kolektif yang demikian juga kita temukan di sejarah-sejarah yang ditulis dan diajarkan dalam pendidikan kewargaan. Kita masih ingat bagaimana rezim Orde Baru menulis sejarah Serangan 11 Maret, misalnya, yang menonjolkan peran tokoh utama Orde Baru yang pada belakang hari mendapat protes dari para pelaku sejarah yang lain. Kemudian kita tentunya masih ingat bagaimana penguasa Orde Baru, dengan dasar shared memory yang ia ciptakan tentang PKI, memukul musuh-musuh politiknya dengan label komunis atau neo komunis sebagai pembenar. Pukulan ini sangat efektif, kala itu, untuk menjinakkan kritisisme yang tumbuh dalam masyarakat. Demikian itu adalah sedikit contoh kasus betapa politik ingatan benar-benar dimanfaatkan oleh penguasa untuk kepentingan dirinya. Dengan ingatan, publik dapat dibentuk/membentuk jati dirinya yang baru.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ingatan tidak hanya punya pengaruh pada level personal-individual tetapi juga bisa mempunyai dampak yang luar biasa di level publik atau masyarakat. Fungsi ingatan ini adalah untuk membentuk jati diri baru demi masa depan yang idealnya tentu diharapkan lebih baik. Ingatan memegang peranan penting dalam bertindak dan berbuat pada masa kini dan masa depan, sebab ingatan akan memberikan dampak berupa pelajaran berharga sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan apa yang seharusnya dilakukan. Individu atau masyarakat dapat menjadi eksistensi yang baru dan lebih baik setelah mengambil hikmah atau pelajaran dari masa lalu, hal itu jika dia bisa menyikapi secara arif masa lalu. Sebaliknya, individu atau masyarakat akan terbelenggu oleh masa lalu ketika ia tidak bisa membebaskan diri dari bayang-bayang ingatan masa lalu atau tidak bisa mengambil hikmah atau pelajaran demi masa depan yang lebih baik.[]

*Ahmad Atho’ Lukman Hakim
adalah pengajar di MAN 1 Gondanglegi Malang
Jawa Timur

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top