Oleh: Muhammad Hilal
Pengantar: Siapa itu kaum Stoik?
Kaum Stoik adalah para filsuf pasca Aristoteles yang menganut mazhab Stoisisme. Mazhab ini didirikan oleh Zeno of Citium (332-262 SM.). Stoa adalah istilah Yunani yang berarti beranda atau koridor suatu bangunan. Oleh karena Zeno mengajarkan filsafatnya di koridor Poikile, Athena, maka para filsuf itu disebut kaum Stoik.
Pengantar: Siapa itu kaum Stoik?
Kaum Stoik adalah para filsuf pasca Aristoteles yang menganut mazhab Stoisisme. Mazhab ini didirikan oleh Zeno of Citium (332-262 SM.). Stoa adalah istilah Yunani yang berarti beranda atau koridor suatu bangunan. Oleh karena Zeno mengajarkan filsafatnya di koridor Poikile, Athena, maka para filsuf itu disebut kaum Stoik.
Dalam kazanah Islam mereka disebut
dengan Ar-Rawâqiyûn—rawâq adalah terjemahan harfiah dari Stoa. Disebut demikian
karena Zeno mengajarkan filsafatnya di koridor Stoa Poikile
Para filsuf Stoik dikenal karena
ajaran mereka tetang etika. Menurut mereka, keutamaan tertinggi itu adalah
kesesuaian tingkah laku manusia dengan alam. Alam bergerak dalam ritme dan
rangkaian yang teratur. Tugas manusia adalah menyesuaikan dirinya dengan ritme
dan rangkaian itu. Dengan cara itu, kebahagiaan akan tercapai.
Namun bagaimana mempraktekkan ajaran
mereka di masa kini? Berikut ini adalah sebagian kiat-kiatnya.
Kiat 1.
Hal terburuk apa yang akan terjadi?
Hal terburuk apa yang akan terjadi?
Jika kamu pernah berpikir demikian,
berarti kamu seorang Stoik—dalam kadar tertentu. Bertanya demikian sebelum
melakukan sesuatu disebut “Visualisasi Negatif”, dan itu adalah salah satu alat
kaum Stoik agar bertindak secara bijaksana.
Pertanyaan ini membantu kita
bertindak hati-hati dan mempertimbangkan detil-detil dalam perencanaan. Dalam kebanyakan
kasus, rasa khawatir dan takut akan hal buruk apa yang akan terjadi tidak
terbukti benar.
Kaum Stoik menganjurkan agar kita membayangkan kehilangan sesuatu
yang sangat berharga, seperti sahabat atau keluarga. Menakutkan, memang. Tapi
bayangan seperti itu membuat kita menghargai mereka lebih dari biasanya.
Membayangkan bahwa sesuatu yang saat
ini kita punya dan sangat kita hargai tiba-tiba menghilang membuat kita
berpikir betapa beruntungnya kita. Inilah kekuatan “bersyukur”! Sains telah
membuktikan bahwa bersyukur adalah salah satu teknik terbaik menumbuhkan
kebahagiaan.
Bersyukur berarti berpikir bahwa
sesuatu terjadi tidak secara for granted. Bersyukur berarti tetap senang
meskipun hal-hal yang dulu baru, sekarang mulai terasa membosankan. Bersyukur berarti
tetap menikmati hidup.
Kiat 2.
Lakukan sebaliknya!
Lakukan sebaliknya!
Kaum Stoik sangat menghargai
ketenangan dan menganggap kemarahan hanya membuang-buang waktu.
Tapi apa yang harus kita lakukan
saat darah kita sedang mendidih? Paksa dirimu tetap tersenyum dan pelankan
suaramu.
Seneca (4 SM-65 M), salah satu
filsuf Stoik, percaya bahwa jika kamu bertindak tenang maka kamu akan menjadi
tenang. Ketika sedang marah, kata Seneca, ubahlah gejala-gejala kemarahan itu
menjadi sebaliknya! Kita harus paksa wajah kita rileks, suara kita pelan dan
langkah kaki kita tenang. Dengan sendirinya, suasana batin kita mengikut
suasana lahir.
Sains sudah membuktikan hal ini. Para
peneliti menemukan bahwa saat respondennya diminta tersenyum, mereka merasa
lebih lega dan bahagia.
Kiat 3.
Menahan keinginan.
Menahan keinginan.
Kaum Stoik sengaja keluyuran di
musim dingin tanpa menyandang mantel atau menghindari daging agar tetap merasa
lapar. Kenapa?
Sebab menahan keinginan membuatmu
bisa menghargai hal-hal yang selama ini kamu miliki. Kalau kamu tidak percaya,
cobalah teknik ini.
Jika kamu penggila kopi, cobalah
untuk tahan beberapa hari tidak meminumnya. Sekali kamu meminumnya, kamu akan
dapatkan bahwa kopi jauh lebih nikmat rasanya ketimbang jika kamu meminumnya
setiap hari.
Tak ubahnya seperti orang berpuasa,
seharian menahan lapar membuat makanan di hadapan kita menjadi lebih terasa
nikmat. Inilah kekuatan teknik “menahan diri”.
Selain itu, jurus “menahan keinginan”
bisa membuat kita menjadi lebih kuat meskipun menjalani hari tanpa sesuatu yang
kita inginkan. “Menahan keinginan” merupakan jalan mengontrol diri.
Kiat 4.
Tersandung adalah hal biasa.
Tersandung adalah hal biasa.
Oleh karena sadar betapa beratnya
menjalani kehidupan a la kaum Stoik ini, Epictetus (55 SM-135 M.) berkata
kepada para muridnya: maafkanlah dirimu sendiri!
Memaafkan diri sendiri berarti
bersedia mengulang dari awal lagi ketika kita menghadapi kegagalan. Memaafkan diri
sendiri berarti terus berusaha meskipun tersandung dan terjatuh. Teknik ini
ampuh untuk mengondisikan diri agar tidak mudah menyerah.
Marcus Aurelius (121-180 M.)
berkata, bahkan ketika kita tidak melakukan sesuatu dengan benar, kita telah
melakukan sesuatu yang berguna untuk diri sendiri.
Inilah jalan kritik diri. Kritik diri
adalah kesediaan untuk me-reset diri kita agar menjadi pribadi yang
lebih baik. Semakin kita terlatih melakukan kritik diri setelah gagal melakukan
sesuatu, semakin kita terlatih mengontrol diri sendiri, dan semakin pula kita
mendekat kepada kebahagiaan.
Penutup.
Empat kiat menjadi kaum Stoik di
atas hanyalah sebagian kecil dari banyak ajaran mereka. Untuk mendapatkan ulasan yang
lebih lengkap perihal ajaran-ajaran mereka, saya anjurkan membaca bukunya
William B. Irvine, A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy. Buku
ini bisa diunduh di sini.[]
subhanallah bangettt
ReplyDelete