[sumber] |
Oleh: Muhammad Jabir*
Jum’at tanggal 03 Oktober 2014 sang petani berjalan
menyusuri jalan kecil di tengah persawahan desa yang asri dan sepi dari polusi.
Sejak pagi ayunan paculnya tidak pernah berhenti dan melemah bahkan semakin
kencang.
Matahari semakin terik menyengat punggung sang petani dan
peluh berkucuran bagai hujan, Dari
tengah sawah terdengar suara bacaan Yasin dari masjid, pertanda dia harus
berhenti untuk salat Jumat sebagai kewajiban umat islam. Dan dalam khutbahnya
sang imam menyampaikan pesan untuk semangat bekerja karena itu merupakan
ibadah.
Sang petani tambah semangat bekerja setelah mendengar
khutbah dari imam salat Jumat tadi. Bulan ini hasil panen petani lebih banyak
dari biasanya dan dia menjualnya ke penadah. Namun hasil panennya nampaknya dibeli
dengan harga murah. Mau apa lagi, si petani terpaksa menjualnya dengan harga
murah karena hanya orang itu yang mau membeli dan apabila dijual ke luar desa
atau ke kota si petani tidak punya kendaraan untuk mengangkutnya dan jalan di
desa itu rusak dan sempit sehingga tambah mempersulit si petani.
Hari demi hari si petani terus bekerja dan bekerja untuk
mencukupi kebutuhan hidupnya dan sebagai amal ibadah yang dia yakini setelah
mendengar khutbah jumat itu.
Namun petani tidak sadar bahwasanya khutbah di hari jumat
itu pesanan seseorang agar petani tambah semangat bekerja dan keuntungannya
bertumpuk pada orang itu.Begitulah gambaran Indonesia saat ini. Bukan cuma rakyat
kecil saja yang berhasil diperalat oleh politikus-politikus kejam namun sang
kiai pun diperalat demi hasrat politik
sang politikus kotor.
Bulan Agustus, bulan di mana kita kita menentukan pilihan
kita dalam pesta demokrasi pemilihan presiden. Lucu sekali kita lihat televisi
menyiarkan berbagai kegiatan calon presiden dari santunan hingga pengajian yang
semua itu tak ubahnya pesanan dari politikus-politikus kejam yang mengiginkan kemenangan
di pemilihan presiden. Masyarakat diadu domba lewat televisi untuk mendukung
atau membenci calon presiden. Seperti contoh TVOne yang menyiarkan kebaikan Prabowo
dan sedikit menyindir Jokowi. Begitu pula Metro TV menyiarkan kebaikan Jokowi
dan menyindir Prabowo.
Lalu bagian mana lagi yang selamat dari manipulasi
politik anjing-anjing demokrasi di senayan itu?!
Rapat Paripurna seakan jadi mainan politik sang politikus.
Saling baku hantam dan saling berteriak demi kepentingan sendiri dengan dalih
demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Demokrasi yang mana? Demokrasi yang
membiarkan rakyat tertindas atau demokrasi yang membiarkan anak kecil tak
sekolah dan kelaparan dan mengemis untuk makan?
Apa itu Demokrasi yang membiarkan para pencuri uang rakyat?
Demokrasi seharusnya membawa kesejahteraan bagi rakyat
Indonesia. Demokrasi seharusnya memberikan makanan bagi rakyat yang kelaparan.
Memberikan sekolah dan pekerjaan pada
pengangguran.
Mari kita merenung bersama di mana posisi mahasiswa saat
ini. Hanya di kampus dan hanya melihat fenomena tersebut seperti kucing atau
seperti anak kecil yang hanya bisa bermain di sekolah? Apa gunanya mahasiswa
jika tidak pernah mencoba melakukan sesuatu untuk negaranya? Maka sebenarnya
mereka adalah seperti anak TK atau SD yang hanya menerima pelajaran namun tidak
ada aksi.[]
0 komentar:
Post a Comment