Saturday, December 8, 2012

Makanan Mak Marni

7:39 PM



Oleh : Imron Haqiqi

Pikiranku terus bergelayut pada cerita Reni tadi pagi, cerita bahwa Marni tetangga sebelahku itu tidak pernah makan. Aku masih tak percaya dengan cerita itu, ingin rasanya aku segera sampai pada waktu yang telah direncanakan oleh Aku dan Reni tadi pagi, ingin cepat memastikan, apa ada manusia selama hidupnya tidak pernah makan, hanya karena nafsu birahinya. Tapi, cerita itu ada kemungkinan benarnya juga, soalnya badan Marni itu kurus sekali. Tapi dia tak pernah terdengar mengeluh kekurangan atau tidak punya uang, bahkan keluar rumah pun dia tak pernah. Mungkin cuma di halaman rumahnya, itu pun cuma menyiram bunga, selain itu tidak. semenjak dia tinggal di sini mulai dua tahun yang lalu Aku juga tidak pernah melihatnya bekerja, Aku tidak tau dia bekerja apa, pun ketika aku bertanya pada warga di wilayah sini, tak satupun dari mereka yang tahu apa pekerjaannya.

Sebenarnya keganjilan tentang Marni tetangga sebelahku itu sudah lama membenak dalam pikiranku, namun, Aku tidak pernah berani melontarkan keganjilan ini kepada siapa pun. Aku takut ketika keganjilan dalam pikiranku ini dilontarkan Aku disangka penyebar fitnah. Kubiarkan keganjilan itu menggenang  dalam fikiranku. “Lagian tidak ada hubungannya denganku,” batinku. Tapi, entah mengapa keganjilan itu seperti burung yang ingin keluar dari sangkarnya, sehingga Aku tak mampu menahannya terus menerus. Kebetulan, tadi pagi Aku ngobrol dengan Reni di beranda rumahku, disela-sela obrolan Aku mencoba memberanikan diri melontarkan keganjilan itu:

“Ren, kira-kira si Marni itu pekerjaannya apa ya? Kok sepertinya dia selama dua tahun tinggal di sini—Aku tidak pernah melihatnya bekerja. Tapi, kulihat pula dia tidak pernah kekurangan.”

“Ya bagaimana mau kekurangan, lawong dia tidak pernah makan,” tukas Reni. Mendengar perkataan itu, seketika aku kaget.

“Maksud kamu?” Lanjutku, penasaran.

“Iya, dia itu memang tidak pernah makan”.

“Ahh, jangan ngawur kamu, mana ada manusia di dunia ini yang tidak pernah makan. Makan, kan, kebutuhan primer manusia.”

“Iya, memang. Dia memang tetap makan, tapi makannya berbeda dengan kita”.

“Maksudmu? Sebentar ren! Aku semakin tidak mengerti perkataanmu ini, kamu jangan ngomongin orang sembarangan ahh! Nanti kamu bisa-bisa kuwalat lo..!! Terus. memangnya dia makan apa kalau memang makannya berbeda sama kita?” Tanyaku masih kebingungan.

“Ya sudah kalau kamu gak percaya, kamu lihat saja sendiri nanti.” Jawabnya, acuh.

“Iya, tapi dia makannya apa?”

“Dia itu makanya bukan nasi layaknya kita, tapi dia makannya sesuatu yang bersifat keintiman. Jadi, dia itu makannya adalah segala sesuatu yang keluar dari alat kelaminnya ataupun yang keluar dari alat kelamin orang lain.”
Semakin Reni menjelaskan semakin aku tidak mengerti. Aku sudah tidak bisa lagi melontarkan kebingungan ini dalam sebuah perkataan. Percuma, dari tadi aku tidak mengerti.

Kutatap mata Reni. Berharap Reni melanjutkan penjelasannya. Reni membalas tatapanku sembari tersenyum.

~***~

Kenapa? Bingung, kan? memang sulit diterima dengan akal, mulanya. Aku juga tidak percaya, kok. Aku memang belum tau kepastiannya, tapi Aku bisa percaya ketika Reno, sepupuku, datang dari Jakarta. Suatu waktu ketika Reno berlibur di rumah, Aku ajak dia jalan-jalan di sekitar kampung ini sambil ngobrol, tepat di depan rumah Marni. Tiba-tiba Reno kaget melihat seorang perempuan yang pakai rok mini serta cuma pakai kaus kutang, kelihatannya dia sedang menyiram bunga di depan rumahnya.

“Mak Marni!” Kata Reno, heran

“Siapa, Ren? Kamu kenal sama dia?”

“Aku tidak kenal sama dia, tapi di jakarta  siapa yang tidak tahu sama dia. Dia dari Jakarta, kan?” Reno balik tanya padaku.

“Iya, dia dari Jakarta.”

“Tidak salah lagi, dia adalah Mak Marni yang jadi buah bibir orang-orang Jakarta.”

“Memangnya dia siapa, Ren? Artis, Pejabat, Pengusaha, atau sebaliknya, dia adalah napi?”

“Bukan, dia bukan salah satu dari itu, tapi dia melebihi dari itu semua. Dia adalah skandal seks paling fenomenal di Jakarta. Menurutnya, seks adalah segalanya. Dia tidak pernah makan. Segala yang keluar dari alat kelaminnya sendiri maupun orang lain adalah makanannya. itulah makanan pokoknya.”

Aku yang mendengar cerita itu merasa jijik, tapi aku tetap diam mendengarkan kelanjutan cerita Reno.

“Dulu ketika suaminya masih hidup, dia makan layaknya kita, nasi. Tapi, ketika suaminya meninggal dia berubah. Dia menjadi skandal seks dan tidak lagi makan nasi. Tapi malah makan sesuatu yang keluar dari alat kelamin. Banyak skandal seks di Jakarta yang menjadi temannya, tapi tak seskandal Mak Marni. Sampai salah satu teman skandalnya bertanya padanya, kenapa Mak Marni sampai seskandal itu. Dia menjawab, ‘Suamiku adalah satu-satunya orang yang paling aku cintai di dunia ini. Dia hebat bercumbu. Dia adalah satu-satunya orang yang bisa memuaskan nafsu birahiku. Tapi takdir berkata lain, dia lebih dulu meninggalkanku. Maka sejak itulah aku merasa haus dengan seks dan sejak itu pula pula Aku tidak punya nafsu untuk makan. Aku Cuma ingin kepuasan dalam bercumbu, seperti cumbuan suamiku. lebih baik Aku mati karena tidak makan, daripada Aku mati karena tidak ngeseks. Aku merana dengan kehausanku ngeseks dengannya. Entah dia punya kekuatan apa dalam mencumbuku higga Aku tidak bisa lepas dengan cumbuannya. tapi apa boleh buat, dia telah tiada. Akhirnya, demi mempertahankan hidupku, Aku memutuskan untuk mencari kepuasan nafsu birahiku, apapun risikonya. Tapi, setiap laki-laki yang ngeseks denganku tidak ada yang bisa memuaskanku layaknya suamiku, padahal sampai Aku makan  air mani setiap laki-laki yang pernah ngeseks denganku, kulumat-lumat alat kelaminnya, sampai ketika aku makan air mani. Aku selalu mengingat suamiku ketika dia bercumbu denganku, tapi Aku tak pernah merasa puas, cuma sedikit menyembuhkan rasa hausku akan seks. Tapi, tak lama kemudian rasa haus akan seks itu datang lagi, yang mana ketika rasa itu datang mengharuskanku untuk mencari laki-laki yang bisa menyembuhkan.’ Kehausan Mak Marni akan seks terus berkelanjutan. Jika dia membutuhkan seks, dia pasti mencari laki-laki yang bisa menyembuhkannya, tak peduli siapa saja laki-laki itu, pacar siapa, suami siapa, semuanya pasti dirayunya, bahkan suami-suami tetangganya pun dirayu, diajak untuk ngeseks dengannya. Kejadian itu terdengar oleh para istri suami-suami tersebut yang pernah ngeseks dengan Mak Marni. Akhirnya, Mak Marni didemo oleh massa, dituntut untuk segera pergi dari kampung. Rumahnya berantakan dilempari batu, tapi Pak Lurah merasa kasihan sama Mak Marni, karena Pak Lurah tahu bahwa pekerjaan Mak Marni itu memang kebutuhannya. ‘Layaknya kita butuh makan,’ Pak Lurah meyakinkan. Akhirnya, dia masih dikasih kesempatan untuk tinggal di kampung itu, tapi dengan syarat, Mak Marni dilarang mendekati laki-laki disekitar kampung. Mak Marni pun dengan ratapan tangis mengiyakan tawaran Pak Lurah tersebut. Selang beberapa lama, Mak Marni memang tidak pernah mengganggu laki-laki, termasuk laki-laki di kampungnya, bahkan dia tidak pernah keluar rumah. Tapi ternyata salah seorang warga memergoki dia di dalam rumahnya melakukan pekerjaan yang memalukan. Dia onani, dan setelah orgasme, dia menjilatinya dengan menggunakan tangannya. ‘Dia menjilat seperti menjilat kecap,’ tukas salah satu warga tersebut. Berita itu terdengar oleh Pak Lurah dan Pak Lurah merasa kelakuan Mak Marni tersebut sangat keterlaluan. Akhirnya dia diusir dari kampungnya secara tidak hormat. Maka sejak itulah Mak Marni pergi dan menghilang, tak pernah lagi terdengar berita tentangnya, sampai kutemukan dia di sini.”

“Selama di sini apakah dia tidak melakukan seperti yang kuceritakan tadi?” Tanya Reno padaku

“Tidak, dia tidak pernah melakukan itu. Tapi aku kurang tahu juga, soalnya kelihatannya selama dua tahun di sini dia tidak pernah keluar rumah. Paling-paling cuma menyiram bunga setiap pagi,” jawabku

“Ooo…” Reno mengakhiri obrolan. Perjalanan pun kami lanjutkan sampai kerumah.

Mendengar cerita reno tadi, ingin sekali Aku masuk kerumah Marni itu, tapi selama ini aku tidak pernah menemukan waktu yang tepat.

“Bagaimana kalau kapan-kapan kita intip dia sama-sama? Apa yang Dia lakukan di dalan rumahnya.” Ajak Reni padaku.

Aku yang sedari tadi termangu mendengar cerita Reni yang panjang lebar, membuat aku merasa penasaran, dan dengan antusias Aku mengiyakan ajakan Reni tersebut. “Boleh! Boleh! Boleh!” Jawabku senang

~***~

Malam yang kelam tanpa sinar bintang dan rembulan, karena awan mendung menutupi keindahannya, serta anginnya yang berhembus menusuk pori-pori kulit yang kian kering. Jam telah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, di mana Aku dan Reni sudah siap untuk mengintip Marni di rumahnya. Menurut kami malam ini adalah waktu yang tepat. Mengendap-ngendap kami memasuki halaman rumah Marni. Sesampainya di belakang rumahnya, secara perlahan kami menyandarkan tangga bambu yang telah kami bawa dari rumah dan menaiki tangga tersebut. Setelah kami berada di atas atap rumah Marni, dengan perlahan  kami membuka satu genting atap tersebut. Kulihat ke dalam melalui lubangnya. “Astaga!!” Aku terkejut melihat Marni yang sedang telanjang bulat dan terlentang di atas ranjangnya, menjilati darah yang keluar dari selangkangannya, serta dengan mata terpejam seperti merasakan kenikmatan dari darah yang dijilatinya. Aku kaget sekali melihat kejadian itu, hingga membuat Aku tak lama kemudian terlentang di atas atap tersebut dan tidak sadarkan diri.

Yogyakarta, 11-11-2012

*Imron Haqiqi
adalah mahasiswa Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin,
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

sumber gambar: pexels.com

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top