[sumber] |
Cara pandang terhadap sesuatu
mungkin salah, namun tidak ada yang memastikan kebenarannya. Cara pandang bisa
jadi dipandu oleh kepentingan atau akumulasi pengetahuan yang tidak disadari.
Keragaman cara pandang mencerminkan majemuknya kepentingan dan batas-batas
pengetahuan yang dimiliki seseorang.
Bertemunya dua tokoh yang dulu
berkompetisi dalam Pilplres beberapa waktu yang lalu: Joko Widodo dan Prabowo
menimbulkan berbagai macam tafsir dan cara pandang. Bagi sebagian orang hal itu
dimaknai kenegarawanan keduanya yang dapat membangun iklim demokrasi yang
sehat. Sebagian yang lain menaruh curiga, itu hanya panggung depan yang tidak
mencerminkan kenegarawanan yang sesungguhnya.
Peristiwa ibarat teks. Dia bebas
untuk ditafsir oleh pembaca. Namun, sebagai pembaca yang bijak alangkah
bagusnya jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) pembacaan hendaknya dirangkaikan pada niat yang
baik, artinya mengintegrasikan dengan
kehendak baik kita. (2) Disamping mencurigai teks hendaknya pembaca juga
mencurigai dirinya sendiri hingga timbul keseimbangan. (3) Alangkah baiknya
pembaca sebelum menarik kesimpulan mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi
berkaitan dengan teks yang dibaca. (4) Agar tidak timbul kesewenang-wenangan
penafsiran, hendaknya pembaca juga mengakui kerelatifan bacaannya. (5) Oleh
karena itu, hendaknya pembaca juga mengantisipasi akibat bacaannya jika dibawa
ke ruang publik.
Bacaan yang hanya dilandasi emosi semata-mata
tidak akan mendapat tempat di masyarakat yang sudah dewasa. Sejarah pasti akan
memberikan hukumannya sendiri dengan diacuhkan bahkan dibuang dalam selokan
sejarah manusia.[]
0 komentar:
Post a Comment