Tuesday, February 24, 2015

Warisi yang Fiksi

8:10 AM

[sumber]

Oleh: Halimah Garnasih

Cantaka Yucantiku Cantiykan, Din,
Mbuh!
            Percayalah, hidup ini rumit, Din!
            Opo iyo?
Sedang mata dan tangan tetap berkelana pada titi kolo mongsonya
Namun wajahnya yang akrab dengan semut di rumah ini terbayang pada lantai yang hijau muda
Mulailah ada hati  yang menjalar…
Apa iya, kerumitan itu benar
Barangkali lebih rumit dari wajahnya
Apa mungkin skenario hidupnya juga rumit?
Serumit makna kata yang meluncur di antara kedua bibirnya
Serumit ucapan dan tindakannya
Darsam, Din!
Lalu si Darsam yang pernah singgah dalam bagasi imaji turun dari andong
Berjalan tegap, wajahnya yang nDarsam, dan pusat peradabannya yang tak fungsi
Ora yo! Uwadoh puoolll
            Buku dan Putut EA
            Senyum-senyum di atas cangkir kopi yang berantak
Piuuh… hahaha
Aku menggeleng dan mengangkat tangan
Datang lagi, dengan masyarakat semutnya
“Aku harus menyelamatkan mereka, Din!”
Bengong, dan mantap mengangguk.
“Semoga kau berhasil menjadi pemimpin! Dan masyarakat semutmu selamat sejahtera”
Aamiin
            Oh, belum khatam
Suaranya yang kini kerap datang
Menyodorkan nama-nama dan karakter-karakter perempuan
“Mengapa aku”?
“Please…”
“Mengapa tanya, bukankah tentangnya hidupmu telah lalu-lalang dan makan garam?”
“Di depannya aku mati, Din!”
“Hahaha. Sudah-sudah. Sudah saatnya berhenti. Mulailah menanam baik dari keningnya”
Kukira masih fiksi
Eee… janur kuning melengkung!
Di antara sukmanya dan jiwa perempuannya
Tak hanya aku, kamu, dia dan mereka
Barangkali, hidup sendiri mulanya sudah fiksi

Jogja, 2015

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top