Monday, January 28, 2013

Ilusi Negara Islam

5:39 AM

Oleh: Abdul Rahman Wahid*




[Judul Buku: Ilusi Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia | Editor: KH. Abdurrahman Wahid | ISBN: 978-979-98737-7-4 | Penerbit: The WAHID Institut Seeding Plural and Peaceful Islam, MAARIF, dan gerakan bhinneka tunggal ika | Tahun Terbit : 2009]


Islam di Indonesia prosentasenya memang paling tinggi dari pada agama lain yang ada di Indonesia ini. Tetapi, bukan berarti prosentase ini menjadi bahan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, mengingat Indonesia lahir dari sebuah bangsa yang tingkat pluralitasnya sangat tinggi. Mulai dari budaya, etnis, bahasa, serta dalam hal keyakinan Indonesia dihuni oleh para pemeluk agama yang berbeda-beda. Pluralitas ini merupakan suatu kekayaan yang tak ternilai; kekayaan yang harus dipertahankan dan dilestarikan demi terciptanya keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Untuk itu, toleransi di Indonesia ini harus diperjuangkan tanpa memandang perbedaan.
Dengan modal pluralitas itulah Pancasila dilahirkan sebagai ideologi negara. Ideologi yang berasal dari kompleks nilai yang telah mengakar dan menjadi spirit kehidupan manusia-manusia yang berasal dari suku bangsa yang berbeda-beda. Nilai-nilai itu kemudian digali dan dirumuskan secara padat menjadi dasar keyakinan bersama masyarakat Indonesia.

Buku “Ilusi Negara Islam; Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia” diterbitkan oleh sebuah institusi non-pemerintah, LibForAll Foundation, yang bergerak dalam memperjuangkan terwujudnya kedamaian, kebebasan dan toleransi di seluruh dunia. Buku tersebut mengupas secara gamblang tentang apa yang dimaksud dengan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin, toleran, moderat, menghargai sesama, dan agama perdamaian. Selain itu dikupas juga tentang Islam garis keras dari sejarahnya, sistemnya, pemahamannya, cara kerjanya, visi-misinya juga sekaligus para konseptor, eksekutor dan provokatornya.

Untuk itu, aliran garis keras yang memperjuangkan misinya merubah negara bangsa menjadi negara agama, mengganti ideologi Pancasila dengan Islam versi mereka, Hukum Konstitusional diganti dengan Hukum Syari’ah, atau bahkan menghilangkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) kemudian menggantinya dengan Khilafah Islamiyah. Melalui infiltrasi-infiltrasi di semua sektor kehidupan masyarakat Indonesia dari kaum pinggiran hingga kaum elit negara, retorika yang mereka manifestasikan atas nama Islam, serta jargon-jargon yang mereka koarkan ‘jihad’ merupakan hasil perkawinan Wahabi-Ihwanul Muslimin. Dua ideologi besar Islam garis keras, dua ideologi pettro dollar dengan sumber minyaknya telah menyusup ke Indonesia melalui kucuran dana yang mereka kirimkan.

Islam versi mereka yang dibawa dari tradisi dan budaya asing Timur Tengah, atau kebiasan Wahabi-Ihwanul Muslimin, berusaha keras menolak tradisi dan budaya yang mengakar dan telah menjadi bagian hidup bangsa Indonesia. Oportunisme, radikalisme, ekstrimisme, bahkan anarkisme telah dipraktekkan beberapa ormas dan parpol di Indonesia seperti, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dengan slogannya “Selamatkan Indonesia dengan Syari’ah”, FPI (Front Pembela Islam) “Krisis multidimensi akan berakhir dengan diberlakunya Syari’ah Islam”,  MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) “penegakan Syari’ah melalui institusi negara merupakan satu-satunya jalan keluar untuk mengatasi kemelut bangsa”, PKS (Partai Keadilan Sejahtera) “Islam adalah solusi”, dan lain sebagainya. Perbuatan yang menurut mereka memperjuangkan agama Islam tersebut sebenarnya telah mencoreng nama baik Islam itu sendiri, sebagai agama toleran, moderat, dan agama perdamaian.

Dua ormas besar di Indonesia (baca: Nahdlatul Ulama dan muhammadiyah) merupakan organisasi Islam moderat dan toleran serta melestarikan tradisi, yang menjadi misi luhur nenek moyang dan Pendiri Bangsa. Keduanya menolak dengan tegas ide Khilafah Islamiyah atau pun Negara Islam yang dikampanyekan oleh kelompok-kelompok garis keras ke dalam Islam Indonesia dan dianggap sebagai ancaman bagi keutuhan NKRI. Hal ini karena kalangan garis keras itu menganggap kafir bilamana ada pemahann tidak sama dengan pemahaman garis kerasnya. Karena itu, Islam garis keras menganggap apa yang dikerjakan Islam Indonesia menyimpang dari ajaran Islam dan menganggapnya bid’ah.

Tuduhan “Anti-Islam” oleh kelompok-kelompok garis keras kepada para penentang paham mereka pada dasarnya merupakan bentuk teror teologis yang memanfaatkan sentimen keagamaan. Tuduhan seperti ini sangat efektif karena menciptakan rasa takut di kalangan sebagian orang Islam. Amir MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Abu Bakar Ba’asyir bahkan pernah mengancam, “jika pemberlakuan syari’ah Islam dihalang-halangi maka umat Islam wajib berjihad,” tegasnya, seakan-akan semua orang Islam setuju dengan pandangannya. Terobsesi dengan pemberlakuan syari’ah Islam secara formal, Ba’asyir selalu mengulang-ulang penegasannya: “Berjihad untuk melawan kaum kuffar yang menghalangi dan menentang berlakunya syari’ah Islam adalah wajib dan amal yang paling mulia.” Amir MMI itu menuding para penentang sebagai kafir.

Sajian data yang aktual dan penjabaran yang luas serta penafsiran dalil-dalil yang mendetail memberikan pemahaman kepada pembaca tentang Islam yang sebenarnya, Islam rahmatal lil’alamin, Islam yang menerima Pancasila dan UUD 1945, serta Islam yang memperjuangkan keutuhan NKRI.

Penulis teringat dengan perkataan Gus Dur, “Indonesia harus menjadi negara demokrasi yang kecil pengaruh militernya dan tidak ada fundamentalisme Islam. Lebih baik negara yang didominasi militer yang setidaknya bisa melindungi hak-hak minoritas keagamaan, kesukuan dan kesatuan nasional, daripada sebuah negara Islam yang tidak santun terhadap pluralitas.” Untuk itu, lebih jelasnya saya rasa buku ini menjadi buku wajib untuk dibaca umat Islam Indonesia.

Selamat membaca.[]

Abdul Rahman Wahid 
adalah mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, UIN Yogyakarta.

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top