Oleh: Muhammad Adib*
(1)
Farid Esack (lahir pada tahun 1959 di Wynberg, sebuah kota bagian dari Cape
Town, ibu kota Afrika Selatan) adalah seorang intelektual Muslim, penulis dan
aktivis politik yang terkenal karena perlawanannnya yang gigih bersama Nelson
Mandela terhadap rezim Apartheid. Dia juga dikenal sebagai aktivis kesetaraan
gender (gender equity) dan dialog antaragama (inter-religious
dialogue). Pada tanggal 31 Oktober 2012 yang lalu, guru besar pada University
of Johannesburg Afrika Selatan ini menjadi salah satu pembicara pada konferensi
bertajuk “The Boundaries of Religious Pluralism & Freedom: The Devil is in
the Detail” yang diselenggarakan oleh Alwaleed Bin Talal Center for Muslim-Christian
Understanding (ACMCU) Georgetown University Washington DC Amerika Serikat
sebagai respon lanjutan dari “A Common Word”.
Pendidikan dasar dan menengahnya dimulai dari Bonteheuvel, sebuah daerah
pemukiman yang diplot oleh rezim Apartheid khusus warga kulit hitam. Pada tahun
1974, dia pergi ke Pakistan melanjutkan studi di Seminari (Islamic College)
atas dana beasiswa hingga meraih gelar sarjana bidang teologi Islam dan
sosisologi pada tahun 1982. Tahun 1990, Esack kembali ke Pakistan, melanjutkan
studi di Jami‘ah Abi Bakr Karachi dan pada tahun 1994 meraih gelar magister
pada bidang studi al-Qur’an (Qur’anicStudies). Pada tahun itu juga, dia menempuh
program doktor pada Pusat Studi Islam dan Hubungan Kristen-Muslim (Centre for
the Study of Islam and Christian-Muslim Relations/CSIC) di University of
Birmingham (UK) Inggris. Puncaknya, tahun 1996, dia berhasil meraih gelar doktor
di bidang Qur’anic Studies dengan desertasi berjudul Qur’an,
Liberation and Pluralism: an Islamic Perspective of Inter-religious Solidarity
against Oppression yang setahun kemudian diterbitkan menjadi buku.
Pemikiran Esack sangat dipengaruhi oleh kehidupan masa lalunya yang getir
dan berliku. Dia berasal dari keluarga yang sangat miskin dan teraniaya oleh
sistem politik rezim Apartheid. Selain itu, di Afrika Selatan dia menyaksikan
ketertindasan umat Islam yang minoritas, baik dalam hal ras, agama maupun
gender. Hal yang sebaliknya dia saksikan di Pakistan (1974-1982), di mana umat
Islam yang mayoritas—terutama kalangan elit—justru melakukan penindasan
terhadap umat Hindu dan Kristen yang minoritas. Seluruh pengalaman hidup itu
membentuk Esack sebagai seorang sosok yang sangat sensitif terhadap penindasan.
Di antara karya-karya Esack adalah:
1. The Struggle (1988).
2. But Musa Went to
Fir’aun! A Compilation of Questions and Answers about the Role of Muslims in
the South African Struggle for Liberation (1989).
3. Qur’an, Liberation
and Pluralism: An Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Against
Oppression (1997).
4. Islam and Politics (1998).
5. On Being a Muslim:
Finding a Religious Path in the World Today (1999).
6. The Qur’an: A
Short Introduction (2002).
(2)
Pada bagian pendahuluan dari bukunya, The Qur’an: A User's Guide
(2005), Farid Esack membuat tipologi bagaimana pembaca teks al-Qur’an, baik
dari kalangan Muslim maupun non-Mulsim, berinteraksi dengan al-Qur’an. Menurut
Esack, pembaca al-Qur’an bisa dipilah menjadi enam tipe, tiga tipe dari
kalangan Muslim dan tiga tipe dari kalangan non-Muslim. Enam tipe tersebut
adalah:
◙ Dari kalangan Muslim
(insiders):
1. Pencinta yang tidak
kritis (the uncritical lover), yakni kebanyakan umat Islam yang
memperlakukan al-Qur’an sebagai “emas dan permata” tanpa pernah tahu apa makna
dan kegunaannya. Mereka tenggelam dalam kedamaian di saat berinteraksi dengan
al-Qur’an, tanpa merasa perlu mempertanyakan apapun.[2]
2. Pencinta yang kreatif
(the scholarly lover), yaitu para pemerhati kajian al-Qur’an dengan
berbagai pendekatan yang memperkaya pemahaman tentang al-Qur’an. Masuk dalam
kelompok ini kebanyakan para ulama ahli ilmu al-Qur’an dan tafsirnya, semisal
Jalāl al-Dīn al-Suyūthī (1445-1505), Abū al-‘Alā Mawdūdī (1903-1979), Muhammad
Husayn al-Thabāthabā‘ī (1904-1981), ‘Ā’isyah ‘Abd al-Rahmān atau
Bint al-Syāthi‘ (1913-1998) dan Muhammad Asad (1900-1992).[3]
3. Pencinta yang kritis
(the critical lover), yaitu para pemerhati kajian al-Qur’an yang
berusaha melakukan interpretasi sekaligus dekonstruksi secara kritis. Masuk
dalam kelompok ini beberapa tokoh berpikiran kritis, semisal Fazlur Rahman
(1919-1988), Mohammed Arkoun (1928–2010), Nashr Hāmid Abū Zayd (1943-2010)
dan Fuat Sezgin (1924-....).[4]
Dari tiga tipe di atas, Esack memposisikan dirinya
pada tipe ketiga, yaitu the critical lover. Hal ini nampak sekali dari
pernyataannya berikut ini:
I am a critical and progressive Muslim, a student of the Qur’an with a respect for all serious scholarly endeavor. I have thus calmly described and critiqued various positions without impugning the motives of any particular group of scholars.[5]
◙ Dari kalangan
non-Muslim (outsiders):
1. Sahabat sang pencinta
(the friend of lover), yakni peneliti outsider yang mengkritisi
al-Qur’an dengan ragam pendekatan serta memberikan kontribusi yang berharga
bagi umat Islam. Masuk dalam kelompok ini sejumlah sarjana non-Muslim yang
memiliki pandangan yang simpatik, meskipun kritis, terhadap al-Qur’an pada
khususnya dan Islam pada umumnya, semisal Wilfred C. Smith (1916-2000), Montgomery
Watt (1909-2006), William A. Graham (1933-....) dan Kenneth Cragg (1913-2012).[6]
2. Mata-mata atau
pengintai (the voyeur), yakni peneliti outsider yang mengkritisi
al-Qur’an dan melemahkan al-Qur’an—kadangkala secara membabi-buta. Namun, di
saat lain, dia tetap mengakui hal-hal yang positif dari al-Qur’an sejauh
diungkapkan dengan argumentasi yang meyakinkannya. Masuk dalam kelompok ini
adalah, misalnya, John Wansbrough (1928-2002), Michael Cook (1940-....), Patricia
Crone (1945-....) dan Andrew Rippin (1950-....).[7]
3. Peneliti anti-Islam (the
polemicist), yakni peneliti outsider yang pandangannya tentang
al-Qur’an selalu negatif. Menurut Esack, kelompok mata-mata “the voyeur
pada saat tertentu bisa berubah menjadi kelompok ini.[8]
Namun, sebenarnya ada sejumlah nama yang secara permanen masuk dalam kelompok
terakhir ini, yakni orang-orang yang memang sangat membenci Islam. Sebut saja,
misalnya, Ibn Warraq yang menulis The Origins of the Koran: Classic Essays
on Islam’s Holy Book (1998) dan What the Koran Really Says: Language,
Text, and Commentary (2002).[9]
(3)
Meskipun berkenaan dengan pembacaan al-Qur’an, tipologi yang dibuat oleh
Farid Esack itu sebenarnya bisa dibawa kepada berbagai bidang lain dari studi
Islam (Islamic studies), baik yang dilakukan oleh kalangan Muslim maupun
non-Muslim. Artinya, para pengkaji Islam bisa dipilah-pilah ke dalam enam tipe
di atas, sesuai dengan motivasi, materi dan kecenderungan yang terkandung dalam
pemikiran yang dilontarkannya. Pada saat tertentu, tipologi versi Esack
tersebut, terlepas dari kekurangan yang bisa jadi muncul, cukup membantu dalam
memahami pemikiran tertentu tentang Islam, bahkan yang dikemukakan oleh seorang
pembenci Islam (anti-Islam) sekalipun.[]
Yogyakarta, 17 Januari 2013.
Muhammad Adib
adalah Dosen STAI Al-Qolam Gondanglegi Malang, sekarang sedang melanjutkan studi di Program Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sumber:
1. A. Khudori Soleh,
“Kerjasama antarumat Beragama dalam al-Qur’an: Perspektif Hermeneutika Farid
Esack”, http://www.scribd.com (akses tanggal 15 Januari 2013).
2. Bennett, Clinton.
2005. Muslims and Modernity An Introduction to the Issues and Debates.
London dan New York: Continuum.
3. Esack, Farid. 2007. The
Qur'an: A User’s Guide. Cetakan II. Oxford: Oneworld Publications.
4. “Farid Esack”,
http://en.wikipedia.com (akses tanggal 13 Januari 2013).
5. “Major 'A Common
Word' Events”, http://www.acommonword.com (akses tanggal 14 Januari 2013).
6. Musaji, Sheila. 2013.
“A Who’s Who of the Anti-Muslim/Anti-Arab/Islamophobia Industry”,
http://theamericanmuslim.org (akses tanggal 16 Januari 2013).
[1] Intisari dari: “Farid
Esack”, http://en.wikipedia.com (akses
tanggal 13 Januari 2013); “Major 'A Common Word' Events”, http://www.acommonword.com (akses
tanggal 14 Januari 2013); dan A. Khudori Soleh, “Kerjasama antarumat Beragama dalam
al-Qur’an: Perspektif Hermeneutika Farid Esack”, http://www.scribd.com
(akses tanggal 15 Januari 2013).
[9] Sheila Musaji, “A Who’s Who of the
Anti-Muslim/Anti-Arab/Islamophobia Industry”, http://theamericanmuslim.org (akses
tanggal 16 Januari 2013).
[10] Clinton Bennett, Muslims
and Modernity An Introduction to the Issues and Debates (London dan New
York: Continuum, 2005), halaman 105. Gambar ini sedikit berbeda, meskipun
berkesimpulan sama, dengan yang termuat dalam: Esack, The Qur’an.,
halaman 3.
0 komentar:
Post a Comment