Oleh: Abdul Rahman Wahid
Judul:
The Leadership Secrets of
SOEKARNO
Penulis:
Argawi Kandito
Penerbit:
ONCOR Semesta Ilmu
Tahun:
2012
Tebal:
x + 124 halaman
ISBN:
978-602-96828-8-5
Ir. Soekarno, yang akrab
dengan sapaan Bung Karno, adalah sebuah nama
yang mengingatkan kita semua akan masa-masa perjuangan Indonesia dari
penjajahan bangsa-bangsa kolonial. Peran besar Bung Karno dalam
kemerdekaan bangsa Indonesia tidak
terhitung jumlahnya. Maka dari itu, bukan hal yang
tidak mungkin jika beberapa gelar disandingkan
pada beliau.
Presiden RI (Republik Indonesia) pertama, sekaligus sang
proklamator kemerdekaan ini, yang merupakan sebagian gelar bagi Bung Karno, hingga saat ini namanya masih harum dan dikenang di Bumi Pertiwi tercinta.
Berbagai tulisan dalam beberapa bentuk kajian telah secara khusus membahas sang tokoh proklamator tersebut dan hingga sekarang masih menjadi tokoh
yang tetap hangat untuk dikaji. Karena kehadiran sang proklamator menuai pro-kontra di
kalangan masyarakat Indonesia, tidak sedikit yang
menjelekkan sosok Bung Karno, meskipun tak sedikit pula yang menyanjungnya.
Buku sederhana yang ditulis oleh Argawi Kandito (Syaikh Pandrik) ini adalah buku kesekian kali dari buku-buku lain yang membahas
tentang Bung Karno. Penulisan yang dilakukan dengan cara pendekatan
metafisik-spiritual dan penggalian data melalui wawancara langsung dengan
Soekarno yang sudah wafat menjadikan buku ini merupakan satu-satunya buku yang
membahas Soekarno dengan cara unik yang menarik untuk dibaca.
Buku yang hanya menyajikan dua bagian utama ini membahas
secara lengkap tentang Bung Karno. Meskipun data yang disajikan masih terlalu
minim namun setidaknya bisa memberi penjelasan
tentang pro-kontra tentang tulisan-tulisan yang pernah terbit sebelum buku yang
ditulis Argawi Kandito ini.
Bagian pertama buku ini menjelaskan kisah perjalanan hidup
Soekarno mulai dari proses belajar kepada kedua orang tuanya, para tokoh yang
menjadi inspiratornya, pergulatannya dalam organisasi kepemudaan, hingga
mengantarkan Indonesia Merdeka. Di
bagian ini diceritakan betapa Bung Karno adalah sosok yang
senantiasa belajar apa saja dan kepada siapa saja.
Dari peran Gajah Mada, Bung Karno banyak belajar tentang
ilmu politik. Hayam Wuruk menjadi inspirator dalam hal kepemimpinan nasional.
Dalam menghadapi berbagai persoalan dan cara penyampaian ideologi kepada
masyarakat beliau peroleh dari sosok arif Sunan
Kalijaga. Orasi-orasinya yang penuh motivasi dan semangat merupakan kecakapan yang dia dapat dari sang
pujangga Jawa Ronggowarsito.
Penguatan diri Bung Karno ternyata hasil didikan sang guru H.O.S. Cokroaminoto
yang dianggapnya sebagai orang tua kedua setelah Ayah dan Ibu beliau sendiri.
Dr. Soetomo juga menjadi tokoh inspirator dalam mewujudkan sebuah gagasan, yang
kemudian diterapkannya dalam pergulatannya di organisasi. Kemauannya belajar
kepada Jenderal Soedirman sebagai bawahannya, merupakan sikap rendah hati yang
patut diapresiasi. Dari Jenderal Soedirman, Soekarno mendapat pelajaran
berharga tentang keteguhan hati menjadi
seorang pemimpin.
Bagian kedua buku ini menjelaskan tentang kisah
kepemimpinannya. Mulai dari visi-misi yang diembannya, keberpihakanya, ranah
kecerdasan emosionalnya, hingga keberaniannya. Terbukti dengan lahirnya
ideologi NASAKOM (Nasionalisme-Agama-Komunisme), Marhaenisme sebagai bukti
keberpihakannya kepada rakyat, BerDiKaRi (BERdiri Di atas KAki sendiRI),
SARINAH (Sarining manah) dijadikan nama sosok inspiratif yang hadir
dalam kegiatan meditasinya. PETA (Pembela Tanah Air), organisasi yang didirikannya dengan mengusung prinsip kesatuan, kesamaan,
dan persaudaran, telah menciptakan pencerahan, dan
memberikan kekuatan-kekuatan dalam jiwa kaum muda Indonesia yang menghendaki
kemerdekaan.
Kemampuan
penyesuaian diri
dengan masyarakat, mengambil keputusan dengan
tanpa pemihakan, kepercayaan,
sifat kekeluargaan, toleransi, dan hubungan batin
yang dijalinnya, hingga sikap berani melalui cara
semi-militeristik yang terkesan diktatorial, menjadi ciri
khas sosok kepemimpinan Bung Karno yang bersahaja dan garang.
Penulis buku ini menyampaikan, “Wawancara penulis dengan almarhum Soekarno
dimulai sejak Oktober 2010 hingga Januari 2011.” Terasa aneh memang ketika kita
dengar pernyataan ini. Pernyataan tersebut seolah menjadi kekurangan tersendiri
bagi buku ini karena keberadaannya tidaklah lazim di kalangan masyarakat. Benar
tidaknya, silahkan dinilai sendiri. Yang jelas, dari kejanggalan
tersebut buku Argawi Kandito ini menarik untuk dibaca.[]
Abdul Rahman Wahid
Mahasiswa Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah,
Universitas Islam Negeri, Yogyakarta
0 komentar:
Post a Comment