hidden paradise, difoto dari tebing. By: cupid |
Setelah berkali-kali berbincang soal persiapan, akhirnya hari
itu (13.10.2013) kami berangkat ke Poktunggal, sebuah lokasi wisata pantai di
Yogyakarta yang baru-baru ini jadi bahan perbincangan. Selama 2 jam kami berempat
berkendara sepeda motor.
Lokasi-lokasi pantai yang biasanya jadi tujuan para
wisatawan di Yogyakarta tak lagi menyenangkan. Ramainya minta ampun! Apalagi saat
itu bertepatan dengan liburan panjang, pengunjung luar Yogyakarta tentu
berduyun-duyun ke situ. Kabarnya, Poktunggal belum begitu dikenal banyak orang,
makanya kami ke sana.
Kokop, Drini, glagah, Indrayanti kami lewati dengan perasaan
jengah. Benar adanya, tempat-tempat itu dipenuhi orang-orang tak ubahnya pasar
malam. Tempat parkir penuh sesak dengan kendaraan berbagai macam jenis. Bahkan
jalanan pun macet, karena bis ukuran besar harus berbagi jalan dengan bis lain.
Jika kamu mau ke pantai bertepatan dengan hari libur panjang, jangan sekali-kali
melupakan pertimbangan ramainya pengunjung ini.
Pantai Poktunggal adalah lokasi wisata pantai yang terbilang baru, terletak
di ujung paling timur, melewati Indrayanti. Lokasi-lokasi wisata pantai di Yogyakarta
selalu memiliki hamparan pasir yang dibatasi bukit-bukit. Jika kamu memanjat bukit itu dari pantai paling ujung barat ke arah timur, lama-kelamaan kamu
bakal sampai di lokasi wisata pantai selanjutnya. Begitu seterusnya hingga akan
mencapai Poktunggal ini, ujung pantai wisata yang paling timur—setidaknya untuk
sementara ini.
Mungkin dengan cara begitulah Poktunggal ini tiba-tiba
menjadi lokasi wisata. Ada seseorang yang iseng memanjat bukit bagian timur
Indrayanti, lalu dia mendapati sebuah hamparan pasir yang sangat bagus. Lalu hamparan
itu dia sebarkan, entah dari mulut ke mulut atau melalui media sosial. Lalu orang-orang
berduyun-duyun datang ke situ. Lalu penduduk setempat bikin warung-warung di
situ karena ramainya pengunjung menjanjikan tambahan pemasukan buat mereka. Lalu
jadilah tempat itu lokasi wisata melalui sebuah surat keputusan resmi.
Jalan masuk ke pantai ini masih belum dilapis aspal, masih
cuma batu-batu biar tak licin pas kehujanan. Di situ ada kotak sumbangan
seikhlasnya. Saya anjurkan, kalau kamu ke pantai ini, berilah sumbangan
sekadarnya. Pemerintah memang seharusnya bertanggung jawab, tapi pengunjung seharusnya
ambil bagian juga.
Memasuki hamparan pasir Poktunggal, kami agak kaget. Tempat
itu juga ramai pengunjung. Tempatnya memang bagus, pasirnya putih, ombaknya
bergelora, anginnya menghembus wajah-wajah kami. Tapi pengunjung sudah lumayan
ramai….
Ya sudah, berhubung sudah sampai di situ kami lanjut masuk
saja. Lagian, keramaiannya tak separah di pantai-pantai lain. Masih mendinglah
untuk benar-benar berwisata, benar-benar menikmati alam.
Dari arah sini kamu bisa jalan-jalan di atas pasir yang
lembut sambil foto-foto, atau langsung loncat ke air, atau bisa juga cuma duduk-duduk
di bawah payung yang disewakan penduduk. Tapi saat itu kami tidak melakukan
semua itu. Kami berjalan ke arah timur.
Di ujung timur pantai Poktunggal, akan kamu temui bukit
Panjung. Dari situ kamu bisa lihat keindahan laut dari ketinggian. Untuk mendakinya,
penduduk (dan mungkin pemerintah juga) sudah bikin tangga yang terjal, lalu
sebuah lorong di tebing yang curam. Kerja orang-orang ini patut dihargai,
mereka membuat lorong itu dari kayu-kayu yang dipaku dan diikat sederhana. Saat
kamu perhatikan lorong itu dari ujung, kamu akan mendapat kesan seperti sedang memanjat
tebing menuju kuil suci shaolin, macam di film-film mandarin itu.
Saat tiba di puncak bukit Panjung, akan terlihat olehmu
hamparan air laut biru itu, yang sangat luas seluas mata memandang, yang
melengkung mengikuti lengkung bumi, yang sangat perkasa. Di bibir pantai, akan
kamu lihat ombak menjilati pasir-pasir, ombak membentur karang-karang. Di situ
akan kaurasakan hembus angin dan hangat sinar matahari. Di situ seakan kau
lihat Sang Pencipta!
Tapi orang-orang ini sungguh mengganggu, para wisatawan yang
kerjanya ambil foto dirinya sendiri untuk kemudian diunggah di internet. Para wisatawan
ini seperti tak menganggap penting apapun kecuali dirinya ikut bagian di situ,
kecuali namanya tercantum di situ. Mereka seakan tak mau fotonya menampilkan
alam itu sendirian tanpa diri mereka. Ingin sekali kusetrum kepala mereka agar mata
mereka benar-benar melihat alam indah menakjubkan itu, agar jiwa mereka
benar-benar berwisata. Tapi ya sudahlah, mungkin begitu pengertian berwisata di
kepala mereka.
Masih di bukit yang sama, kamu harus lihat ke arah timur. Matamu
akan melihat sebuah pantai kecil berpasir, tak lebih dari tiga puluh meter
panjangnya. Pantai itu terlihat sangat sepi, tak ada pengunjung sama sekali.
Lalu….
Ya! Itu dia yang kami butuhkan. Agar berwisata ini bisa
benar-benar, kami harus ke sana. Tapi bagaimana caranya?
Beruntung, sebuah jalan sebetulnya sudah disediakan untuk pengunjung.
Tapi belum dibikin mudah untuk dilalui. Untuk mencapainya, kamu harus melalui
jalan setapak di tebing yang curam. Tak ada pagar-pagar di sampingmu selain dinding
tebing dan semak-semak, jadi saat melaluinya kamu harus berpegangan pada
dinding tebing atau akar semak liar agar tak jatuh ke jurang. Dari atas jalan
itu kamu akan melihat batu-batu cadas. Jangan coba-coba melanjutkan langkah
kakimu sebelum kautemukan pegangan yang dirasa cukup kokoh menahan dirimu. Dengan
medan sesulit itu, bisa dimaklumi kenapa tak satupun para wisatawan itu
mengunjungi pantai yang satu itu. Tapi tidak bagi pengunjung seperti kami, asal
pernah dilewati orang lain, pantai itu harus kami kunjungi sebab itulah tujuan
wisata pantai sesungguhnya.
Kami mencapai pantai itu dengan perasaan seperti mendapat
janji yang dilunasi atau doa yang dipenuhi. Menikmati pantai tanpa hiruk-pikuk akhirnya
bisa dicapai. Sebuah pantai tanpa siapapun kecuali kami! Sebuah hidden
paradise!
Kamu akan melihat batu-batu karang sebesar bis mini
bertengger di dua ujung pantai. Kamu bisa menaikinya lalu melihat hamparan laut
di depanmu sembari melindungi matamu dengan tangan kananmu dari terik matahari.
Kamu bisa pungut sejenis rumput laut di bawah karang, lalu
kamu makan seperti mengunyah makaroni. Rasanya seperti jamur tiram, sebab air
laut sudah mengasininya secara alami.
Kamu juga bisa bermain dengan kelomang yang kecil-kecil. Sebetulnya
mereka tidak suka diganggu, tapi kalau cuma diajak bermain-main, mereka adalah
teman yang menyenangkan.
Di tempat itu terdapat banyak sekali batu bulat-pipih, kecil
mapun besar. Batu-batu itu bisa kamu lempar dengan kekuatan penuh ke laut agar
berseluncur di permukaan. Bisa juga kamu susun vertikal, dengan keseimbangan
sempurna, macam di dalam ajaran Zen itu.
Hal menyenangkan apapun bisa kamu lakukan di sini, tanpa
diganggu siapapun!
Kalau kamu sudah capai ngapa-ngapain, kamu bisa duduk
berteduh di balik karang besar. Sambil menikmati panorama alam, kamu akan
mendengar suara debur ombak yang bergelora dan desir angin yang syahdu.
Senja menjelang. Lalu akan kamu lihat matahari tenggelam
dengan wajah merona. Sinarnya terpantul di permukaan laut, membuat mata kami
tak bergerak ke arah lain.
Apa nama pantai itu? Entahlah. Kami tak begitu peduli, sebab
keindahan selalu anonim.[]
0 komentar:
Post a Comment