Sumber gambar: di sini. |
Oleh: Irham Thoriq
Semua ini akan saya jadikan kenangan
dan akan saya taruh didalam almari
Sesekali, saya akan membuka dan
melihatnya.
Dua larik kalimat ini saya dengar langsung dari Menteri BUMN Dahlan Iskan pada sebuah siang dipenghujung Mei lalu. Ketika itu, saya dengan puluhan wartawan lain tergopoh-gopoh mengejar Dahlan untuk wawancara setelah dia mengisi kuliah umum di Universitas Brawijaya. Bahasannya tentang kemenangannya di Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat namun urung dicalonkan menjadi presiden dari Demokrat.
Tulisan ini tidak hendak membahas
hasil konvensi yang sudah kedaluarsa dan dalam jurnalistik nilai beritanya
tidak ada lagi. Mari kita membicarakan soal kenangan, yang pilihan katanya
lebih sederhana dan mudah dimengerti. Tidak seperti kata konvensi yang ngetren
hanya dalam beberapa bulan dan waktu itu kata ini sering dipelesetkan menjadi
konveksi partai demokrat.
Kenangan, sebagaimana kata Dahlan
sesekali perlu kita buka, lihat dan tengok. Ketika pulang kampung saat lebaran
beberapa waktu lalu, bagi yang jarang pulang, kita akan terperangah saat
melihat kampung sudah banyak berubah. Kitapun mau tidak mau terbawa pada masa
lalu, tentang kenangan masa kecil. Tanpa disadari, ketika itu kita sedang
membuka dan menengok kenangan kita.
Karena kenangan yang perlu dirawat,
kita lantas mempunyai budaya mudik untuk mengingatkan asal usul kita. Meskipun,
mudik sejatinya tidak jauh beda dengan makna pulang yang digunakan oleh
masyarakat perkotaan untuk mengunjungi kampung halaman, tempat kenangan masa
kecil kita tercecer.
Soal kenangan, beberapa hari lalu
saya mengikuti reuni Fakultas Psikologi UIN Malang. Reuni, sama halnya dengan
pulang kampung, merupakan upaya merawat kenangan. Kenangan beberapa tahun saat
kuliah, bisa kita ingat hanya dalam hitungan jam tatkala kita duduk bercerita
dengan teman seangkatan. Bersanda gurau tentang banyak hal, dan menertawakan
kekonyolan saat kuliah.
Kenangan bisa muncul dari obrolan ngalor
ngidul. Tapi, tanpa obrolan dengan teman seangkatan, kenangan pun bisa
hadir. Inilah yang dirasakan Faizah, seorang alumni angkatan 1997 Fakultas
Psikologi. Dari ratusan alumni yang hadir, Faizah (entah umurnya berapa)
merupakan yang paling senior, angkatan 1997 merupakan angkatan pertama di
Fakultas Psikologi.
Ketika itu, tidak ada teman
seangkatan Faizah yang hadir, tapi masa lalunya selama menjadi mahasiswa
berhasil dia ingat dengan sempurna. Saat disuruh memberi testimoni, Faizah
bercerita soal kondisi kampus yang kala itu ala kadarnya. Menurutnya, bangunan
kampus lebih mirip dengan gedung SD Inpres, tidak ada gedung yang menjulang
tinggi seperti saat ini.
Faizah tampaknya berhasil
menggambarkan kenangannya dengan apik meskipun dirinya hadir seorang diri.
Selain soal gedung SD Inpres yang sering jadi bahan olokan mahasiswa kampus
lain, perempuan yang saat ini dosen di Universitas Negeri Malang (UM) ini masih
ingat betul pohon kelengkeng yang rindang memenuhi kampus. Ditengah ceritanya,
seorang peserta nyeletuk.”Bertemu dengan suami di kelengkeng sebelah mana,”
katanya. Faizah hanya tersenyum malu, Ah pohon kelengkeng telah membuka
kenangannya.
Saya menebak, karena sangat
berharganya kenangan, Faizah menyempatkan hadir meskipun sudah tidak pernah
kontak dengan teman seangkatan. Karena itulah kenangan, harganya memang mahal.
Banyak orang berhasil, hanya karena berhasil merawat kenangan mereka. Lebih
dalam lagi, bisa menjadikan kenangan sebagai pelajaran.
Abdur, comic yang saat ini sedang
naik daun, bisa sukses karena bisa merawat kenangannya dengan baik. Dia
berhasil membawa kenangan tentang kampung halamannya di Nusa Tenggara Timur
(NTT) menjadi guyonan yang lucu dan langka. Kebetulan, Abdur diundang dalam
reuni tersebut, jadilah waktu itu dua kenangan berkumpul menjadi satu dan menghasilkan
tawa yang terbahak-bahak.
Selanjutnya, kenapa kenangan selalu
menarik dibicarakan? Karena kenangan berada dalam posisi paling intim dalam
hidup kita. Orang boleh saja menganggap tempat munculnya kenangan sebagai hal
biasa, tapi bagi sebagian orang terasa sangat istimewa. Mungkin inilah yang
dirasakan Faizah soal gedung SD Inpres dan pohon kelengkeng. Bertahun-tahun
sudah hilang, namun masih tetap dia ingat.
Karena ini pulalah tempat-tempat
bersejarah selalu ditandai dengan monumen, dan hari kelahiran dan tanggal
menikah selalu kita rayakan. Karena kita tidak mau kenangan kita hilang begitu
saja. Meskipun kita tidak mungkin bisa membuat monumen ditempat kita jadian,
menikah atau yang lain. Tapi, kenangan tetap harus kita rawat.[]
0 komentar:
Post a Comment