[photo credit: here] |
Oleh: Muhammad Ilyas
NU (Nahdlatul
Ulama) adalah organisasi terbesar di Indonesia, yang terdiri dari berbagai
golongan yang tersebar di Nusantara bahkan sampai ke Luar Negeri, seperti di
Australia, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan negara lainya. Anggota NU
(Nahdliyin) beraneka ragam mulai dari kelas bawah sampai elit politik. Mulai
yang berpendidikan rendah sampai mereka yang mempunyai titel
profesor. Mulai dari pedagang biasa sampai konglomerat. Dari mereka yang hanya
menjadi guru ngaji kampung sampai kiai besar di Pondok pesantren. Warna-warni
kaum Nahdliyin inilah yang membuat organisasi NU terlihat hidup dan bergairah,
serta dengan berbagai dinamika yang terdapat di organisasi ini. jadi tidak
heran jika beberapa pihak ingin menganulir sendiri organisasi terbesar ini.
Pada tanggal 1
sampai 5 Agustus 2015 diadakan muktamar NU yang ke 33 di Jombang Jawa Timur.
Ribuan Nahdliyin dari berbagai penjuru membanjiri kota ini. Kota Jombang
berubah menjadi lautan manusia, para Nahdliyin yang ingin menyaksikan langsung
pembukaan muktamar saling dorong hanya untuk melihat kemeriahan organisasi
terbesar ini. Mereka berharap agar mendapatkan barokah dan doa dari para ulama senusantara
ini. Jalan-jalan ditutup kendaraan umum.
Tapi sayang
kemeriahan itu masih saja dibumbui dengan sesuatu yang tidak sedap. Masih ada
saja segelintir orang yang hendak memanfaatkan NU untuk dirinya sendiri. Mereka tidak malu-malu untuk menunjukan ini A
dan ini B, yang mereka pentingkan adalah
bagaimana kepentingan itu bisa mereka realisasikan. Bagaimana tim sukes (timses) masing
masing calon saling memfitnah satu sama lain. Bagaimana masing-masing timses
berdiaspora secara berlebih untuk kepentingan mereka. Sungguh memilukan
organisasi ini, tapi apakah ini yang memang diharapkan oleh para pendiri NU?
Hal yang paling
memilukan adalah bagaimana KH. Mustofa Bisri atau Gus Mus menitikkan air mata, bahkan bersedia untuk mencium kaki para muktamirin agar
tidak bertindak seperti itu. Gus Mus juga meminta agar para muktamirin tidak
membawa kepentingan-kepentingan pribadi. Beliau
menghimbau agar para muktamirin membawa ahklakul karimah yang sudah dipraktikan
oleh para pendiri NU. Kita bisa membayangkan bagaimana ruwetnya kondisi yang ada di ruang
muktamar itu sehingga ulama besar seperti Gus Mus mengambil alih forum.
Permasalahan
yang pertama dalam tubuh NU menurut analisis penulis adalah menggunakan NU
untuk kepentingan pribadi. Permasalahan kedua adalah menggunakan NU untuk
kepentingan kelompok mereka. Mereka tidak berpikir
bagaimana untuk mengabdikan pribadinya terhadap NU dan mengunggulkan kelompok
mereka di atas kepentigan NU.
Kepentingan
pribadi yang mereka bawa ke tubuh NU akan membuat organisasi yang didirikan
oleh para ulama besar ini akan kalang kabut,
organisasi ini akan goyah dan akan hilang keseimbangannya.
Kepentingan pribadi ini harus dibuang dari benak kaum nahdliyin, apa lagi hanya
sekadar kepentingan perut dan kekuasaan.
Kepentingan pribadi harus dijauhkan untuk membawa NU ke arah yang lebih baik,
ke arah yang memang benar-benar sesuai
dengan apa yang sudah diperjuangkan oleh para pendiri organisasi ini.
Selain
kepentingan pribadi yang dibawa ke tubuh NU, beberapa kaum nahdliyin juga
membawa kepentingan kelompok-kelompok tertentu. Egosentrisme
kelompok yang mereka bawa juga akan membuat organisasi ini kalang kabut, tidak
stabil dan akan bercerai-berai. Apalagi kepentingan ini atas nama partai
politik. Hal ini sangat memilukan sekali. Jika dulu menggunakan partai politik
untuk memperjuangkan NU dan umat tetapi sekarang menggunakan NU dan umat untuk
kepentingan partai politik.
Kepentingan
perut dan kepentingan kekuasaan hanya akan membawa organisasi ini ke dalam kekacauan. Jika kita merefleksikan
bagaimana para kiai-kiai pada masa lalu mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama
ini. Bagaimana mereka menyisakan waktu untuk
kepentingan umat, dan bagaimana beliau menyisihkan harta benda mereka untuk
umat. Tetapi apa balasan yang diberikan oleh generasi sekarang? Apakah
hanya membuat malu di berbagai media yang beredar, apakah hanya menjadi bahan
pergunjingan organisasi lain. Dan bagaimana para pendiri NU ini melihat kekarut-marutan
organisasi yang beliau perjuangkan. Naudzubillah semoga kita masih dibarokahi
oleh beliau, semoga masih diberikan petunjuk. Sangat berdosalah kita.
Ya Allah selamatkan kami.
Strategi
penyelamatan NU adalah benar-benar meng-Khittah-kannya. Mengembalikan tujuan
yang sudah dicita-citakan oleh para pendiri NU. Kita jangan lagi memanfaatkan
NU hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, tetapi bagaimana caranya agar
bisa menghidupkan NU ini agar bisa berjaya sampai akhir zaman, seperti yang
telah dicita-citakan oleh para pendirinya.
Kita masih mempunyai
tugas untuk memperjuangkan NU ini agar bisa berkiprah dalam tantangan yang
semakin kompleks. Tugas yang begitu berat bagi yang benar-benar
Nahdliyin untuk menyelamatkan organisasi ini. Semoga orang-orang yang
benar-benar mengabdikan diri pada organisasi ini dapat barokah dari para
pendidri NU, serta menadapatkan syafaat dari Rasulullah, dan siapa yang hanya nunut urip serta menggunakan NU untuk
kepentingan diri sendiri dan kelompoknya diberi kesadaran kejalan yang benar.
Amin.[]
0 komentar:
Post a Comment