Saturday, November 21, 2015

Memaknai Netralitas PPRU I

8:32 PM


Oleh: Muhammad Madarik

Tamhîd
Pondok pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang berfungsi sebagai wadah kaderisasi Muslim, pengembangan pengetahuan keagamaan, penguatan syariat ala ahl as-sunnah wa al-jamaah dan penyebaran misi Islam. Hingga saat ini, fungsi yang sudah tercermin dari sejak berdirinya pesantren tersebut dengan gigih tetap diperteguh oleh para pengasuh dengan segala dinamika perkembangannya. Beberapa pilar eksistensi pesantren yang telah dicanangkan sejak masa pendiri terus dipertahankan mulai generasi kedua, duet KH Khozin Yahya dan KH Mursyid Alifi, hingga dekade generasi ketiga sekarang ini, KH Mukhlis Yahya beserta Dewan Pengasuh.

Konsistensi pengasuh terhadap fungsi lembaga ini begitu kokoh hingga zaman kini, meskipun dalam setiap perjalanan sejarahnya, pesantren RU I menghadapi berbagai pergumulan politik praktis. Sebagaimana diketahui bahwa dinamika politik dalam sejarah bangsa berproses terus-menerus dengan segala ragam konstelasi yang terkadang panas menyengat. Gesekan antar kelompok partai dengan segudang kepentingan masing-masing seringkali membuat keadaan gemuruh; pengerahan massa, saling memojokkan, tuding-menuding (black campaign) dan banyak lagi variasi langkah saling serang menjatuhkan lawan. Saat suasana hiruk-pikuk politik di luar pagar pesantren bergejolak, Raudlatul Ulum I secara kelembagaan sama sekali tidak terusik. Keteguhan prinsip di tengah hempasan arus politik inilah tema yang akan diangkat dalam tulisan ringkas ini.

Menimbang Risiko
Menganalisis konsekuensi sebuah sikap yang diambil tentu tidak seperti layaknya menghitung angka-angka matematis yang jelas-jelas bersifat pasti, hitam di atas putih. Ada banyak faktor, kecenderungan dan indikasi-indikasi yang harus dijadikan obyek pembacaan. Oleh karenanya, tentu kurang bijak jika penilaian ini menjurus pada sebuah langkah penghakiman (judgement) benar-salah.

Sebagaimana kita tahu, sejak 1998 yang lalu PPRU I sudah bertekad mengambil posisi netral secara kelembagaan yang ditandai dengan terbitnya Surat Pernyataan dan Himbauan. Detail surat tersebut adalah:

"Dengan berbagai pertimbangan untuk serta dalam perjuangan menegakkan demokrasi, kami keluarga Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I Ganjaran Gondanglegi Malang menyatakan mendukung Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sementara pondok pesantren Raudlatul Ulum I sebagai sebuah lembaga pendidikan, kami nyatakan netral dan tidak terikat dengan partai politik apapun.

Selain itu, kami menghimbau kepada keluarga besar, santri pondok pesantren Raudlatul Ulum I pada khusunya dan masyarakat luas pada umumnya, supaya tetap rukun, bersatu dan senantiasa menjaga
ukhuwah islamiyah, meskipun partai politik yang dipilih tidak sama. Adalah hak asasi setiap orang untuk memilih partai politik yang disukainya, tanpa boleh dipaksa-paksa ataupun dihalang-halangi. Tetapi perbedaan partai politik tidak boleh menyebabkan kita saling benci, saling bermusuhan apalagi saling mengafirkan. Kegiatan politik jangan sampai membuat urusan perjuangan agama dan pendidikan menjadi terbengkalai. Apapun alasannya, al-akhlâq al-karîmah harus senantiasa dijunjung tinggi."

Menilik dari surat di atas sebetulnya ada dua pernyataan yang dapat disimpulkan. Pertama, sikap politik keluarga yang bernaung di bawah partai bikinan Gus Dur itu. Kedua, posisi PPRU I yang dinyatakan netral secara kelembagaan. Sedangkan di bagian lain, keluarga pengasuh menghimbau agar menjunjung kerukunan dan persatuan di atas segala macam kepentingan apapun.

Tetapi sejalan dengan dinamika perkembangan politik yang kian menjemukan sebagian masyarakat akibat "dagelan" politisi badut, maka poin pertama dari sikap politik keluarga dalam beberapa momen pesta demokrasi tidak lagi seragam sebagaimana dalam surat pernyataan itu. Ambil contoh dalam pilkada Malang 2015 ini, ada kiai dan gus dilingkungan PPRU I yang lebih memilih untuk tidak memilih, ada gus yang diam-diam menjatuhkan kecenderungannya pada salah satu calon, ada pula nyai yang bersikap memilih rivalnya, tetapi ada juga gus yang secara konfontatif menetapkan akan mencoblos lawan pilihan nyai tersebut.

Ragam pilihan yang ditunjukkan oleh sebagian anggota keluarga pengasuh itu jelas merupakan aspirasi individu yang tidak mewakili lembaga apapun. Kendati secara eksplisit, sisi lain dari konten pernyataan tersebut memuat sebuah dukungan kepada salah satu kontestan pemilu, tetapi tidak serta merta bisa dimaknai mengerangkeng seseorang untuk mengembara di atas altar politik, apalagi mengebiri hak azasinya di dalam satu lubang politik praktis. Sebab, putusan pilihan personal pasti berdasar pengamatan, ikhtiar dan pertimbangan atas situasi dan kondisi dunia politik yang terus beproses. Hanya saja, gejala-gejala perilaku oknum politisi di dalam perkembangan berikutnya memengaruhi pandangan setiap orang, termasuk masing-masing anggota keluarga pengasuh. Oleh karenanya, penulis menganggap absah saja keragaman pilihan masing-masing beliau. Tema penting dari pernyataan itu, yang harus dipegang teguh ialah sisi kebersamaan dan persatuan. Ternyata pada aspek ini, tembok persatuan segenap unsur keluarga pengasuh tak secuilpun terbelah.

Perbedaan sikap politik di lingkungan PPRU I yang tidak mampu mengoyak jaring ukhuwah antar keluarga seperti ini dibandingkan dengan sebuah lembaga lain yang terang-terangan mendeklarasikan pada satu pilihan nyata lebih menguntungkan. Netralitas model PPRU I dipandang memiliki beban risiko agak ringan, secara psikologis dan politis, ketimbang sikap yang lain. Memang pada tataran kepentingan, sikap seperti ini tidak banyak menghasilkan poin. Tetapi bukan berarti peluang untuk melakukan lobi-lobi kepada pemegang kekuasaan melemah. Keanekaragaman ikhtiar politis masing-masing unsur keluarga masih merupakan potensi daya tawar dengan pintu-pintu kekuasaan. Tinggal sejauh mana tingkat kepiawaian lobi, keterampilan strategi dan kecerdasan insting masing-masing anggota pengasuh mengetuk daun pintu instansi. Hebatnya, hal ini sama sekali tidak akan menggoyahkan komitmen netralitas pesantren PPRU I yang telah dibangun. 

Hanya saja, kesempatan langkah pendekatan kepada penguasa tidak begitu menganga selebar lembaga-lembaga yang semenjak pertama sudah memproklamirkan sikap politiknya pada satu pilihan. Cuma di balik itu, sebagaimana kita maklum bahwa semakin tinggi pohon, maka terpaan anginnya juga kian membesar. Sikap politis merupakan kaidah matematis; jika menang, maka menuai banyak pundi-pundi. Tetapi apabila kalah, maka tak ubahnya bagai orang jatuh tertimpa tangga pula.

Dari situasi dunia politik yang penuh dengan intrik, prediksi, permainan kotor, slogan “tidak ada persahabatan abadi kecuali kepentingan”, maka eksistensi PPRU I sebagai lembaga pendidikan dan dakwah lebih aman. Sebagai pesantren yang telah berumur, PPRU I sudah mengorbitkan banyak tokoh masyarakat dengan segala macam peran dan ragam pengaruhnya. Dalam persoalan keikutsertaan masing-masing alumni di dalam kancah perpolitikan tidak luput dari pengaruh kearifan lokal, dinamika wacana dan perkembangan situasional. Oleh karena itulah, seringkali bendera politik yang dikibarkan tidak satu warna antar masing-masing mereka. Tetapi berkat sikap netral PPRU I yang sudah dikukuhkan, komunikasi antar pengasuh, alumni dan stakeholder tetap terjaga dengan baik, dan interaksi tiga lingkar ini tak pernah porak-poranda oleh fanatisme partai dan sentimen rivalitas.[]

sumber gambar: di sini.

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

2 komentar:

  1. Netralitas menjamin keberlangsungan lembaga pendidikan menuju masa depan yang cemerlang dengan berpegang teguh pada komitmen yang sudah disepakati bersama

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Mas Yuyud. Trims, atas komentarnya....

      Delete

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top