Oleh: Muhammad Zeini
Jhon, bukan nama sebenarnya,
sudah lama bercita-cita untuk menjadi seorang sastrawan. Namun, menurut orang
tuanya, pekerjaan sebagai sastrawan tidak akan mampu memberikan uang yang cukup
untuk hidup dan bahkan akan sulit mendapat pekerjaan. Maka, mereka menghalangi
cita-cita anaknya tercinta tersebut. Jhon pun akhirnya menekuni pendidikan di
bidang lain, dan mengalami banyak kesulitan karenanya.
Cerita yang seperti begitu
banyak terjadi di masyarakat kita di Indonesia. Orang harus menyerahkan
mimpinya, atau ide tentang masa depannya, karena tekanan lingkungan. Dengan
proses ini, dua hal kiranya dirugikan. Indonesia kehilangan calon sastrawan
berbakat di masa depan di satu sisi, dan Jhon, dan ratusan ribu pemuda lainnya,
harus hidup tidak bahagia, karena mengingkari panggilan hidupnya. Dalam tulisan
ini penulis mencoba memaparkan dalam tiga analisis yang mungkin bisa kita
jadikan refleksi bersama, yaitu:
Idealisme
dan Visi
Setiap orang pasti punya ide
tentang hidup macam apa yang akan dijalaninya. Dalam arti ini, setiap orang
adalah idealis. Artinya amat sederhana, orang perlu untuk hidup sejalan dengan
ide yang telah dipilih dan dipikirkannya. Ia bukanlah pemimpi yang tak punya
tujuan, melainkan sebaliknya, orang yang memiliki visi tentang hidupnya dan
hidup orang sekitarnya di masa depan. Visi radikal tentang hidup semacam inilah
yang sekarang ini amat kurang di Indonesia. Orang hidup sekedarnya. Orang
bekerja seadanya, tanpa ambisi untuk mencapai sesuatu yang lebih baik untuk
dirinya dan untuk lingkungan sekitarnya. Lalu, orang mati, tanpa meninggalkan
jejak dirinya yang nyata dan bermakna untuk lingkungan sekitarnya.
Ketika orang memiliki
idealisme yang kuat, ia juga akan memiliki visi yang kokoh. Visi yang kokoh ini
akan menuntunnya di dalam setiap perjalanan hidup. Visi yang kokoh ini juga
akan membuatnya mampu bertahan di tengah berbagai tantangan hidup yang kerap
kali mencekik begitu kuat. Dengan visi ini, orang bisa melampaui
dorongan-dorongan negatif dari dalam dirinya, dan berusaha mewujudkan diri
terbaiknya.
Korupsi
dan Krisis Idealisme
Sebaliknya, tanpa visi yang
jelas, tanpa idealisme, orang tidak punya fokus dalam hidupnya. Hari ini, ia
banker. Besok, ia guru. Lusanya, ia menjadi sastrawan. Akhirnya, ia tidak menjadi
apa-apa dalam hidupnya. Ketika ia sadar akan hal ini, kubur sudah menanti di
depan mata. Tanpa visi yang jelas, orang akan mudah tergoda oleh korupsi. Tanpa
idealisme, orang akan mudah menyuap dan disuap, sambil merugikan banyak orang
lainnya. Penegak hukum tanpa idealisme akan berubah menjadi preman yang
berseragam. Guru tanpa idealisme hanya akan berubah menjadi tukang tes tanpa
visi yang menyiksa batin anak didiknya.
Pejabat publik tanpa
idealisme akan berubah menjadi koruptor yang memakan uang rakyat. Orang tua
tanpa idealisme akan berubah menjadi semata penyedia makan, pakaian, dan rumah,
tanpa pendidikan nilai yang membuat anaknya menjadi manusia yang utuh. Pekerja
tanpa idealisme hanya akan menjelma menjadi mesin-mesin tanpa ide dan
kreativitas. Tanpa visi dan idealisme, manusia tidak akan menjadi manusia,
melainkan seonggok daging yang bernapas dan berjalan di atas permukaan bumi.
Membangun
Idealisme
Pendidikan jelas merupakan
alat paling jitu untuk membangun dan mengembangkan idealisme suatu bangsa.
Walaupun memiliki peran amat penting, sekolah formal tidak bisa dijadikan
satu-satunya penggerak pendidikan. Pendidikan yang tertinggi dan terutama
adalah teladan hidup langsung dari orang-orang yang sudah ada sebelumnya.
Bourdieu, seorang filsuf Prancis, berulang kali menegaskan, bahwa tindakan jauh
lebih kuat dari kata-kata, dan itu paling jelas di dalam pendidikan moral.
Sulit membuat pendidikan anti
korupsi, ketika hampir semua golongan tua di Indonesia melakukan korupsi,
kolusi dan nepotisme setiap harinya, seringkali tanpa disadari. Sulit mengajak
bangsa ini untuk memiliki nilai moral tinggi, ketika nyaris semua golongan tua
hidup untuk menipu dan meraup kekayaan, seringkali dengan cara-cara yang
biadab. Sulit mengajak bangsa ini untuk jujur, ketika guru mengajarkan siswanya
untuk menyontek saat ujian nasional. Jelaslah, teladan hidup dari orang-orang
yang sudah hidup sebelumnya memainkan peranan amat penting dalam pemberadaban
bangsa.
Sebagai bagian dari
idealisme, visi tak akan pernah utuh menjadi kenyataan. Yang bisa dilakukan
oleh manusia adalah mendekati visi tersebut, walaupun tak pernah bisa identik
sepenuhnya. Itulah sebabnya, di dalam kata idealisme terdapat kata ide, karena
itu adalah harapan dan visi, yang perlu terus dikejar sepanjang hidup, walaupun
tak bisa direngkuh sepenuhnya.[]
0 komentar:
Post a Comment