Oleh: Muhammad Zeini
Semuanya dimulai dari titik
nol dalam hitungan waktu dan semakin hari kian bertambah dalam penghabisan yang
sebenar-benarnya sangat nyata. Detik demi menit menghitung jam berganti hari
muncul bulan melewati tahun, semuanya akan terlihat amat sangat jelas, betapa
hidup ini hanyalah menanti keputusan sang waktu yang selalu berlalu menghitung mundur.
Keberadaan insan di muka bumi
mempunyai keterikatan yang sangat erat dalam dimensi ruang dan waktu, tidak ada
seorangpun yang dapat menghindarinya dan menunda kedatangannya, suka atau tidak,
siap atau tidak. Usia bertambah seiring tahun berganti menjadikan sebuah ketegasan
didalam kehidupan yang sudah kita jalani, berdasarkan hitungan waktu dan masa. Usia
menjadi pembeda yang nyata, bukan membeda-bedakan sebagai tujuan, semuanya
kembali pada pengelompokan sebagai dasar hitungan dalam setiap awalan yang
selalu berbeda, namun itu bukanlah menjadi sebuah keutamaan dalam ukuran hidup
dan kehidupan itu sendiri.
Usia bisa menjadi kebanggaan
dan juga dapat menjadi kesia-siaan, kita semua tahu siapa manusia yang pertama diciptakan,
jadi untuk selanjutnya bukan persoalan siapa yang terlahir duluan dan
belakangan, karena itu hanyalah sebuah risiko dari sebuah eksistensi, hanya
sebuah tatanan budaya sesuai perintah untuk menghormati yang lebih tua dalam
ruang waktu tertentu.
Adalah sebuah kenyataan bahwa
usia bukanlah penentu segalanya, bukan hanya dalam kematangan dan kemapanan,
tetapi lebih dari itu mampu menjadi motivasi dan memberi inspirasi dalam
menjalani serta memaksimalkan rentang waktu kehidupan yang telah ditentukan
bagi masing-masing diri, juga mampu menjadi soko guru untuk mengejar
ketertinggalan dan membangun sebuah kehidupan yang lebih ideal dengan norma dan
tatanan etika budaya yang beragama ditengah-tengah perbedaan dan kemajemukan ciptaan.
Istilah USIA biasanya identik
dengan kepanjangan “jika tidak Untung pasti SIA-sia,” sementara manusia dijelaskan
menjadi “MANfaatkan USIA” semaksimal mungkin untuk kepentingan diri sendiri,
sesama dan alam. Salahkah jika yang muda lebih mendapat restu dan rida dari
yang tua? Di manakah letak kesalahan yang sesungguhnya, jika itu memang sebuah
kesalahan yang jadi permasalahan? Usia bukanlah jaminan kebijakan dan kebajikan,
semua akan terlihat jelas dari niatan mengolah kata dalam wujud lakon yang
nyata yang memerlukan bukti.
Sebuah cerita tidak pernah
salah, karena kesalahan itu terjadi saat kita dengan serta merta mempercayai
cerita tanpa membuktikan kebenaran cerita yang bisa saja itu adalah sebuah
dongeng sebelum tidur atau cerita dari sebuah keputusasaan dan kegagalan yang
dikemas sebagus mungkin untuk menjadi sarana keakuan dan kesombongan bagi si
pencerita yang sebenarnya telah menipu dirinya sendiri, kita boleh menipu orang
lain, tetapi kita tidak akan mungkin sedikitpun berhasil menipu diri sendiri.
Untuk kita para kaum yang
muda, bersemangatlah dalam kehidupanmu, banyak harapan dan kerinduan digantungkan
pada pundakmu, jagalah setiap derap langkahmu agar tetap kokoh dan pasti, dunia
sangat membanggakanmu dan hormatilah yang lebih tua dalam usianya dan
kelebihannya.
Wahai engkau manusia yang
lebih tua, jadikanlah diri Anda sebagi orang tua yang sebenarnya yang harus
selalu memberikan semangat lahir-batin kepada generasimu sebagai penerus perjuangan
yang mulia yang masih dan akan harus selalu terus diperjuangkan untuk sebuah
cita-cita yang dapat memuliakan semua kemuliaan di semesta alam dan seisinya.[]
sumber gambar: lifeofpix.com
0 komentar:
Post a Comment