Oleh: Najmah Muniroh
Sebagai penikmat film, saya punya bakat unik, yaitu kemampuan menebak akhir cerita. Beruntungnya, tebakan saya hampir tidak pernah meleset. Banyak yang penasaran bagaimana bisa saya jadi ahli ‘terawang’ ending cerita begitu.
Let me tell you a secret, guys... Urusan menebak akhir cerita sebenarnya triknya gampang.
Kalau cuma kepingin lihat di mana si cowok akan melabuhkan cintanya, pada cewek A atau cewek B, trik saya sederhana saja. Modal saya cuma membandingkan adegan. Cukup bandingkan saja adegan siapa
yang paling banyak muncul dan dramatis, adegan cewek A atau adegan cewek B? Dan
jika proporsi adegannya sama-sama banyak dan sama-sama romantis saya tinggal
pakai trik kedua: cari yang paling cantik di antara keduanya. Kenapa? Karena cowok ganteng
biasanya bersanding dengan cewek cantik. Beres. Problem is solved. Akhir cerita bisa saya tebak dengan mudah berkat
kejelian melihat hubungan antara“si cantik dan si ganteng”.
Soal hukum cantik-ganteng ini kadang saya suka
sebal sama film Disney. Ini film sudah banyak bikin dosa sama saya dan seluruh
anak-anak di dunia. Kenapa? Ini karena Disney membuat semua penontonnya percaya
bahwa bahwa “pangeran tampan hanya pantas bersanding dengan putri cantik”. Terus bagaimana nasib saya dan jutaan,
atau bahkan miliaran jomblo yang tidak cantik
seperti saya, hah?! Duh, harapan mendapat jodoh pangeran tampan pun segera pupus sebelum berkembang (sambil baca kalimat terakhir, tolong bayangkan back sound lagu sedih mendayu-dayu agar terkesan
dramatis ya, lagu Pupus-nya Dewa19 juga boleh).
Ah, dunia memang kejam pada para jomblo, Bung. Sialnya lagi, di dunia ini tidak semua orang dikasih anugerah
kecantikan dan ketampanan.Saya juga tidak cuma sekali-dua kali mendengar komentar
dari orang-orang sekitar saya yang
bunyinya gini, “Dih, cewek cantik begitu kenapa mau nikah sama cowok item
yang tinggal tulang sama kentut yak?”
Ck ck ck... Orang-orang itu tidak pernah pernah mikir, apa? Bagimana kalau si cowok ternyata memang baik, setia, saleh, tidak bertingkah macam-macam, tidak suka selingkuh dan bukan pembohong (kayak kamu)? Bagaimana kalau dia orangnya dewasa, pengertian, bikin
nyaman, juga rajin menabung, rajin menyapu dan rajin mengepel (ini cowok apa pembantu idaman sih)? Saya rasa ‘semua cewek setuju’ bahwa cowok baik-baik kayak begini jauh lebih menjanjikan dan bisa diandalkan di masa depan daripada cowok
yang modalnya muka ganteng dan janji palsu doang (ralat: mungkin tidak semua cewek, mungkin cuma saya saja). Bagaimana? Masih menganggap penampilan luar lebih penting daripada inner beauty?
Sebentar, jangan salah paham. Saya tidak sedang ngajari kamu penampilan luar tidak penting loh ya! Tidak begitu maksud saya. Kecantikan luar dan
dalam itu ‘sama-sama penting’. Kamu tidak bisa cakep saja tapi bego dan jahat. Kamu juga tidak bisa ‘baik’ saja tapi penampilannya berantakan kayak urap tumpah. For your
additional information, iklan ter-seger abad ini adalah contoh “bantahan” paragraf
argumentatif di atas yang bilang bahwa inner beauty itu lebih penting. Di sini kamu bakal dapat bukti kalau kecantikan luar itu tidak bisa dipandang sebelah mata.
Pernah lihat iklan permen rasa mint yang dibintangi Raisa?
Itu loh, yang ada adegan dia ditanya-tanya sama calon
mertuanya, “Kamu suka bola?”. Terus si Raisa jawab, “Enggak Pak. Tapi saya suka
MotoGP.”Waktu Raisa omong begitu, dia sedang naik MotoGP warna biru-putih, lalu
ada angin yang bikin rambut Raisa berkibar-kibar dramatis. Duh, seger banget lihatnya—saya cewek dan saya merasa seger lihatnya, bayangkan kalau yang lihat cowok, entah komentar apa yang bakal keluar.
At the end of story, si Raisa tetap diterima jadi mantu karena si Raisa tetap keren walau bagaimanapun, bahkan walau dia tidak sejalan dengan calon
mertuanya. Ck ck ck... Sungguh hebat pesona aura kecantikan Raisa ini.
OK, berhenti dulu melamun tentang Raisa. Sekarang
coba bayangkan kalau iklan tadi
diperankan oleh Elly Sugigi. Di adegan itu dia naik odong-odong terus pakai baju gembel sobek-sobek degan muka kusam
sambil berpose monyong khas kaum alay, lalu dia bilang, “Enggak Pak. Tapi saya suka MotoGP.” Singkat cerita, di adegan terakhir calon
mertuanya terkena serangan jantung. Elly Sugigi ditolak, hingga ia memutuskan
untuk membantai seluruh keluarga calon mertuanya. Ck ck ck… Sungguh tragis. Dan saya rasa adegan thriller bukanlah ide bagus untuk iklan promosi permen mint yang –memang seharusnya– ‘seger’ dan berakhir dengan indah, kan? Hmm… That’s just my simple illustration to show you the power of beauty.
Tuhan itu indah dan suka keindahan. Islam juga
agama yang cinta kebersihan dan keindahan. Coba cari, deh, agama mana
lagi selain Islam yang menganjurkan umatnya untuk mandi seenggaknya sekali
seminggu pada hari Jumat, potong kuku, mandi besar sampai mengatur tata cara istinjak segala. Itu detail banget, loh. Sampai urusan-urusan printilan dibahas
segala. Itu salah satu bukti bahwa Islam itu juga cinta kebersihan dan
keindahan. Sebaliknya, tak patut rasanya kalau kita hanya fokus pada penampilan
luar tapi abai dengan kecantikan hati. Tapi alangkah eloknya kalo kita
menghargai dan menghormati diri sendiri dengan menjaga penampilan.
Jangan sampai ada orang yang ogah dekat sama kita karena kita bau ketek. Atau malah orang jauhin kita hanya karena
kita hobi menyebarkan salam padahal jarang gosok gigi. Jangan pula ada cerita
orang meremehkan kita karena pakaian kita tidak bagus. Bagus itu tidak perlu mahal atau
kekinian loh ya. Yang penting rapi, tidak acak-acakan dan serasi, jadi
enak dilihatn. Kan kata pepatah cinta itu turun dari mata ke hati.
Apa masih kurang banyak pesan dan tips biar diterima kerja atau
diterima jadi menantu yang menyebutkan pentingnya penampilan dalam menciptakan
kesan? Biar kata tidak cantik-cantik atau ganteng-ganteng amat tapi kalau rapi,
bersih, wangi ditambah pintar, rajin, jujur dan bertanggung jawab, level keren kamu
pasti jadi naik berkali-kali lipat. Itulah kenapa innerbeauty dan
penampilan luar sama-sama penting. Tak ada yang lebih tinggi atau rendah, tak
ada yang jadi prioritas dan sekadar pilihan, karena keduanya sama-sama
“penting”.
Jadi, jika kalian, wahai kaum lelaki, masih menganggap bahwa intelektualitas
dan kritisisme adalah pencapaian paling puncak dalam sejarah manusia, sementara
keelokan fisik dan kerapian adalah sebenar-benarnya eksploitasi dalam peradaban
dunia, maka kau salah besar. Masih tidak percaya? Coba ingat-ingat lagi, berapa
kali kalian selamat dari omelan gebetan, pacar atau istri karena jarang mandi. Intinya,
jangan (lagi) coba-coba berdalih lupa mandi karena kalian sibuk membaca buku,
berdemonstrasi dan menyelamatkan dunia. Ah, kalian terlalu berfantasi.
Setidaknya selamatkan dulu yang terdekat, hubungan cinta misalnya.
Sebagai penutup, ijinkan saya mengutip motto
Miss Universe, yaitu Beauty, Brain, and Behaviour. Coba lafalkan 1000 kali dan hafalkan benar-benar agar menancap kuat di otak kamu. Karena
(kata ustaz saya) tiga hal tersebut adalah koentji calon mantu idaman. Soal
urusan urutan Motto 3B (Beauty, Brain, Behaviour) yang diawali oleh kata beauty
saya tidak mau banyak komentar. Kenapa harus beauty dahulu? Kenapa bukan brain dulu, atau behaviour dulu? Nah loh… Jadi panjang kan urusannya?
Kalau saya bahas bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas cuma buat bahas sisi historis, sosiologis, psikologis motto tersebut. Sekalian analisis penerjemahan teks yang mengandung ideologi. Dan
juga penelusuran peran Miss Universe sebagai subjek yang aktif
memiliki, merasakan dan memahami ideologi 3B tersebut. Belum lagi urusan tarikan kepentingan para elit di media. Duh, untuk
pembahasan motto Miss Universe yang terdiri dari tiga kata saja kalkulasi kasar perhitungan waktu yang
diperlukan sekitar 329 jam 42 menit 23 detik.
Mungkin sebaiknya kita obrolkan ini
kapan-kapan sambil minum kopi di angkringan. Kan enak kalau bisa minum kopi sambil mengobrol. Jadi kita bisa sekalian dapat ilmu baru, pacar baru, pengalaman baru, dan suasana baru. Sekalian nanti kita bisa bahas lebih lanjut pentingnya keseimbangan antara innerbeauty
dan penampilan sebagai modal meraih gelar menantu idaman.[]
sumber gambar: allkpop.com
0 komentar:
Post a Comment