Friday, January 11, 2013

Apresiasi 'Untukmu Yang Lalu'

8:14 PM


Abdurrohim, penulis cerpen Untukmu Yang Lalu, membagikan cerpennya ke beberapa media sosial daring. Ternyata cerpennya mendapat beberapa tanggapan dari teman-temannya. Berikut ini adalah dua di antaranya.

Kawan, sebelumnya aku tak pernah mengomentari cerpen secara tertulis. Jadi sori, jika tidak sistematis. Ya, aku komentator amatiran, sebagaimana kau yang cerpenis amatiran, hahaha … perpaduan menarik.

Langsung saja.

Aku menemukan sebuah upaya habis-habisan darimu untuk bermain simbol. Tapi percayalah, simbol hati untuk cinta sudah klise. Hubungan keduanya (Hati dan cinta) sudah terlalu sering dibicarakan, romantika itu—mohon maaf—kurang menarik. Jika saja hati di sana dieksplorasi untuk memperoleh makna baru, atau lebih dalam, atau lebih berusaha mengungkapkan warna-warni batin manusia, mungkin “hati” itu akan lebih segar.Sebab “hati” toh bukan hanya tempatnya cinta, tapi semua kumpulan perasaan manusia. Benci bertempat di hati, iri bertempat di hati, hasud dengki dendam semua di hati. Dan semua itu tidak terpisah-pisah. Bahkan cinta dan benci seseorang kepada satu objek bisa sama-sama berkumpul di dalam hati layaknya keluarga kecil. Jelasnya, kalau memaknai hati sebagai semata-mata cinta, itu wajar dan acap dilakukan banyak orang. Tapi kalau mengeksplorasi “hati” sebagai “tempat ngopi cinta dan benci pada objek yang sama”, itu baru tidak normal. Menarik. 

“Hati sebagai cinta” mungkin dibutuhkan untuk menjalin alur cerita sekaligus meyuguhkan peristiwa di luar nalar, dengan harapan lahir daya kejut yang menghentak perasaan dan nalar. Di sana juga ada imajinasi liar yang coba dieksplorasi, juga ada kekejaman dan laku brutal untuk memeperkuat sisi romantik percintaan—putih akan semakin tampak putih jika disandingkan dengan hitam. Tapi upaya itu, menurutku, lho, belum sepenuhnya berhasil.

Untuk ke-liar-an imajinasi, misalnya, setelah hati di ambil dari dada, lalu emoh2an bertukar hati, kenapa tidak diberikan pada anjing, binatang yang konon paling setia pada majikannya itu. Atau pada kucing gendut—yang entah kenapa—bisa menyantap ikan hiu, untuk ditukar dengan hati ikan hiu yang—juga entah kenapa—sudah menyatu dengan hati kucing itu. Atau saat emoh-emohan terjadi hati dua tokoh itu disambar elang yang muncul entah dari mana. Dua hati itu dibawa terbang, sampai menembus langit ke romantik, lalu diberikan kepada seorang nabi yang tidak pernah terceritakan, untuk disantap bersama kurma kering dan air zam-zam. Atau mungkin dua hati itu dijadikan makan malam oleh keduanya karena seharian belum makan. Lalu karena dua tokoh itu sudah tidak punya hati, keduanya saling memakan satu sama lain. Tapi semakin saling memakan, semakin tubuh keduanya membesar, kaki tangan keduanya semakin panjang, mata dua tokoh itu semakin banyak tak terhitung. Di mana-mana ada mata si perempuan, di mana-mana ada tangan si laki-laki, di mana-mana ada kehangatan dan bau keringat si laki dan si perempuan. Di manapun, keduanya bisa merasakan kehadiran satu sama lain. Intinya hanyalah, keliaran yang coba dibangun itu, kenapa tidak dilanjutkan dengan keliaran lain, oman mungkin?

Untuk sisi romantik yang coba ditonjolkan, sebagaimana tampak dalam dialog, “Tanpa hati ini kau akan mati,” katamu kala itu. (jawab si laki-laki) “Hanya tubuhku yang akan mati, tapi bersamamu hati ini akan abadi.” Aku seperti pernah mendengarnya, mungkin dari acara TV, tapi entahlah.

Di luar ungkapan dan diksi yang sudah sering ditemui, tulisanmu enak dibaca.   

Mungkin ini dulu, kawan (namanya juga komentator amatiran, wajar kalau singkat). Oh, ya, satu lagi, “masa lalu” hanya akan menjadi masa lalu jika kita memang menyimpannya sebagai masa lalu. Dan karena itu—menurutku—“masa lalu” bisa diperbaiki (dalam diksimu “dirubah”); dengan maaf dan janji.   

Kurang lebihnya mohon maaf.[]


HAI!

Aku sudah baca cerpenmu. Ternyata BAGUS banget. Kau pintar menulis cerpen yang surealis. Meski masih harus dipoles lebih padat dan bagus lagi. Cerpenmu pada beberapa bagian memang masih ada yang kurang dan ada rasa ganjilnya. Kapan-kapan kita ketemu boleh deh diobrolin.

Oya, tidak ada kata "rubah" ya. Yang betul "ubah". Mendapat imbuhan me atau di atau ber. Berubah, Mengubah, Diubah. Bukan Berubah atau Merubah. Tidak ada kata dasar "rubah", yang ada kata dasar "ubah". Ingat-ingat ya….[]

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top