[sumber]
Oleh: Ahmad Darik
|
Manfaat Karya Sastra
1.
Karya sastra member kesadaran
kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran hidup ini.
2.
Karya sastra memberikan
kegembiraan dan kepuasan batin. Hiburan ini adalah jenis hiburan intelektual
dan spiritual.
3.
Karya sastra itu abadi. Karya
sastra seperti Mahabarata yang ditulis 2500 tahun yang lampau tetap aktual
dibaca saat ini. Tapi majalah dan surat kabar hari ini akan terasa basi di
minggu berikutnya.
4.
Karya sastra tidak mengenal batas
kebangsaan. Meskipun karya sastra ditulis berdasarkan keadaan setempat dan
sezaman, namun ia selalu berhasil menunjukkan hakikat kebenaran manusia dan
keadaannya.
5.
Karya sastra adalah karya seni;
indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahannhya. Kebutuhan
terhadap keindahan adalah kodrat manusia. Seni umumnya dan sastra khususnya
merupakan karya kebudayaan yang diciptakan dan diperlukan manusia.
6.
Karya sastra memberikan kita
penghayatan yang mendalam terhadap apa yang kita ketahui. Pengetahuan yang kita
peroleh bersifat penalaran, tetapi pengetahuan itu dapat menjadi hidup dalam
karya sastra.
7.
Membaca karya sastra juga dapat
menolong pembacanya menjadi manusia berbudaya. Manusia berbudaya adalah manusia
yang responsip terhadap apa-apa yang luhur dalam hidup ini. Manusia demikian
itu selalu mencari nilai-nilai kebenaran, keindahan, dan kebaikan.
Sastra
Sebagai Pengalaman
Yang dimaksud dengan pengalaman
di sini adalah jawaban (response) yang utuh dari jiwa manusia ketika
kesadarannya bersentuhan dengan kenyataan. Disebut utuh karena tidak hanya
meliputi kegiatan pikiran atau nalar, akan tetapi juga kegiatan perasaan dan
khayal (imajinasi). Yang dimaksud dengan kegiatan kenyataan ialah sesuatu yang
dapat merangsang atau menyentuh kesadaran manusia, baik itu yang berada di
dalam dirinya maupun yang di luar dirinya.
Dalam
peristiwa sastra, pengalaman itu diungkapkan dengan bahasa. Yang dimaksud
dengan peristiwa sastra adalah peristiwa yang terdiri dari kegiatan membaca
atau mendengar karya-karya sastra, mencipta karya-karya sastra, dan memberikan
kritik terhadap karya-karya sastra. Tanpa ada bahasa tidaklah ada yang disebut
peristiwa sastra.
Karena
bahasa adalah alat komunikasi maka pendengar atau pembaca mempunyai peluang
untuk mengalami kembali apa yang dialami sastrawan sebelumnya ketika
kesadarannya bersentuhan dengan kenyataan (realita). Sebagai alat komunikasi,
bahasa merupakan piranti yang dapat menyimpan dan meneruskan pikiran, perasaan,
dan penghayalan yang pernah terjadi pada kesadaran seseorang.
Pengalaman
yang terjadi di dalam kesadarn pendengar atau pembaca tidaklah sama dengan
pengalaman yang terjadi di dalam kesadaran sastrawan. Hal seperti itu tidak
dapat dihindarkan karena setiap orang memiliki watak dan latar belakan
kehidupan yang berlain-lainan. Karena watak dan latar belakang yang berlainan
itu, maka jawaban atas kenyataan dan kehidupan umumnya akan berlainan pula.
Sastra Sebagai Pengalaman Seni
Sebagai makhluk social, manusia butuh
berkomunikasi dengan manusia yang lain. Kebutuhan ini tampak dalam kecendrungan
orang untuk berkumpul, bercakap-cakap, bersurat-suratan, menulis buku, dan lain
sebagainya.
Seperti juga kebutuhan yang lain,
kebutuhan akan komunikasi ini menimbulkan kepuasan jika terpenuhi. Pada
dasarnya, peristiwa sastra merupakan peristiwa komunikasi juga, walaupun
merupakan jenis komunikasi yang khas. Di dalam peristiwa sastra, pembaca atau
pendengar menemukan kepuasan jika ia menyadari bahwa ia telah dapat memahami
dan merasakan pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan sastrawan. Demikian pula
sebaliknya, seorang sastrawan akan mendapatkan kepuasan jika ia tahu bahwa
pikiran-pikirannya dan perasaan-perasaannya yang disampaikan melalui karyanya
telah dapat diterima dengan baik oleh pembaca dan pendengarnya.
Sebagai bentuk komunikasi, sastra tidak
hanya memberikan kepuasan melalui nilai-nilai pengalaman biasa (experiental)
yaitu dalam bentuk gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan, akan tetapi juga
nilai-nilai seni, yaitu dalam bentuk kepuasan karena pendengar atau pembaca
dapat memahami dan mengagumi penguasaan sastrawan atas berbagai cara hingga ia
dapat menyampaikan isi hatinya dengan sempurna.
Sastra Sebagai Karya Seni
Ada tiga hal yang membedakan antara
karya sastra dengan karya-karya tulis lain yang bukan sastra, yaitu sifat
khayali, adanya nilai-nilai seni, dan adanya cara penggunaan bahasa yang khas.
Sifat khayali karya sastra merupakan
akibat dari kenyataan bahwa karya sastra dicipta dengan daya khayal; dan
walaupun karya sastra berbicara tentang kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah
kehidupan nyang nyata, karya sastra itu terlebih dahulu menciptakan dunia
khayali sebagai latar belakang tempat kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah
itu dapat direnungkan dan dihayati oleh pembaca.
Adanya nilai-nilai seni (estetik) bukan
saja merupakan persyaratan yang membedakan antara karya sastra dan yang bukan
sastra, namun justru dengan bantuan nilai-nilai itulah sastrawan dapat
mengungkapkan isi hatinya sejelas-jelasnya, sedalam-dalamnya, dan
sekaya-kayanya. Adapun nilai-nilai seni itu meliputi: keutuhan (unity), atau
kesatuan dalam keragaman (unity in variety), keseimbangan (balance),
keselarasan (harmony), dan tekanan yang tepat (right emphasis).
Yang dimaksud dengan keutuhan ialah
suatu karya sastra harus utuh; artinya, setiap bagian atau unsure yang ada
padanya harus menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Dengan
kata lain, di dalam karya sastra tidak ada unsure yang kebetulan. Semuanya
direncanakan dan ada dalam karya sastra itu sebagai hasil pemilihan dan
pertimbangan yang seksama.
Yang dimaksud dengan keseimbangan ialah
unsur-unsur atau bagian-bagian yang ada dalam karya sastra, baik dalam ukuran atau bobotnya, harus sesuai
atau seimbang dengan fungsinya.
Keselarasan
berkenaan dengan hubungan satu unsur atau bagian karya sastra dengan unsur atau
bagian lain; artinya, unsur atau bagian itu harus menunjang unsur atau bagian
yang lain, dan bukan mengganggu atau mengaburkannya.
Tekanan yang
tepat artinya unsur atau bagian yang penting harus mendapat penekanan yang
lebih daripada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang penting itu
akan dikerjakan sastrawan dengan lebih seksama, sedang yang kurang penting
mungkin hanya berupa garis besar dan bersifat skematik saja.[]