Oleh: Doel Rohim
Alin. Ketika sang surya belum beranjak dari
peraduannya. Suaramu yang renyah telah menyapaku, bergetar halus di gendang
telingaku sebelum mataku terbuka. Dan tanganmu yang halus membelai rambutku
yang kusut. Lalu bibirmu yang hangat mengecup keningku seraya berbisik, “Mas, sudah shubuh. Mari kita salat.” Aku menggeliat mesra. Kupeluk
tubuhmu. Percintaan kita semalam menyisakan keringat yang berbaur dengan aroma
tubuhmu semerbak menusuk ke dalam hidungku.
Dan ini adalah pagi ke 1704 saat aku bangun tidur harus
kuhadapi kenyataan bahwa bukan kau Alin, yang ada di sisiku, melainkan sosok
mungil yang minggu depan akan merayakan ulang tahunnya yang ke 4. Dialah Jaka,
anak kita yang ke dua.
Bibir itu, Alin, ya bibir itu.
Bibir itu mirip dengan bibirmu. Oh, tidak. Bukan mirip. Jaka benar-benar
memiliki bibirmu.