Sunday, July 24, 2016

Ganjaran: Proyeksi Desa Santri


Oleh: Muhammad Madarik

Pendahuluan.

Desa Ganjaran merupakan salah satu wilayah pedesaan di wilayah Kecamatan Gondanglegi Malang. Desa itu terletak arah tenggara dari kota kecamatan yang berjarak sekitar enam kilo meter. Saat melewati desa Putat Lor, jalan masuk desa Ganjaran hanya diwarnai kebun tebu yang melambai-lambai tak terkesan terdapat sebuah kehidupan ramai. Tetapi ketika memasuki desa, setiap pendatang akan terkesima menyaksikan jumlah penduduk yang memadati hampir seluruh sudut desa.

Di desa ini bermunculan lembaga pendidikan Islam yang bertebaran dari segenap ujung desa. Diyakini bahwa keberadaan para penuntut ilmu dari luar desa Ganjaran membuat keramaian wilayah desa ini kian bertambah. Hal ini dibuktikan fakta bahwa kondisi desa begitu terasa sepi diasumsikan karena bertepatan dengan waktu liburan sekolah atau pesantren.

Tulisan singkat ini ditujukan untuk meneropong berbagai kemungkinan cita-cita sebagian pihak agar desa Ganjaran menjelma sebagai desa santri, baik dari sisi kondisi, potensi maupun kekurangan. Tentu ulasan ini hanya sekian noktah dari sebegitu banyak sub tema dan pokok wacana yang perlu perbincangkan, didiskusikan dan presentasi lebih dalam dan matang berkaitan dengan harapan supaya desa Ganjaran benar-benar tercipta menjadi "kampung santri".

Menakar Potensi.

Perkembangan agama Islam di desa Ganjaran benar-benar mencengangkan bila dipandang dari sudut pertumbuhan lembaga pendidikan dan tempat-tempat ibadah.

Pesantren-pesantren di desa ini bisa dijabarkan sebagai berikut:

[01] PP Raudlatul Ulum I (PPRU I)
[02] PP Jarlaok (Al-Mubarok)
[03] PP As-Senamiyah (PPRU II)
[04] PP Al-Azhar
[05] PP Mansyaul Ulum
[06] PP Hikmatul Hasanah
[07] PP Tahfidzil Qur'an
[08] PP Tarbiyatul Banat
[09] PP Nurul Hikmah
[10] PP Nurul Ulum (PPRU III)
[11] PP Miftahul Ulum (PPRU IV)
[12] PP Al-Bukhori (PPRU V)
[13] PP Al-Fudloli
[14] PP Hidayatul Mubtadi'in (PPRU VI)
[15] PP Zainul Ulum
[16] PP Al-Falah

Sedangkan masjid di Ganjaran ada:
(01) Masjid Zainal Alim
(02) Masjid Asy-Syafi'iyah
(03) Masjid Al-Bukhori

Tahun ini (2016) masjid bertambah satu lagi yang dipandegani Kiai Wahidi Zainullah melalui proses musalla yang diancang tempat ibadah Jumat.

Semarak Islam semakin terlihat berbinar dengan ditumbuh-kembangkannya musalla yang menjamur di berbagai sudut kampung di desa Ganjaran. Hampir-hampir tidak ada ruas jalan dan gang tanpa dibangun tempat ibadah umat muslim itu. Suara azan, takbir, tahmid dan salawat serta alunan "pujian-pujian" yang saling bersahutan menampakkan jumlah musalla cukup menggembirakan.

Tidak kalah dengan pesantren dan tempat ibadah, lembaga pendidikan formal (sekolah, madrasah dan diniyah) juga bertebaran di desa ini. Uraiannya dapat dipilah sebagai berikut:

Sekolah Tingkat Pra TK dan Taman Kanak-kanak:
(01) PAUD Al-Falah
(02) PAUD Mansyaul Ulum
(03) PAUD Al-Hidayah [dalam proses pengajuan]
(04) RA Raudlatul Ulum
(05) RA Mansyaul Ulum
(06) RA Al-Falah
(07) RA Al-Hidayah

Di tingkat ini terdapat beberapa lembaga pendidikan Al-Qur'an:
(01) TPQ Dauq (Dirasah Awaliyah fi Ulumil Qur'an) di PP Miftahul Ulum (PPRU IV)
(02) TPQ Al-Qoffal
(03) TKQ-TPQ Durrotul Athfal
(04) TPQ Al-Hidayah

Sekolah Tingkat Dasar:
(01) MI Raudlatul Ulum
(02) MI Mansyaul Ulum
(03) MI Zainul Ulum
(04) SD Plus NU Al-Fudloli
(05) SDI Al-Falah
Sekolah tingkat dasar ini ditambah dengan adanya SDN Ganjaran.

Sekolah Tingkat Menengah Pertama
(01) MTs Raudlatul Ulum putra-putri
(02) MTs Mansyaul Ulum
(03) MTs Zainul Ulum
(04) SMP Pesantren Raudlatul Ulum
(05) SMP Plus NU Al-Fudloli
(06) SMP Al-Falah

Sekolah Tingkat Menengah Atas
(01) MA Raudlatul Ulum putra-putri
(02) MA Mansyaul Ulum
(03) MA Zainul Ulum
(04) SMA NU Al-Fudloli
(05) SMK Al-Khozini
(06) SMK Al-Falah
(07) SMK NU Al-Fudloli

Selain sekolah dengan segala jenjangnya, di desa Ganjaran juga tersedia Madrasah Diniyah (Madin) dengan segala tingkatannya. Mayoritas keberadaan Madin ini berada di dalam pengelolaan (include) pesantren, tetapi ada pula yang terbangun di naungan yayasan di luar pesantren. Uraian Madin bisa dijabarkan:
(01) Madin Raudlatul Ulum
(02) Madin Mansyaul Ulum
(03) Madin Miftahul Ulum (PPRU IV) (04) Madin Durrotul Athfal
(05) Madin NU Al-Fudloli
(06) Madin Al-Hidayah
(07) Madin As-Sanamiyah (PPRU II)
(08) Madin Raudlatul Mubtadi’in (PPRU VI)
Daftar Madrasah  Diniyah ini mungkin belum mencakup beberapa yang belum teridentifikasi oleh penulis.

Desa Ganjaran benar-benar tampil sebagai pedesaan orang-orang taat beragama. Kondisi demikian ini ditandai dengan wujudnya jam'iyah tahlil dan salawat di kampung-kampung yang bertebaran dan diikuti oleh masyarakat di hampir per-RT. Komunitas yang dikenal dengan "perkumpulan tahlilan" atau "perkumpulan salawatan" itu diselenggarakan secara berkala, baik mingguan, per setengah bulan, maupun pertahun yang ditempatkan secara bergilir antar anggota sesuai kesepakatan atau permintaan tuan rumah yang sedang mempunyai hajat. Belum lagi, adanya tahlil kematian yang diadakan sampai tujuh hari, empat puluh hari atau haul kian meningkatkan riuh kegiatan ritual di tengah-tengah masyarakat.

Di samping itu, desa Ganjaran juga memilki tiga majelis salawat bersifat kolosal:
(01) Majelis Shalawat Hubbun Nabi
(02) Majelis Shalawat Al-Banjari
(03) Majelis Tobatan JTQ
(04) Majelis Shalawat Nurul Mustofa

Mengkalkulasi Berbagai Indikator.

Prospek desa Ganjaran menjadi desa santri memang terbuka banyak kemungkinan. Salah satu indikasi ke arah sana dapat disimpulkan dari apa yang disebutkan oleh Alm. KH. Qosim Bukhori dalam sebuah kesempatan dengan mengatakan bahwa desa Ganjaran merupakan mercusuar ilmu pengetahuan. Menurut Pengasuh PP. Raudlatul Ulum 2 Putukrejo Gondanglegi Malang itu, hal itu dapat ditilik dari adanya para ulama besar yang berdomisili di desa ini. Sebut saja di masa awal terdapat KH. Zainal Alim (kiai Tombu) dan KH. Bukhori Ismail (kiai Masjid). Kemudian lahir di masa berikutnya Habib Muhammad Al-Jufri (Habib Mo'), KH. Yahya Syabrawi, KH. Zainullah Bukhori, KH. Senamah, KH. As'ad, KH. Qoffal Syabrawi, KH. Nasir dan para tokoh yang lain. Sejarah para alim terus berlanjut para periode KH. Kholili Nawawi, KH. Khozin Yahya, KH. Mursyid Alifi, KH. Abdul Hannan As'ad, KH. Ismail Bukhori, KH. Fudloli Bukhori dan lain sebagainya.

Kini, tongkat estafet perjuangan dakwah Islam di desa Ganjaran tetap diperteguh oleh para penerus masing-masing pengasuh pesantren di bawah bimbingan KH. Mujtaba Bukhori, selaku sesepuh di desa ini. Generasi penerus para tokoh ulama zaman terdahulu semakin kuat saat muncul kader-kader muda yang memiliki pengetahuan luas dan kualifikasi latar belakang pendidikan yang beragam. Kondisi demikian menggambarkan bahwa sisi SDM yang berada di desa Ganjaran benar-benar komprehensif dari segala aspek.

Melihat geliat keagamaan masyarakat Ganjaran yang tercermin dari berbagai kegiatan religi dan pusat-pusat pendidikan merupakan indikator yang menunjukkan bahwa keberadaan desa ini patut diwacanakan sebagai "desa santri" di wilayah Malang Selatan.

Kendatipun desa Ganjaran menjadi lumbung kegiatan dan lembaga Islam, tetapi eksistensi lembaga pendidikan Islam di desa ini belum nampak tumbuhnya sistem pendidikan terintegrasi (integrated educational system) antar pesantren dan lembaga pendidikan Islam sehingga terkesan arah pendidikan masing-masing masih sangat parsial sesuai kebijakan pengelolanya. Hubungan antar pesantren dan lembaga pendidikan Islam masih bersifat historis belaka. Tema besar mengusung desa ini menjadi sumbu kehidupan pesantren belum tercakup dalam program jangka panjang.

Apalagi secara kultural selama ini eksistensi pesantren dan lembaga pendidikan Islam menegasikan terbentuknya kelas-kelas baru dalam strata sosial sehingga tampak sekali muncul dunia lain yang begitu sangat eksklusif di tengah tatanan kehidupan masyarakat desa Ganjaran. Aktivitas kalangan pesantren dan lembaga pendidikan Islam merupakan potret dari interaksi yang terpisah antara dunia pesantren dan lembaga pendidikan Islam dengan masyarakat. Kepedulian terhadap anak putus sekolah, kaum dluafa', orang-orang papa dan pihak di bawah garis kemiskinan belum terjamah secara sempurna oleh pesantren dan lembaga pendidikan Islam. Mereka begitu asyik dengan dunianya sendiri. Walaupun pesantren dan lembaga pendidikan Islam menoleh kepada persoalan-persoalan kemasyarakatan, masih bersifat parsial, belum dirumuskan secara baku bagi pesantren dan lembaga pendidikan Islam untuk kemudian bersama-sama melakukan gerakan pemberdayaan. Lebih-lebih bila rumusan pemberdayaan yang dibidani pesantren dan lembaga pendidikan Islam dikolaborasikan dengan program desa bersama Kepala Desa dan aparatnya, maka impian desa Ganjaran diproyeksikan sebagai "desa santri" bukan tidak mungkin menjadi kenyataan.

Penutup

Di luar potensi, kelemahan dan indikasi-indikasi yang di miliki desa Ganjaran, mewacanakan desa ini untuk diancang sebagai "desa santri" di daerah Malang Selatan pantas untuk mendapatkan perhatian semua pihak.


Meskipun butuh eksplorasi mendalam karena ragam indikasi desa Ganjaran menuju "desa santri" dalam tulisan ini hanyalah sekelumit dari sekian banyak yang belum tersingkap, tetapi data-data di atas sudah cukup dijadikan pijakan awal menggali lebih luas tentang desa ini.[]

Sumber Gambar:

Thursday, July 7, 2016

Sekelumit Karakteristik Bahasa Arab


Oleh: Muhammad Madarik

MUKADDIMAH
Disadari ataupun tidak, orang-orang non Arab (‘ajamî) secara umum menganggap bahasa Arab sebagai bahasa yang sulit dipahami dan terkesan rumit dibanding bahasa lainnya. Padahal sebetulnya semua bahasa di dunia ini memiliki tingkat kesulitan dan kemudahan masing-masing, tergantung ciri khas bahasa itu sendiri, baik dari segi fonologi, morfologi, sintaksis maupun semantik.

Tidak jauh berbeda, kesan sulit bahasa Arab masih melekat dalam diri pelajar Indonesia. Kesan tersebut dimaklumi, sebab sistem kebahasaan antara bahasa Indonesia dan bahasa Arab memang tidak sama. Hal mendasar dari kedua bahasa itu ialah perbedaan ras dan rumpun. Bahasa Arab berasal dari rumpun bahasa Semit (As-Samiyah), sedangkan asal bahasa Indonesia rumpun Melayu (Austronesia).

Namun sebenarnya, bukan hanya persoalan-persoalan kebahasaan yang menyebabkan kecenderungan masyarakat terhadap eksistensi bahasa Arab menurun dibanding bahasa Inggris, tetapi lebih jauh dari itu secara umum tren masyarakat dunia menjatuhkan pilihannya pada bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Walaupun pada hakikatnya dinamika bahasa Arab lebih dinamis, universal dan memiliki beberapa keistimewaan yang tidak dipunyai bahasa lain, termasuk bahasa Inggris.

Lewat tulisan singkat ini, diimpikan agar stigma bahwa bahasa Arab memiliki sudut kebahasaan yang lebih rumit dibanding bahasa lain bisa terkuak.

FUNGSI DAN KARAKTERISTIK
Memahami bahasa Arab seharusnya dilacak secara komprehensif, tetapi menelaah dimensi kekhasannya sudah cukup mengungkap betapa bahasa Arab memang dipilih Tuhan berperan mewakili firman-Nya. Sebagaimana disebutkan dalam Alquran:

)إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ(
[QS. 12:02]

Setidaknya mengenal fungsi dan karakter pada bahasa Arab dipandang merupakan langkah awal yang bisa  menuntun seseorang menemukan sekian banyak rahasia di balik bahasa kitab suci dalam agama Islam itu.

1) Fungsi Bahasa arab
Bahasa Arab seperti fungsi bahasa yang lain merupakan lambang bunyi yang berguna sebagai salah satu alat komunikasi. Bahasa Arab dinilai memunyai kaitan erat dengan agama Islam, dikarenakan Alquran diturunkan dalam bentuk bahasa Arab, sehingga secara tidak langsung melibatkan tradisi bangsa Arab sebagai landasan (basis) Islam.

2) Karakteristik Bahasa arab
Setiap bahasa pasti memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda-beda sesuai budaya masyarakat tempat bahasa itu tumbuh. Begitu pula bahasa Arab memunyai sisi khusus yang tidak terdapat dalam bahasa lain.

Bahasa Arab memiliki karakteristik yang terbilang unik dan universal. dikatakan unik karena bahasa Arab berciri khas yang membedakan dengan bahasa lain. Disebut universal karena pada bahasa Arab tersimpan nilai-nilai yang sama dengan bahasa lain.

Karakteristik dalam bahasa Arab dapat diuraikan sebagai berikut:

(a) Bahasa Arab memiliki ragam yang meliputi:
> Ragam sosialek yaitu ragam bahasa yang menunjukkan stratifikasi sosial-ekonomi penuturnya. Contoh: Kata انت; disebutkan untuk kata ganti kedua yang sederajat. Kalimat انتم; digunakan untuk kata ganti kedua yang lebih mulia.

> Ragam geografis yaitu ragam yang menunjukkan dialek berbeda akibat letak daerah satu dengan wilayah yang lain (لهجة فردية).

(b) Bahasa Arab dapat diekspresikan secara lisan ataupun tulisan.

(c) Terdapat kehadiran individu yang sangat terasa dalam setiap ungkapan kata kerja. Sisi individu begitu tampak pada kata ganti dan berbagai bentuk verba secara mentalistik melalui struktur kata dan kalimat. Misalnya kata اقرأ [aqra'u] berarti kehadiran aku, sedangkan kata تقرأ [taqra'u] mencerminkan kamu (laki-laki), atau kata يقرأ [yaqra'u] yang dimakanai dia (laki-laki).

Hal ini berbeda dengan bahasa Indonesia yang membutuhkan kata secara utuh untuk menghadirkan individu seseorang. Contoh: Aku membaca, kamu membaca atau dia membaca.

(d) Keutamaan makna dalam bahasa Arab yang tampak sekali juga mementingkan unsur arti dari kata perkata disamping memperhatikan setiap tuturan. Oleh karena itu, dalam bahasa Arab ditemukan tak terbilang bentuk, struktur dan pola yang menunjukkan makna, sifat dan keadaan. Contoh: pola dari kata فعلان [fa'lân] mengindikasikan pada bergerak dan kacau, seperti kata هيجان [haijân] yang bermakna "gejolak". Contoh lain: pola dari kata فعل [fa‘‘ala] yang menunjukkan arti perulangan. Misalnya kata حرك [harraka] yang padanan dalam bahasa Indonesia di antaranya berulang; menggerak-gerakkan.

(e) Keberadaan i'râb mempertinggi kualitas kebahasaan bagi bahasa Arab. I'rab dalam bahasa Arab dinilai sebagai hal urgen. I'rab memuat kaidah-kaidah tanda baca dan perubahan-perubahan kedudukan sebuah kalimat. Ketepatan bacaan suatu teks Arab tergantung seberapa penguasaan i'râb-nya. Kesalahan meng-i'râb akan berdampak pada makna. Contoh:

) أَنَّ اللَّهَ بَرِيءٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ ۙ وَرَسُولُهٍ(
[QS. 10:03]

Jika huruf "lam" dibaca kasrah pada kata ورسوله [wa rasûlih], maka akan berarti "Allah terlepas - tanggungjawab - dari orang-orang musyrik dan rasul-Nya". Imam Ad-Du’alî membantah pemaknaan semacam ini.

Sementara bahasa yang tidak mengenal i'râb hanya mengandalkan isyarat-isyarat linguistik dan gabungan kata atau hubungan antara frase dan klausa. Contoh: Ulfa menyayangi anak-anaknya.

Bila dibandingkan susunan kalimat dalam bahasa Arab yang terasa memiliki nilai seni tersendiri pada setiap dinamika di dalam i'râb, pemaknaan contoh kalimat di atas begitu hambar sebab hanya berlandas pada gabungan kata atau hubungan antara frase dan klausa belaka.

(f) Kekayaan kosa kata bahasa Arab yang sudah dikenal oleh para ahli bahasa terutama terkait dengan konsep budaya dan kehidupan harian orang-orang Arab. Contoh:

Jika haus, maka menggunakan ungkapan العطش [al-‘athasy].

Jika lebih haus, maka menggunakan ungkapan الظماء [al-dzamâ'].

Jika lebih kuat, maka menggunakan ungkapan الصداء [al-shadâ'].

Jika lebih dahsyat, maka menggunakan ungkapan الأوام [al-awam].

Sedangkan ujaran berkaitan dengan derajat atau jenjang kualitas dalam bahasa Indonesia biasanya menggunakan kata bantu sarana yang menunjukkan perbandingan. Contoh: haus, sangat haus, lebih haus lagi.

(g) Kekayaan kosa kata dalam bahasa Arab tidak hanya terbatas pada kalimat atau kata belaka, tetapi termasuk huruf-huruf dalam bahasa Arab juga memiliki makna yang lebih dari satu. Contoh huruf "mîm":

Bermakna batas awal: خرجت من القرية (aku datang dari desa).

Bermakna sebagian: أنفقت من الدراهم (aku ingatkan sebagian dirham).

Bermakna penjelasan: لي ثوب من حرير (aku punya baju sutra).

Bermakna alasan: نام هلال من الجوع (Hilal tidur karena lapar).

Bermakna perbedaan: عرفنا الحق من الباطل (kita tahu kebenaran dari kerusakan).

(h) Masih dalam kekayaan kosa kata bahasa Arab, terdapat sistem pengambilan suatu kata dari kata yang lain dengan tetap dalam makna yang sama atau dikenal istilah isytiqâq. Contoh:

Kata فتح [fataha] yang berarti bermakna telah membuka.

Kata يفتح [yaftahu] yang berarti bermakna sedang/akan membuka.

Kata افتح [iftah] yang berarti bermakna bukalah.

Kata فاتح [fâtih] yang berarti bermakna pembuka.

Kata مفتوح [maftûh] yang berarti bermakna yang dibuka.

Dalam bahasa Arab, makna dasar yang sama dari satu akar kata memunculkan makna-makna sesuai adaptasi situasional. Sedangkan dalam bahasa Indonesia masih membutuhkan beberapa kata lain untuk menemukan padanan kata Arabnya. Contoh: مفتوح [maftûh] artinya "yang dibuka".

(i) Terdapat semacam derivasi kalimat, yaitu gabungan dua kata atau lebih yang mencerminkan singkatan dari sekumpulan kata yang tak berkait secara morfologis tetapi berhubungan secara filosofis. Contoh:

Kata بسملة [basmalah], merupakan singkatan dari "Bismillahirrahmanirrahim".

Kata  حمدلة [hamdalah] merupakan singkatan dari "Alhamdulillah".

Kata دمعز [dama‘azza] merupakan singkatan dari "Adama Allah izzak".

Kata صلعم [shal‘am] di luar perbedaan pendapat para ulama, kata ini merupakan singkatan dari "Shalallah alaihi wasallam".

Termasuk dalam bagian ini, ialah integrasi dua kata. Yang dimaksud adalah ungkapan dua kata dengan makna berbeda dalam bentuk "dua" (تثنية) secara morfologis dan menjadi istilah baku dalam bahasa Arab secara kultural.

Ungkapan yang terambil dari salah satu kata yang terintegrasi. Contoh:

Kata الأبوان [al-abawân] yang berarti ayah dan ibu.

Kata القمران [al-qomarân] yang berarti matahari dan bulan.

Kata العمران [al-‘umarân] yang berarti Abu Bakar dan Umar ibn Khattab.

Ungkapan yang terambil dari kata lain yang terkesan tidak identik. Contoh:

Kata الثقلان [ats-tsaqalân] yang berarti jin dan manusia.

Kata الجدبدان [al-jadîdân] yang berarti siang dan malam.

Derivasi dan integrasi kata dalam bahasa Arab cukup sulit ditemukan cakupan kata dalam bahasa Indonesia. Bahasa di luar Arab hanya mampu melayani padanan kata dalam bentuk terjamahannya. Selebihnya tidak mampu dipadankan.

PENUTUP
Pembelajaran bahasa Arab bagi sebagian besar orang, di dalam lembaga pendidikan Islam sekalipun, memang dihadapkan pada problematika yang cukup berat karena dibebani imej yang menggambarkan seluk beluk kerumitan-kerumitan dalam bahasa Alquran itu.
Tetapi dengan mengenal dan memahami kekhasan bahasa Arab yang tidak terdapat dalam bahasa lain, memungkin menelaahnya lebih diminati. Semoga.[]

RUJUKAN
(1) Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung, Rosdakarya. 2011.
(2) Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Teori dan Praktek), Bandung, Humaniora. 2005.
(3) http://natalinadc.blogspot.co.id/jenis-jenis-bahasa.html?m= (kala akses, 04/07/2016).
(4) https://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/frase-klausa-dan-kalimat/ (kala akses, 02/07/2016).
(5) http://www.en-wikipedia.org (kala akses, 02/07/2016).

Sunday, July 3, 2016

Mengaktulisasikan Sosok KH. Qosim Bukhori


Oleh: Muhammad Madarik

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada tahun inipun Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 2 Putukrejo memasuki tahun ajaran baru seperti pesantren-pesantren lain. Hanya saja penanganan dan penataan tata laksana manajemen lebih diintensifkan lebih dari pada periode sebelumnya. Tahun pelajaran 2016/2017 ini diwarnai dengan keterlibatan hampir-hampir semua pihak, mulai dari Dewan Pengasuh, santri senior dan beberapa kalangan yang selama ini lebih aktif di sekolah formal. Kondisi sedemikian menandakan sebuah kekompakan dan kebersamaan yang diperlihatkan oleh semua unsur. Tentu ini merupakan langkah-langkah strategis yang diancang mampu mereaktulisasi proses pendidikan di lingkungan PPRU 2 dalam segala aspek.

Meneguhkan Komitmen
Semua tahu bahwa PPRU 2 (terutama putra) ke depan perlu berbenah dengan usaha lebih kuat.  Pengelolaan dan penanganan dengan mengerahkan segenap kemampuan memang mendesak untuk disegerakan pelaksanaannya. Sebab, menyongsong masa depan yang lebih baik dengan berbagai macam tantangan internal dan eksternal merupakan hal yang harus benar-benar diwujudkan di lingkungan pesantren ini.

Berkaitan dengan konteks pengembangan PPRU 2 ini, maka komitmen segenap unsur, baik Dewan Pengasuh, santri, alumni maupun semua stakeholder, seyogianya diutamakan dan dikokohkan kembali. Tentu komitmen itu diejawantahkan dalam bentuk dukungan dari masing-masing sesuai jenjang dan proporsinya. Oleh sebab itu, semua kalangan harus mempunyai tekad bulat terhadap kesuksesan setiap rencana kegiatan yang dicanangkan. 

Dewan Pengasuh sebagai pihak yang memiliki kuasa dan tanggungjawab penuh terhadap keberadaan pesantren dapat menampakkan dukungannya lewat arahan atau instruksi yang berbasis kebijaksanaan. Di dalam lingkungan PPRU 2, model kepemimpinan sebetulnya sudah dicontohkan oleh pendiri pesantren ini, KH Qosim Bukhori. Sebagaimana banyak diceritakan oleh para alumni yang rata-rata tahu betul corak beliau dalam mengawal para santri, merupakan sosok moderat dan demokratis. Moderat artinya cenderung menyesuaikan perkembangan situasi yang muncul. Demokratis dimaknai sebagai sikap beliau yang seringkali  memposisikan dirinya menjadi orang yang berperilaku; Ing Ngarso Sung Tulodo Ing Madyo Mangun Karso Tut Wuri Handayani. Artinya, dalam banyak hal beliau tampil sebagai figur yang mampu menjadi suri tauladan serta bisa menggugah semangat dan dorongan moral. Sebab itulah, beliau dirasakan oleh para santri bukan saja sebagai guru tetapi juga dianggap seperti sahabat dalam makna yang luas. Faktanya, pada satu sisi beliau disegani karena kepribadiannya, namun pada sisi yang lain sosok beliau dijadikan tempat mengadu (baca: curhat) karena caranya berinteraksi yang acap kali mengakrabi.

Sedangkan komitmen bagi santri diandaikan sebagai sikap memompa diri untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki melalui program-program pesantren. Sehingga semua kewajiban yang dipikulkan kepada mereka tidak dinilai sebagai beban, tetapi justeru dianggap kebutuhan buat mengembangkan jati dirinya. Oleh karenanya, motivasi awal para santri menuntut ilmu perlu di tata ulang. Jika mengadopsi teori sebagian ulama berkaitan dengan niat, maka yang harus ditanamkan dalam lubuk mereka tidak lain hanya mencari ridla Tuhan dan menghilangkan kebodohan. Dorongan inilah yang diyakini bakal mampu mendongkrak semangat dan mengikis segala macam rasa malas.

Dalam konteks ini, peran kiai Qosim lebih banyak terlihat ketika menanamkan nilai-nilai dan norma kepada para santri dalam banyak kesempatan, baik secara formal di berbagai proses pembelajaran maupun di kala interaksi secara tidak formal. Seperti seringkali diingat sejumlah alumni bagaimana Yai memberikan dorongan dan motivasi belajar dengan beragam bentuk. Satu waktu, terkadang beliau menganjurkan santri untuk meningkatkan belajar, namun lain kali beliau menyarankan santri memperluas wawasan dengan membiarkan terlibat di organisasi, atau menugaskannya mengikuti sebuah kegiatan. Nasihat-nasihat dan saran beliau begitu sangat terkesan bagi kalangan santri sebagai sebuah pembuka ruang belajar. Hal yang cukup menarik dari apa yang dilakukan beliau seringkali pesan kepada salah satu santri berbeda ucapan beliau kepada santri yang lain. Hal ini seakan peristiwa jawaban Nabi Muhammad SAW yang berbeda antara satu sahabat dengan sahabat yang lain meskipun pertanyaan sama, terulang dalam kasus Yai Qosim kepada santri-santrinya ketika memberikan saran yang tidak sama antara satu santri dengan yang lain.

Komitmen bagi para alumni tak jauh berbeda dengan santri, hanya saja ranah mereka sudah berada di lingkaran masyarakat. Bentuk dukungan yang bisa dilakukan antara lain memposisikan diri mereka sebagai corong yang menyuarakan keberadaan pesantren di tengah-tengah lingkungannya. Keikutsertaan mereka menyebarkan nama pesantren tentu bervariasi sesuai kemampuan dan posisi masing-masing. Hal yang paling mendasar dalam peran alumni adalah menunjukkan jati diri dengan bangga sebagai orang yang pernah menyerap pendidikan di lembaga agama. Alumni yang demikian ini saja sudah dapat dipastikan menjadi promosi tersendiri bagi almamaternya, apalagi kemudian mereka rela menjadi agen informasi dan rekrutmen, maka hasilnya akan lebih membahana.

Yai Qosim sekalipun tidak pernah menuntut para alumninya harus menjadi apa dengan posisi bagaimana. Beliau lebih memasrahkan pengembangan diri para alumni di tengah-tengah masyarakat berproses secara alami sesuai dengan kearifan lokal masing-masing individu. Dari sekian banyak pesan-pesan beliau terhadap para alumni, yang terpokok hanyalah konsistensi terhadap ajaran agama, seperti menjaga shalat dan berakhlak karimah.

Terlebih jika peran serta para alumni diwujudkan dengan kegiatan yang diselenggarakan secara kolektif, pasti hasil yang diharapkan jauh lebih melegakan. Sebetulnya wadah untuk para alumni di lingkungan PPRU 2 sudah terbentuk semenjak Yai Qosim masih hidup. Bahkan serikat itu terbilang mengalami perkembangan memuaskan, baik dalam hal gerakan maupun dalam segi organisatoris. Perkumpulan alumni yang dinamai "Yasru [Yayasan Alumni dan Santri Raudlatul Ulum]" ini telah mampu mengakomodir keuangan alumni dalam pelbagai program dan sudah menata manajemen organisasinya secara rapi. Sayangnya, wahana alumni ini "mati suri" seusai mengalami berbagai benturan dan konflik internal.

Tidak dimaknai sebagai pemakai dan pengguna jasa, stakeholder yang dimaksud disini ialah segenap orang tua santri yang memberikan kepercayaan pesantren. Komitmen bagi mereka dapat digambarkan seluruh keikutsertaan para wali santri di dalam proses pendidikan putra-putranya yang berupa dukungan moral dan finansial.

Dukungan moral bisa diwujudkan dengan selalu menjaga terlenggaranya segala program dan tata aturan yang berlaku di pesantren. Kasus yang seringkali mencuat ialah pengawasan terhadap kegiatan putranya saat di rumah yang dirasa begitu minim. Contoh yang bisa diangkat adalah fenomena santri yang enggan melestarikan pembiasaan-pembiasaan di pesantren disinyalir karena faktor pengawasan orang tua yang melemah. Malah terkadang sikap para wali bertabrakan dengan kebijakan-kebijakan pesantren. Tamsil yang bisa dibuat gambaran antara lain kehendak memamitkan putranya yang cenderung "didesakkan", membuat tata aturan pesantren tercerai-berai.

Tetapi menggeneralisir kasus kepada semua orang tua santri, tentu bukan sikap yang bijak sebab tindakan demikian hanya bersifat personal. Apapun faktnya, ketimpangan ini lebih banyak disebabkan relasi pesantren dan stakeholder yang kurang harmonis. Makanya, kesinambungan komunikasi kedua belah pihak perlu diupayakan semaksimal mungkin agar tidak terjadi persimpangan yang kian menjauhkan keduanya. Melirik kegiatan Yai Qosim yang seringkali melawat ke berbagai daerah dengan misi pokok beliau mendakwahkan dzikir Naqsyabandiyah merupakan salah satu sarana yang produktif mengkomunikasikan kepentingan pesantren kepada stakeholder. Jejak Yai Qosim ini masih sangat relevan untuk dilestarikan guna merekatkan kembali hubungan antara wali santri dan pihak pesantren.

Di atas semua itu, komitmen setiap unsur harus didasari oleh rasa "memiliki" yang benar-benar melekat. Bermodal inilah diharapkan pengembangan pendidikan di lingkungan PPRU 2 yang mampu mengantarkan santri sebagai "insan berpikir dan berzikir" seperti pribadi KH Qosim Bukhori betul-betul menjadi kenyataan.[]

Sumber Gambar:
Powered by Blogger.

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top