Pendahuluan
Alquran
dan umat Islam adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Bagi umat Islam, ajaran
etis Alquran bersifat mutlak dan bisa diaplikasikan di segala ruang dan waktu (shâlih li kull zamân wa makân). Tapi fenomena
dewasa ini telah menunjukkan sebaliknya, relevansi Alquran mulai digugat dan
dipertanyakan. Bahkan dalam beberapa kasus, ajaran etis Alquran dijadikan
sebagai justifikasi terhadap tindakan yang bersifat destruktif. Polemik ini kemudian
menggugah para intelektualis muslim untuk lebih intens pada pengkajian Alquran.
Menurut
Fazlurrahman, problem utama umat Islam adalah lemahnya penghayatan terhadap
relevansi Alquran untuk masa sekarang. Oleh karena itu, mereka tidak dapat menyajikan
Alquran yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa kini. Di lain pihak masih
besarnya kekuatiran jika penyajian Alquran yang relevan dengan masyarakat
kontemporer malah akan menyimpang dari otoritas pendapat tradisional.[1]