[sumber] |
Situasi Bahasa
Kriteria yang paling umum berlaku adalah situasi bahasa
yang hanya menunjukkan perbedaan dalam sikap saja. Bila terdapat satu orang
juru bicara saja kita berhadapan dengan suatu teks monolog. Bila berbagai
pelaku sama-sama berbicara, maka kita berhadapan dengan sebuah teks dramatik.
Bila terutama satu orang berbicara, tetapi dia dapat mempersilakan
pelaku-pelaku lain untuk berbicara, maka teks bersifat naratif.
Tematik
Dalam perkembangan sejaran berbagai macam tema silih
berganti digemari. Tema pengasingan misalnya oleh Brecht dibahas dalam
perspektif masyarakat, sedangkan oleh Sartre dibahas secara eksistensial. Dalam
sastra barat terdpat beberapa tema yang selalu hadir, ada juga yang hanya
kadang-kadang muncul. Kadang-kadang kita menyaksikan semacam mode.
Pembagian-pembagian tematik mustahil disusun secara
deduktif. Pertama, karena pada dasarnya dapat dibayangkan seribu satu tema.
Kedua, penyebaran sebuah tema terikat akan tempat dan waktu. Ketiga, tema-tema
itu sering tumpang-tindih.
Dalam teori-teori mengenai jenis-jenis sastra sejak
dahulu memang dikaitkan situasi bahasa dengan tematik. Demikian pada abad ke-18
terjadi pembagian klasik antara lirik, epik, dan dramatik. Tiga jenis sastra
itu dikaitkan dengan beberapa tema yang memang penting bagi sejarah kebudayaan
Eropa barat, tetapi yang sebetulnya tidak ada sangkut pautnya dengan situasi
bahasa tertentu.
Pada abad pertengahan di Eropa cerita-cerita epik
dibawakan oleh dalang-dalang, sering dalam puri seorang bangsawan yang
sekaligus merasa dihormati karena epos itu bertemakan riwayat hidup leluhurnya.
Mengenai asal-usul puisi lirik tidak ada banyak informasi. Pada zaman Yunani
kuno istilah tersebut hanya menunjukkan bahwa teks tersebut dibawakan dengan
iringan alat musik lira. Tematik berbagai jenis sastra ini berubah dari zaman
ke zaman dan menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi, keadaan, publik, dan
medium. Pada zaman kita ini pengaruh film di televisi besar sekali. Yang
mengherankan adalah nqhwa sampai pertengahan abad ke-20 ini masih ada usaha
untuk memberlakukan pembagian jenis sastra secara tematik sebagai patokan
universal.
Gaya
Pembagian
menurut global prosa dan puisi sebetulnya bersifat stilistik. Dalam pandangan
tersebut puisi dianggap teratur menurut irama. Dalam buku-buku puitika klasik
juga dibedakan secara stilistik antara gaya tinggi dan gaya rendah, gaya yang
pantas bagi seorang ningrat dan gaya yang cocok bagi seorang petani. Pernah
juga dibedakan antara gaya simbolik dan gaya realistik. Dalam teori klasik gaya tinggi dihubungkan dengan
pentas tragedi, sedangkan gaya rendah dihubungkan dengan komedi.
Dampak stilistik sebuah teks tergantung harapan pembaca.
Pada zaman naturalisme orang-orang merasa tersinggung oleh gaya penulisan Zola
yang dianggap kasar dan jorok karena memakai bahasa sehari-hari. Pemakaian
bahas sehari-hari dalam prosa kini sudah demikian biasa sehingga kini sudah
tidak dipersoalkan lagi. Sebaliknya kini gaya bahasa Gerard Reve yang agak
resmi itu agak mencolok.
Akibat Pragmatik
Kategori
tujuan dan akibat pernah juga dikemukakan untuk pembagian
teks-teks. Tetapi pembagian serupa itu pun ada persoalannya. Ada teks-teks yang
mengajarkan sesuatu yang meyakinkan, yang bersifat humor, mengharukan, dan yang
memberikan informasi.
Tujuan
dan akibat tidak selalu sama. Alasan pertama karena akibat dan pengaruh pembaca
berubah dari zaman ke zaman. Kedua, maksud pengarang dapt disalah artikan. Ketiga,
fungsi-fungsi pragmatik tidak mudah dikaitkan dengan sekelompok teks.
Pembagian jenis-jenis sastra menurut dampaknya harus
memenuhi dua syarat, yaitu harus dibedakan antara efek primer atau efek
dominan, dan efek samping, serta pembagian harus terikat pada suatu periode
sejarah tertentu.
Bentuk Material atau Lahiriah
Masalah-masalah besar yang timbul bila kita membahas
jenis-jenis sastra menyebabkan sementara teorisi hanya ingin bertitik tolak
dari wujud lahiriah teks yang diterbitkan. Sebuah cerita mengisi seluruh
permukaan halaman, sedangkan dalam teks drama kita menjumpai banyak bidang
putih, khususnya bila pembicaranya ganti. Nama para pelaku dicetak sedemikian
rupa sehingga satu halaman dari teks drama saja sudah meyakinkan kita bahwa ini
sebuah teks drama.
Dalam hal puisi pun halaman tidak di isi sempurna,
bait-bait terpisah oleh bidang-bidang putih dan kadang-kadang perwujudan
lahiriah masih menunjukkan variasi-variasi lain pula. Perbedaan antara roman
dan novel ditentukan oleh panjangnya teks atau jumlah kata. Tak dapat disangkal
bahwa pada tahap pertama seorang yang mengunjungi pepustakaan atau toko buku
dibimbing oleh tanda-tanda lahiriah ini.[]
(Disarikan dari buku Teori Sastra, Drs. Ahmad Tabrani)