Oleh: M Yasin Arief
Mendidik artinya memupuk pikiran
murid, bukan menanamkan pikiran guru, jika sekolah tidak paham, maka sikap
permisif pada kedunguan justru tumbuh dari sekolah. Seperti Ki Hadjar
Dewantara, Guru seharusnya memberi ruang pada anak didiknya untuk mengembangkan
ide dan pemikirannya sendiri.
Akal adalah anugerah terbesar yang
dimiliki oleh manusia untuk memaknai entitasnya sebagai satu-satunya makhluk
yang memiliki kemauan dan kemerdekaan dalam hidup. Maka kegiatan manusia paling
utama dalam hidupnya adalah memanfaatkan anugerah itu dengan melaksanakan
kegiatan berfikir dalam rangka menelurkan ilmu-ilmu pengetahuan baru dalam arti
seluas-luasnya dan mewariskannya pada generasi ke generasi selanjutnya. Untuk
mencapai satu visi yang luhur itu, maka pendidikan menjadi instrumen paling
asasi dan menjadi teramat naif untuk diabaikan dan tidak diperbincangkan.
Pendidikan dalam perjalanannya
merupakan sesuatu yang telah menjadi nadi dan nafas dalam sejarah panjang
kemajuan peradaban manusia. Pendidikan telah mengantarkan manusia dari gerbang
ke gerbang yang lebih bersinar dan bermatabat, dari zaman ke zaman yang lebih
maju dan beradab. Kendatipun pendidikan juga adalah pelaku kekejaman terbaik,
saat institusi-institusi pendidikan menenggelamkan manusia pada lembah jiwa yang
bukan jiwanya, menyeragamkan kodrat manusia yang bhineka hanya pada satu warna,
dan membunuh potensi unik yang sangat berharga dalam tiap-tiap diri manusia.
Semua manusia dilahirkan dalam
keadaan unik secara kecerdasan, psikologi maupun fisik. Maka definisi
pendidikan yang dewasa dan bijaksana adalah, satu instrumen yang bertujuan
untuk membangun karakter manusia dari keunikan-keunikannya, memupuk gagasan dan
pemikiran serta menumbuhkembangkan potensi yang sudah ada dalam tiap-tiap diri
manusia.
Tidak ada satu peradaban maju di
dunia yang tidak dibangun oleh keterlibatan pendidikan, kemapanan sistem
pendidikan adalah kunci utama untuk mencapai cita-cita sebagai bangsa yang
maju. Indonesia adalah satu-satunya dari sekian banyak bangsa di dunia yang
memiliki keanekaragaman yang paling kompleks. Wajah geografis yang terdiri dari
ribuan pulau terbentang luas dari semenanjung sumatra sampai papua sangat
mempengaruhi pada unsur demografi-antropologi manusia-manusia Indonesia,
realitanya tidak dapat terbantahkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya
yang luar biasa yang terbangun secara hukum alam dari antropologi manusianya
yang bersuku-suku, faktor geografi, dan perjalanan sejarah panjang. Dengan kata
lain, fakta menyatakan bahwa Indonesia adalah negara bangsa yang paling
memiliki keanekaragaman karakter manusia diantara negara-negara lain di dunia.
"Anak-anak hidup dan tumbuh
sesuai kodratnya sendiri, pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya
kodrat itu, sistem pendidikan dan pengajaran di Indonesia harus disesuaikan
dengan kepentingan rakyat, nusa dan bangsa, kepentingan kebudayaan dan
kemasyarakatan dalam arti seluas-luasnya."
Pernyataan itu pernah disampaikan
oleh Ki Hadjar Dewantara, salah satu tokoh penting penggagas, peletak fondasi
sistem pendidikan di Indonesia. Memahami pemikiran Ki Hadjar dari pernyataannya
sebetulnya tidak sulit, beliau sadar betul bahwa Bangsa Indonesia memiliki
keunikan, keunikan tersebut terletak pada kompleksitas keragaman manusianya,
dan keragaman akan hancur bila dipaksa untuk diseragamkan. Ada dua kesimpulan
yang dapat diambil dari pernyataan Ki Hadjar di atas; Pertama, Ia menegaskan
bahwa semua anak diciptakan dengan potensi diri yang berbeda, maka Ia
menginginkan sistem pendidikan yang tidak merusak potensi-potensi unik itu,
pendidikan justru seharusnya memupuk serta mengembangkan potensi asli yang ada
pada anak didik. Kedua, Ia menginginkan sistem pendidikan Indonesia harus sadar
pada asas kebutuhan dan kepentingan masyarakat dalam arti seluas-luasnya,
sistem pendidikan harus lebih jeli melihat Republik Indonesia ini secara utuh,
dari sudut geografis, keragaman ras, suku, agama dan budaya, sehingga terapan
kurikulum pendidikan di Indonesia tidak boleh digeneralisir, disamaratakan atau
diseragamkan. Dari sisi geografi-demografi kondisi anak-anak yang ada dipusat
kota Jakarta misalnya, tidak akan sama dengan kondisi anak-anak yang ada di
wilayah-wilayah pedalaman. Dari sisi budaya kondisi tradisi anak-anak madura
misalnya, tidak akan sama dengan kondisi tradisi anak-anak papua/sulawesi. Pada
abad itu, Ki Hadjar Dewantara sudah memiliki gagasan cerdas, dengan tidak
melihat kondisi bangsa Indonesia secara sepotong-potong. Ki Hajar melihat
dengan amat jeli kondisi sosio-geografis Indonesia secara utuh dan menggagas
sistem pendidikan yang paling sesuai dengan kondisi itu.
Waktu berjalan zaman terus berubah
dengan sangat cepat, menuntut apa saja yang ada di sekitarnya untuk ikut
berkembang. Ironisnya, zaman terus maju tetapi sistem pendidikan di Indonesia
makin kesini makin kehilangan arah, gagasan pemikiran Ki Hadjar dewantara kala
itu justru tidak serius dikembangkan. Sistem pengajaran dan kurikulum
pendidikan pasca itu menjadi kian rapuh, tergerus arus dan menjadi alat
pelbagai pergolakan politik dan kepentingan kapital. Kebebasan bependapat dan
berpikir dalam dunia pendidikan mulai terpasung, lalu penyeragaman karakter
potensi dan pemikiran dilakukan sekolah kepada anak didik melalui sistem
kurikulum pengajaran menjadi hal yang lumrah, bahkan sebagian pelajaran
direkayasa dan sengaja diatur sedemikian rupa demi kepentingan yang tidak
berpihak pada kebutuhan masyarakat. Eksesnya, beberapa puluh tahun kemudian
sangat dirasakan dampaknya oleh kita, masyarakat Indonesia seakan kehilangan
pijakan dalam memahami siapa dirinya, para mahasiswa dan sarjana yang dianggap
kaum terpelajar menjadi seolah dungu layaknya gerombolan ternak yang mau
digiring kemana saja oleh si tuan asal mendapat jatah makan.
Keadaan rakyat Indonesia saat ini
tragis dan sakit kronis, dalam keadaan sekarat namun rakyat tak paham jenis
penyakit apa yang di deritanya, nalar berfikir anak muda yang tidak kritis
terhadap lingkungan sekitarnya, tidak pernah bertanya "kenapa" pada
sebuah teori, "pasrah bongko'an" dan manut nurut pada siapapun, kreatifitas
mereka yang mati, budaya mereka latah dan menggandrungi budaya bangsa lain, dan
semangat belajar mereka yang semu. Ini semua tentu terjadi bukan semata-mata
kebetulan saja, ini terjadi setidaknya karena sekian lama negara pernah
memasung kebebasan berpendapat dan berpikir.
Kemiskinan bangsa Indonesia terletak
pada miskinnya Sumber Daya Manusianya, sehingga semelimpah apapun potensi alam
Indonesia pada akhirnya juga hanya menjadi fosil-fosil yang begelimpangan yang
tiada guna bila Sumber Daya Manusia Indonesia tidak segera dibangun. Ribuan
hektar tanah yang dikeruk dan lautan yang ditelanjangi tidak akan menuai
kemakmuran dan kesejahteraan bagi Rakyat Indonesia bila Sumber Daya Manusianya
tidak dibenahi. Pembangunan Sumber Daya Manusia adalah keniscayaan bila
semuanya menginginkan perubahan, pembangunan Sumber Daya Manusia itu dapat
berjalan dengan baik bila sistem pendidikan di negeri ini baik, karena
pendidikan adalah gerbang utama menuju pembangunan manusia yang utuh.
Kesadaran dan keinsafan kolektif
harus tumbuh dari hati semua kalangan, terutama para pegiat pendidikan di
negeri ini, dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sampai pada guru madrasah
di pelosok negeri harus ikut berbenah. Pendidikan Indonesia harus dipugar,
direstorasi pada keadaan yang pernah baik sebelumnya, menengok kembali pada
sejarah pendidikan nusantara yang bersahaja, meminjam kembali gagasan Ki Hadjar
Dewantara dan para pakar pendidikan Indonesia lainnya, dan harus menelurkan
gagasan serta inovasi baru yang lebih baik. Pendidikan Indonesia harus lebih
bijaksana memandang kearifan lokal, menghargai kebhinekaan dalam
multiperspektif, memupuk serta mengembangkan karakter manusia, dan harus
menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Secara ideal dapat dikatakan
pendidikan Indonesia harus bisa membangun manusia yang lebih berdaya,
berbudaya, cerdas-bijaksana, produktif, dan kreatif-inovatif dalam rangka
membangun Indonesia yang lebih bermartabat.
2 Mei 2016.
Sumber gambar: