Showing posts with label ahmad rudi. Show all posts
Showing posts with label ahmad rudi. Show all posts

Monday, March 7, 2016

Pancasila Mati Suri


Oleh: Ahmad Rudi

Pancasila adalah ideologi terbuka. Sebagai ideologi bangsa dan negara, Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai relijius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.  Dengan kata lain,unsur-unsur yang merupakan materi Pancasila diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri. Sebagai contoh kebiasaan gotong-royong dan musyawarah adalah nilai-nilai luhur budaya yang terdapat dalam Pancasila. Pancasila sebagai ideologi berarti Pancasila dijadikan sebagai perspektif hidup bagi bangsa Indonesia.

Pancasila adalah ideologi Negara Indonesia dan sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, ras dan agama. Oleh karenanya, untuk menyatukan keberagaman tersebut diperlukan adanya satu kesepakatan bersama dan kesepakatan yang mengikat yang pada akhirnya ditetapkan sebagai ideologi, yakni Pancasila.

Negara Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Dengan kekayaan alam tersebut tidak heran negara-negara luar banyak yang melirik ingin menguasai sumber daya alam Indonesia tercinta ini untuk memperkaya negaranya masing-masing. Maka dari itu, untuk mempertahankan semua itu diperlukan penanaman semangat nasionalisme bangsa Indonesia yang kuat pada diri generasi bangsa.

Kita ketahaui bahwa Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia,  tapi Pancasila bukan sekadar dasar negara saja bukan pula harus difahalkan diluar kepala. Pancasila adalah sesuatu yang harus diamalkan oleh kita sebagai warga Negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga Pancasila anti kapitalisme dan kolonialisme. Maka kaum kapitalis benar-benar mengubah paham Pancasila dengan mengubah cara berpikirnya. Contohnya terlihat dari sistem pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial. Sungguh miris sekali bangsa kita diperbudak oleh kaum-kaum bangsat itu dan bisa mempropagandakan paham Pancasila menjadi paham kaptalis-leberal. Nilai-nilai Pancasila sudah hilang ditelan oleh ombak samudra. Dan nilai-nilai Pancasila sudah tidak ternilai lagi di mata dunia. Siapakah yang bersalah? Pemerintahkah? Atau masyakaratnya? Kehidupan pejabat negara kita dan masyakarakat sudah keluar dari nilai-nilai Pancasila. Gaya hidup mereka pragmatis.

Masyarakat Indonesia dalam sehari-harinya sudah keluar dari norma-norma Pancasila. Masyarakat sekarang dengan masyarakat dulu jauh berbeda cara mengaplikasikan Pancasila dalam tatanan kehidupan sosial. Kehidupan yang hidonis dan pragmatis membutakan masyarakat bangsa ini, dan bagaimana kehidupan masyarakat Indonesia enak dan nyaman dalam semboyan mereka.  Sifat gotong royong dalam masyarakat sudah hilang. Mereka lebih mementingakan golongan saja, tanpa memikirkan orang-orang di sekitarnya. Banyak perilaku masyarakat Indonesia yang tidak sewajarnya dilakukan dan sudah tidak berperikemanusiaan lagi. Dalam kehidupan bermasyarakat seharusnya lebih terbuka dalam bersosial. Dan maraknya kasus-kasus seperti kejahatan sudah merajarela di negara kita. Masyarkat sudah hilang rasa kebersamaan dan kenyamanan sudah tidak ada lagi dalam benak diri masyarakat Indonesia.

Pendidikan adalah wadah untuk mencerdaskan anak bangsa dan belajar agar bisa membuat sebuah gagasan-gasasan baru bagi para intektual. Ironisnya pendidikan di Negara Indonesia sudah tidak sesuai lagi dengan norma-norma Pancasila sebagai landasan untuk mencapai pendidikan yang layak untuk warganya sendiri. Pendidikan juga membentuk pribadi yang berilmu pengatahuan dan berwawasan luas. Memang tidak bisa dimungkiri lagi bahwa pendidikan merupakan alat yang dapat meningkatkan kualitas hidup, dan menjadi jaminan hidup yang layak dan berinteraksi dalam percaturan global. Di negara kita pendidikan tidak merata dan banyak anak bangsa yang tidak bisa bersekolah dikarenakan biaya yang sangat mahal. Dampak dari sistem itu banyak orang-orang bodoh berkeliaran di mana-mana. Padahal menurut UUD 1945 pasal 31 ayat 2 “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Undang undang tersebut dipertegas oleh undang-undang nomor 20 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) pasal 46 yang mengatakan bahwa “pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.” Pada undang-undang yang sama pasal 34 ayat 2 juga disebutkan bahwa pemerintah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal jengjang pendidikan  dasar tanpa biaya.

Namum sepertinya pendidikan yang ada di Indonesia telah terjebak dalam jurang yang paling dalam, yakni pendidikan dijadikan ladang bisnis bagi pemegang modal. Dengan itu pendidikan hanya menjadi alat pekerjaan yang melulu dimanfaatkan oleh antek-antek kapitalis lembaga. Dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa Negara Indonesia seharusnya tidak membatasi lembaga dan tidak mencampur-aduk sistem penddikanya, baik dari sektor swasta atau negeri.

Ekomoni sangat diperlukan dalam memenuhi kebutuhan. Oleh karenanya ekomoni merupakan salah satu ilmu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu ekonomi sebagai alat untuk mengukur tingkat kemajuan dalam seatu negara, apakah keadaannya baik atau semakin memburuk. Sedangkan sistem ekonomi di Negara Indonesia sudah tidak bisa dikatakan ekonomi kerakyatan, yang mana tertuang dalam UUD tentang kekayaan yang di miliki oleh Negara Indonesia. Pasal 33 UUD 1945 merupakan salah satu undang undang yang mengatur tentang pengertian perekonomian dan pemanfaatannya secara nasional.  Ayat (10 berbunyi, “perekonomian disusun bersama berdasarkan atas azaz kekeluargaan”; ayat (2) berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”;  ayat (3) berbunyi “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”; ayat (4) berbunyi, “pereokonomian nasional diselenggrakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan berwawasan lingkungan, kemandiran, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekomoni nasional”; dan ayat 5 “mengenai ketentuan pelaksanaan diatur dalam undang-undang”.

Undang undang dasar 1945 merupakan aturan dasar pemerintah maupun rakyatnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi apa daya, sistem ekonomi kita sudah tidak sesuai dengan UUD. Semua kekayaan alam ini diizinkan dikuasai oleh bangsa-bangsa luar dan ini mengakibatkan negara indonesia miskin. Banyak orang-orang mati karena kelaparan, tapi apa daya nasib sudah menjadi bubur disebabkan oleh razim yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal hajat hidup orang banyak rakyat tidak tahu apa-apa, malah dikagetkan dengan hutang negara yang sangat besar. Maka diperlukan sistem ekonomi yang lebih adil. Hanguskan kapitalisme-liberalisme-feodalisme di tanah pertiwi ini. Kembali ke sistem ekonomi kerakyatan.

Politik adalah proses membentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Politik juga adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan. Tujuan yang riil politik adalah untuk kebaikan dan kepentingan bersama. Tapi sekarang politik dijadikan sebuah pemahaman untuk membawa keuntungan sepihak dan bukan untuk kepentingan bersama. Maka konsep Bung Karno terkait politik di bangsa ini sudah hilang. Terkait masalah kemandirian politik, Soekarno telah berhasil memperjuangankan Pancasila sebagai fondasi kemandirian bangsa Indonesia dengan memiliki ideologi sendiri. Soekarno juga mengkritik demokrasi politik yang diterapkan di negara luar yang penuh tipu daya oleh kaum kapitalis dan borjuis dalam menindas kaum yang lemah. Sedangkan para pejabat yang ada di negara Indonesia untuk bisa duduk di sebuah kedudukan yang sangat tinggi memerlukan uang. Politik di negara indenesia sudah hilang—sebuah cita-cita yang pernah diidamkan oleh bapak kita yang memproklamirkan negara Indonesia ini. Politik sudah keluar dari norma-norma Pancasila. Sungguh miris sekali kalau sistem seperti ini terus merajarela di Negara Indonesia. Indonesia akan menjadi sejarah seperti kerajaan-kerajaan masa lalu.


Saya menyimpulkan bahwa Pancasila hanya formalitas saja. Saya teringat pada sebuah pepatah yang mengatakan, adanya seperti tidak ada. Orang-orang yang mengaku Pancasilais telah mengkhianati Pancasila itu sendiri. Maka dari itu perlu penyadaran kepada generasi muda. Kalau dibiarkan seperti ini akan hilang roh Pancasila itu di dalam jiwa manusia, dan sudah tidak keramat lagi. Negara kita hanya akan menjadi sejarah yang  pernah menganut ideologi Pancasila, dan akan hancur di tangan-tangan kaum kapitalis dan antek-anteknya.[]

sumber gambar:
Soekarno, by Tytton Sishertanto

Wednesday, October 7, 2015

Rekonsiliasi Bentuk Perikemanusiaan

[sumber foto: di sini]
Oleh: Ahmad Rudi

Sejarah kelam bangsa Indonesia tidak lain ialah G30S/PKI yang diberi nama oleh rezim Soeharto. Namum penamaan tersebut merupakann bentuk propaganda dan provokasi kepada rakyat Indonesia, bahwa tragedi 65 merupakan pemberontakan yang digagas oleh Partai Komunis Indonesia.

Kami yang mengikuti pemikiran Bung Karno lebih sepakat menamakan tragedi itu Gestok yang diberikan langsung oleh Presiden sekaligus Panglima Tertinggi pada saat itu. Namun dengan nama G30S/PKI-lah rakyat Indonesia lebih mengenal, dengan membredel koran-koran yang anti AD, dan mendorong  koran-koran yang pro AD, maka propaganda-propaganda mulai diberikan lebih dalam kepada rakyat Indonesia.

Pemfitnahan yang terjadi luar biasa sadisnya. Pembunuhan jutaan jiwa rakyat Indonesia dengan dalih PKI atau yang dituduh PKI. Tragedi 65 bukanlah pembantaian yang wajar, di tanah pertiwi ini pernah terjadi pembantaian besar-besaran, pembantaian terbesar di dunia setelah Nazi. Siapakah dalang di balik Gestok itu? Apa memang PKI ingin mengudeta Soekarno dan mengganti pancasila, hingga lahir Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober? Apa makna Hari Keaktian Pancasila tersebut? Hingga 1 Juni 1945 tidak lagi dipakai untuk memperingati hari lahir pancasila pasca Orde Lama? Mengapa bukan hanya PKI yang dibantai, bahkan rakyat miskin yang tidak tahu apa-apa ikut serta dibantai? Ada apa dengan ungkapan “didahului atau mendahului”? Semua pertanyaan itu makin terbuka jawaban setelah masa reformasi ini.

Namun hingga saat ini belum ada yang mampu menggungkap tabir tersebut: siapakah sebenarnya dalang itu? PKI, Bung Karno, atau Soeharto dan CIA. Bukankah kurikulum Sejarah Indonesia masih menyalakan PKI sebagai dalangnya?

Janganlah lari dari masa lalu, JASMERAH, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sejarah yang benar sesuai kenyataannyalah yang mestinya tidak dilupakan. Stigmatisasi negatif terhadap PKI, penghancuran eksistensi, hingga berujung pada pembantain massal yang melanggar HAM. Rakyat Indonesia tidak lagi bisa menerima komunisme di negeri ini bukanlah tanpa sebab. Film G30S/PKI yang setiap malam 30 September diputar pada zaman Orba, membuat rakyat semakin benci terhadap PKI, rakyat takut dengan kekejaman PKI, rakyat tidak menghendaki adanya orang-orang atheis di negeri ini.

Hal tersebutlah yang membuat rakyat phobia terhadap PKI dan tidak mau menerimanya lagi, meskipun penilain-penilain tersebut tidaklah benar adanya.  Bukanlah hal yang wajar-wajar saja, korban-korban yang masih hidup hingga saat ini dengan cacat fisik dan materil, yang masih ada di luar negeri dan tidak mendapat hak sebagai warga negara Indonesia. Apa yang telah terjadi masih membekas, dan luka itu hingga kini belum mampu terobati.

Marilah kita sama-sama tidak mencari siapa yang salah akan sejarah, tapi luruskanlah sejarah kelam itu hingga ke akarnya, sebagai bentuk pertanggung-jawaban terhadap korban-korban yang hingga kini masih disalahkan meskipun tidak mengerti apa-apa. Saat ini kita tidak sedang mencari siapa yang salah, namun rekonsiliasilah yang perlu kita lakuakan. Proses rekonsiliasi ini tidaklah merugikan pihak yang membantai, namun lebih pada pertanggung-jawaban kita sebagai manusia yang theis sama sekali, yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia, terkhusus hak untuk hidup layak.

Tragedi 65 memberikan pelajaran yang luar biasa kepada bangsa kita, supaya tidak lagi pembantaian-pembantaian baru yang melanggar HAM. Rekonsiliasi sangat dibutuhkan, supaya korban-korban tidak lagi punya ketakutan batin yang kuar biasa karena stigma PKI yang disandangnya. Namun rekonsiliasi ternyata tidak atau belum juga bisa diterima oleh rakyat atau segolongan orang di negeri ini dengan alasan-alasan bahwa PKI ingin mengganti pancasila dan PKI atheis. stigma itu sampai kini masih melekat di benak rakyat indonesia. Soeharto dengan lihai membuat narasi sedemikian rupa, 32 tahun tidak ia sia-siakan nama PKI.

Namun meski demikian, dibutuhkan kesadaran dan kebijakan dalam bertindak. ‘’Belajarlah dari sejarah, maka kita akan lebih bijak,‘’ ungkap Ki Hajar Dewantara. Rekonsiliasi bukanlah hal yang mudah, namun tidak mungkin pemerintah akan  melakukan rekonlisiasi jika kurikulum sejarah Indonesia belum diluruskan, jika  stigmatisasi yang ada di benak Indonesia terhadap PKI diubah dengan kebesarannya. Karena dengan seperti itulah, pola pikir rakyat terhadap PKI dapat diubah secara perlahan.
 
Setiap kebijakan yang diambil pastilah punya nilai baik dan buruk. Namun kita sebagai manusia berperi kemanusiaan sudah sewajarnya melakukan rekonsiliasi dan para korban Gestok itu sudah selayaknya dapat hidup seperti pada umumnya kita hidup.[]


1 Oktober 2015
Putat Lor Gondanglegi Malang

Powered by Blogger.

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top