Oleh: Muhammad Hilal*
Namanya adalah Ismail Muadz,
salah seorang guru Madrasah Tsanawiyah.
Dia adalah salah satu guru
kegemaran saya, sebab gaya mengajarnya adalah bercerita. Seperti murid-murid
yang lain, menyimak mata pelajaran itu membosankan, bikin mengantuk pula. Tapi
berkat cerita-ceritanya, ruang kelas menjadi menyenangkan secara ajaib, apalagi
guru satu ini pandai mengolah cerita menjadi tuturan yang lucu, tentu kami
selalu betah di ruang kelas berlama-lama.
Bertahun-tahun kemudian barulah saya
sadar betapa bercerita itu adalah salah satu strategi pendidikan, salah satu
cara menanamkan nilai kepada anak-anak. cara ini adalah tradisi lama, sudah
berlaku sejak manusia belum mengenal tulisan tangan, dan selama itu pula
strategi ini diakui keampuhannya. Bahkan Alquran pun menggunakan strategi ini
untuk menyampaikan nilai-nilainya yang agung.
Dasar kami yang masih anak-anak
waktu itu, seorang guru pun akan mendapat predikat favorit asalkan lulus
persyaratan tertentu: pintar bercerita lucu. Kalau ada seorang guru yang
mengajar hanya lurus-lurus saja, berpusat pada buku diktat, tak pandai melucu,
jangan harap kami akan kerasan di kelas. Guru yang satu ini berhasil lulus
persyaratan yang kami bikin.