Thursday, April 10, 2014

Alin yang Tak Kembali

Oleh: Doel Rohim

Alin. Ketika sang surya belum beranjak dari peraduannya. Suaramu yang renyah telah menyapaku, bergetar halus di gendang telingaku sebelum mataku terbuka. Dan tanganmu yang halus membelai rambutku yang kusut. Lalu bibirmu yang hangat mengecup keningku seraya berbisik, “Mas, sudah shubuh. Mari kita salat.Aku menggeliat mesra. Kupeluk tubuhmu. Percintaan kita semalam menyisakan keringat yang berbaur dengan aroma tubuhmu semerbak menusuk ke dalam hidungku.

Dan ini adalah pagi ke 1704 saat aku bangun tidur harus kuhadapi kenyataan bahwa bukan kau Alin, yang ada di sisiku, melainkan sosok mungil yang minggu depan akan merayakan ulang tahunnya yang ke 4. Dialah Jaka, anak kita yang ke dua.

Bibir itu, Alin, ya bibir itu. Bibir itu mirip dengan bibirmu. Oh, tidak. Bukan mirip. Jaka benar-benar memiliki bibirmu.

Saturday, April 5, 2014

Tentang Kabar dari Sebrang



Oleh: Halimah Garnasih

Rindu pulang pesantren barangkali tak hanya menimpa saya. Itu juga yang dirasakan beberapa teman dari berbagai pesantren di sini, Yogyakarta. Mereka mengaku seringkali rindu suasana dan kegiatan rutin di pesantrennya dulu.

Bilamana rindu pulang rumah bisa diredam dengan berbagai aktivitas, rindu pulang pesantren terasa lain. Saya mesti meredamnya dengan berkunjung ke beberapa pesantren di kota ini. Bahkan, sampai beberapa kali saya menginap di pesantren teman-teman. Dan yang menjadi langganan adalah pesantren Krapyak komplek Q. Meski saya rasa cara itu tidak serta merta meredam kerinduan ini sepenuhnya, karena tentu saja nuansa pesantren di kota ini sangat berbeda dengan nuansa pesantren saya dulu, Raudlatul Ulum Ganjaran.

Raudlatu ulum adalah rumah yang lain. Di sanalah saya tumbuh besar dan terdidik di bawah naungannya. Dengan segala nilai-nilai luhurnya dan macam rupa keilmuannnya, tak terkecuali ilmu bersosialisasi dan berpolitik (tentu saja yang terakhir ini tanpa saya sadari). Lewat Organisasi Daerah (OrDa), Organisasi Siswa Madrasah Diniyah (dulu OPI [Organisasi Pemuda Islam]), TU Madin, juga kepengurusan pesantren. 

Monday, February 17, 2014

SUARA TAK TERDENGAR

oleh: Muhammad Ilyas*
Pagi itu adalah pagi yang dingin, dingin sekali, dinginnya sampai menusuk tulang, masuk kedalam sumsum, serta menyerap energi panas yang ada di dalam tubuh. Telinga pun juga tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya, hanya terdengar dengungan, raungan yang tidak begitu jelas, dan sesekali terdengar jeritan-jeritan yang  tak tahu dari mana asalnya.  Persendianku juga tidak bisa digerakkan seakan terbelenggu oleh rantai baja, yang  bisa kulakukan hanyalah menyilangkan tangan di atas dada, merunduk dengan kain sarung kumal yang diberikan tetangga, serta mengadu kedua gigiku dengan erat. Hanya itu yang menurutku ampuh untuk mengusir dingin dari badan ini.
Kejadian pada hari itu tidak wajar, tidak seperti biasanya dan tampak aneh. Dingin pada hari biasanya tidak seperti ini, tidak begitu berpengaruh pada hewan. Dingin yang terjadi berdampak terhadap kokok ayam. mereka yang setiap munculnya fajar berkokok dengan keras dan membelah kesunyian pagi sekarang tidak lagi, seakan bungkam seribu bahasa, tidak mau berkokok, tidur, lelah membangunkan orang pada waktu pagi.  Ya ... karena udara yang sangat dingin.

Tuesday, February 11, 2014

Tahlilan: Tradisi Berlandaskan Dalil


[Judul Buku: Tahlilan Bid'ah Hasanah Berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah | Penulis: Muhammad Ma'ruf Khozin | Penerbit: Muara Progresif & LBM NU Surabaya | CetakanI, Juli 2013 | Tebal: xviii + 190 hlm. 12 x 17.5 cm | ISBN: 978-602-17206-6-0



Peresensi: Abdul Rahman Wahid*



Tradisi tahlilan yang sudah mengakar di Indonesia merupakan sebuah tradisi yang dilestarikan oleh kalangan Nahdliyin (masyarakat  Nahdlatul Ulama) dengan isi bacaan-bacaan zikir tertentu. Dalam hal ini NU mengategorikan tahlilan sebagai bid'ah hasanah. Karena tahlilan merupakan salah satu tradisi yang subtansinya diislamisasi oleh ulama-ulama terdahulu dengan tujuan agar Islam bisa diterima di kalangan masyarakat Nusantara tanpa menghapus tradisi yang ada, karena Islam adalah agama yang menghargai tradisi.



Tahlilan dalam masyarakat NU (Nahdlatul Ulama) sering diadakan untuk selamatan 7 (tujuh) hari orang yang meninggal dunia dengan harapan agar pahalanya bisa sampai kepadanya atau dalam sebuah perkumpulan-perkumpulan pada momen-momen tertentu. Namun, dalam hal ini, banyak kalangan yang menganggap bahwa tahlilan adalah bid'ah yang sesat dan keluar dari ajaran Islam yang asli karena dianggap tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi. Pandangan yang seperti itu jelas adalah pandangan yang sempit dalam memahami agama.

Powered by Blogger.

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top